Tapera - Bukti Ketidakadilan Kebijakan Penyediaan Rumah dan Solusi dari Perspektif Islam



Oleh: Sarah Fauziah



Pemerintah Indonesia telah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), yang mewajibkan pemotongan gaji karyawan sebesar 3% untuk iuran Tapera. Pembagian ini terdiri dari 2,5% dari gaji karyawan dan 0,5% dari perusahaan. Hal ini menambah daftar potongan gaji pekerja yang sudah mencakup berbagai iuran seperti BPJS Kesehatan, pensiun, dan jaminan hari tua.

Penolakan datang dari berbagai pihak, termasuk serikat buruh dan pengusaha. Koordinator Dewan Buruh Nasional Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Nining Elitos, menyatakan bahwa Tapera menambah beban finansial pekerja tanpa memberikan kepastian bahwa mereka akan mendapatkan rumah pada masa pensiun atau saat PHK. Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, juga menyoroti bahwa iuran 3% ini tidak masuk akal secara matematis dan tidak cukup untuk membeli rumah dalam jangka waktu 10 hingga 20 tahun.

Gaji anggota komite BP Tapera, yang mengelola dana ini, mencapai Rp43 juta per bulan, menambah kecemasan bahwa Tapera lebih menguntungkan pihak tertentu daripada memenuhi tujuan utamanya menyediakan rumah bagi rakyat.

*Mengapa Ini Terjadi?*
Ketidakadilan dalam kebijakan penyediaan rumah melalui Tapera mencerminkan kurangnya politik penyediaan rumah yang memadai dari negara. Tapera menambah beban finansial pekerja yang sudah berat, mengingat berbagai potongan gaji dan iuran yang ada. Dalam lima tahun terakhir, upah riil buruh turun sekitar 30% akibat stagnasi kenaikan upah. Dengan adanya iuran tambahan ini, kesejahteraan buruh semakin terancam.

Tapera juga tidak menjamin kepemilikan rumah bagi pekerja. Uang yang terkumpul dari iuran tidak akan cukup untuk membeli rumah di masa mendatang, mengingat inflasi dan kenaikan harga properti. Sebaliknya, program ini terlihat lebih menguntungkan pihak yang mengelola dana tersebut, mencerminkan kepentingan tertentu yang lebih diutamakan daripada kesejahteraan pekerja.

*Perspektif Islam*
Dalam Islam, pemimpin bertanggung jawab untuk mengurus rakyat dan tidak mengambil keuntungan dari mereka. Rasulullah ﷺ menegaskan bahwa pemimpin adalah pengurus rakyat. Negara harus menyediakan kebutuhan dasar seperti rumah tanpa membebani rakyat dengan iuran atau potongan gaji. 

Negara dapat memudahkan pembelian tanah dan bangunan serta membangun perumahan yang terjangkau. Selain itu, negara juga harus menyediakan kebutuhan pokok lain seperti sandang dan pangan dengan harga murah dan memastikan lapangan kerja tersedia. 

Islam menjadikan rumah sebagai kehormatan yang harus dijaga, dengan kebijakan khusus tentang pembangunan rumah yang diterapkan oleh para khalifah di masa lalu. Penerapan syariat Islam akan memastikan negara berfungsi optimal dalam mengurus kebutuhan rakyat, berbeda dengan sistem sekuler kapitalisme.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak