TAHTA, WASILAH RIAYAH UMMAH BUKAN UNTUK BERFOYA-FOYA




                 Oleh : Ummu Aqeela
   

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melaporkan ada uang negara sebesar Rp39,26 miliar yang digunakan untuk belanja perjalanan dinas tak sesuai dengan aturan, termasuk perjalanan dinas fiktif. penyimpangan perjalanan dinas tersebut dilakukan di 49 kementerian/lembaga (K/L) pada 2023.

Laporan itu tercantum dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2023 yang diterbitkan BPK pada awal Juni 2024.
"Atas permasalahan belanja perjalanan dinas sebesar Rp39,26 miliar tersebut ditindaklanjuti melalui pertanggungjawaban dan/atau penyetoran ke kas negara sebesar Rp12,79 miliar," demikian tertulis dalam laporan LKPP BPK.

Secara rinci, setidaknya terdapat sembilan K/L yang melakukan belanja terbesar menurut kategori terkait perjalanan dinas bermasalah. (https://www.bloombergtechnoz.com/detail-news/40261/daftar-belanja-perjalanan-dinas-bermasalah-temuan-bpk)

Di hadapan realita warga negara yang didominasi oleh masyarakat menengah dan menengah ke bawah (miskin), sesungguhnya sosok-sosok elit dan birokrat yang tampil dalam kemewahan dan hedonisme membuat rakyat menjadi antipati dan muncul ketidakpercayaan.
Maraknya kasus korupsi yang tak tertangani, hukum yang hanya menjerat rakyat kecil, serta pemihakan aparat dan pejabat pada pengusaha tanpa memperhatikan kondisi sosial masyarakat, benar-benar membuat rakyat frustasi. Tidak ada lagi tempat mengadu bagi rakyat ketika ada masalah yang perlu diselesaikan, karena bagi mereka sudah tidak ada lagi dari elemen negara yang bisa dipercaya menyelesaikan problem yang ada. Yang ada sebagian besar dari mereka hanya berfoya-foya ketika sudah menduduki tahta penguasa, apalagi mirisnya menggunakan uang negara yang notabene bersumber dari rakyat tentunya.

Maka tak heran apabila rakyat menyelesaikan sendiri masalahnya dengan cara-cara yang cenderung mengarah pada aksi-aksi kekerasan. Hampir di setiap daerah, seringkali masyarakat diprihatinkan saat melihat aksi-aksi kekerasan terjadi antar sesamanya. Persoalan utama terkadang karena kemiskinan yang semakin memprihatinkan.

Bagaimana tidak, di negeri yang melimpah dengan kekayaan alam tetapi masih saja masyarakatnya belum mendapatkan penghasilan layak apalagi kesejahteraan rumah tangga. Akan tetapi, di depannya perusahaan berdiri gagah di atas tanah mereka, dengan cukong dan aparat bersenjata serta kebijakan pemerintah yang buta akan masa depan rakyatnya. Ketimpangan sosial dan keserakahan begitu nyata sehingga memicu berbagai huru-hara.

Pemerintah yang memiliki tanggung jawab besar terhadap negeri ini harusnya bekerja dengan baik dan memperhatikan kepentingan bersama. Karena sesungguhnya banyaknya konflik yang terjadi, baik konflik vertikal maupun horisontal (antar sesama masyarakat) merupakan kegagalan kumulatif dari pemerintah dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Seandainya pemerintah, baik pusat maupun daerah, memang benar-benar memperhatikan hak rakyat mustahil semua itu akan terjadi. Kegagalan ini patut disayangkan, mengapa di negeri yang kaya akan sumber daya alamnya, tetapi rakyatnya belum mendapatkan penghidupan layak. 
 
Melihat realita warga Negara yang didominasi oleh masyarakat miskin, sesungguhnya bangsa ini membutuhkan sosok-sosok elit dan birokrat yang sederhana, tidak hedonis, namun penuh visi dan kewibawaan. Kesederhanaan sesungguhnya bukan berarti miskin. Sederhana adalah kehidupan yang bersahaja; tidak berlebih-lebihan, tidak bermewah-mewahan. Seorang pemimpin yang sederhana selalu siap mengorbankan kepentingan pribadi dan kelompoknya demi kepentingan yang lebih besar, rakyat dan negerinya. Ia adalah seorang yang dermawan, lebih mencintai rakyatnya daripada sekedar kepentingan saudara atau kelompoknya. Ia rela berkorban. Ia juga tidak akan mengambil harta negara (yang merupakan kumpulan hasil keringat rakyat) untuk bersenang-senang. Ia mendengar curhat rakyatnya, bukan memaksa rakyat untuk mendengar curhatnya. Ia juga ikhlas melayani rakyat dan tidak berharap untuk dilayani. Karena sesungguhnya para pemimpin adalah wakil rakyat. Wakil rakyatlah yang harus melayani rakyatnya. Kehadirannya tidak membuat rakyat susah dan merana.
 
Perjalanannya di jalan-jalan tidak menyusahkan rakyatnya, tapi memberikan kebahagian dan kesejukan. Kehadirannya di tengah-tengah rakyat yang sedang nestapa tidak justru menghabiskan miliaran uang rakyatnya, tapi ia hadir untuk membantu rakyat. Ia memberikan solusi. Bukan menjadi masalah bagi rakyatnya. Maka mereka yang bermimpi melakukan perubahan harus mampu mengatur keluarga, sanak famili, kelompok atau komunitas mereka, selain tentu saja diri pribadi sendiri agar konsisten dalam kesederhanaan. Karena selain dari diri sendiri, godaan besar juga datang dari keluarga, saudara dan golongan. 
 
Seorang pemimpin diangkat bukan sekedar untuk mengurus keluarga atau partainya, tapi semua rakyatnya. Dalam sejarahnya, sifat sederhana ini tidak pernah merendahkan derajat seorang pemimpin. Tapi justru akan membesarkan namanya. Dan pemimpin serta pemerintahan yang demikian tidak akan pernah terlahir dan tercipta selama sistem kapitalis sekuleris menggrogoti setiap lini kehidupan dari bawah hingga atasnya. Karena kapitalis sekulerislah menjadi penyebab utama manusia keluar dari jalur fitrahnya, yang ada hanya mementingkan dunia dan kebahagiaan pribadinya semata.
 
Sudah saatnya mencabut akar masalahnya yaitu pemahaman sekuleris kapitalisme dan menggantinya dengan Islam kaffah dalam bingkai Daulah Khilafah, sehingga terlahirlah pemimpin-pemimpin yang meriayah umatnya atas dasar menggapai ridho Rabbnya.
 
Wallahu’alam bishowab.
 
 
 
 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak