Oleh Siti Aminah aktivis Muslimah Kota Malang
Petani di Kabupaten Manggarai dan Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) harus menempuh jarak sekitar 80 kilometer (km) untuk mendapatkan pupuk bersubsudi.
Hal itu terungkap dalam temuan tim Satgassus Pencegahan Korupsi Polri saat memantau penyaluran pupuk subsidi di NTT pada 18-22 Juni 2024.
“Salah satu temuan adalah belum terdistribusinya secara merata keberadaan kios, bahkan ada petani yang harus menebus pupuk dengan jarak lebih kurang 80 km,” kata anggota Satgassus Pencegahan Korupsi Polri, Yudi Purnomo Harahap. Beritasatu.com (23/6/2024).
Ada banyak persoalan dalam akses pupuk subsidi bagi petani. Ini buah dari kapitalisasi pupuk dan lepas tangannya negara dalam memenuhi kebutuhan pupuk bagi petani. Perusahaan lah memegang kendali pengadaan dan distribusi pupuk. Petani pun kesulitan mendapatkannya.
Islam menjadikan Pertanian sebagai bidang strategis. Oleh karena itu negara akan mendukung penuh para petani, termasuk dalam mengakses distribusi pupuk bersubsidi dengan mudah. Di sisi lain, negara juga memiliki mekanisme dalam memberikan bantuan pada petani dan keluarga yang tak punya modal agar tetap menjadi petani yang sejahtera.
Islam sangat memperhatikan bidang pertanian ini, perhatian umat Islam terhadap pertanian didorong oleh arahan AlQuran Hal ini tersirat dalam firman Allah Ta’ala yang memerintahkan para hamba-Nya untuk berusaha di muka bumi, makan darinya, dan menikmati rezeki yang datang darinya (hasil bumi). Allah Ta’ala berfirman,
هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُولًا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ
“Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” [Quran Al-Mulk: 15]
Allah Ta’ala juga menjelaskan tentang faidah pertanian di banyak ayat. Di antaranya firman-Nya,
وَآيَةٌ لَهُمُ الْأَرْضُ الْمَيْتَةُ أَحْيَيْنَاهَا وَأَخْرَجْنَا مِنْهَا حَبًّا فَمِنْهُ يَأْكُلُونَ • وَجَعَلْنَا فِيهَا جَنَّاتٍ مِنْ نَخِيلٍ وَأَعْنَابٍ وَفَجَّرْنَا فِيهَا مِنَ الْعُيُونِ • لِيَأْكُلُوا مِنْ ثَمَرِهِ وَمَا عَمِلَتْهُ أَيْدِيهِمْ أَفَلَا يَشْكُرُونَ
“Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan dari padanya biji-bijian, maka daripadanya mereka makan. Dan Kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan anggur dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air, supaya mereka dapat makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur? [Quran Yasin: 33-35].
Demikian juga bimbingan nabawi yang menjelaskan tentang urgensi memakmurkan bumi dan jangan membiarkannya sia-sia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ كَانَتْ لَهُ أَرْضٌ فَلْيَزْرَ غْهَا فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ أَنْ يَزْرَ عَهَا وَعَجَزَ عَنْهَا فَلْيَمْنَحْهَا أَخَاهُ الْمُسلِمَ وَلاَ يُؤَاجِرْهَاإِيَّاهُ
“Barang siapa memiliki sebidang tanah, maka hendaknya ia menggarap dan menanaminya. Dan bila ia tidak bisa menanaminya atau telah kerepotan untuk menanaminya, maka hendaknya ia memberikannya kepada saudaranya sesama muslim. Dan tidak pantas baginya untuk menyewakan tanah tersebut kepada saudaranya.” [Riwayat Bukhari hadits no. 2215 dan Muslim hadits no. 1536].
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا، أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا، فَيَأْكُلُ مِنْهُ طَيْرٌ أَوْ إِنْسَانٌ أَوْ بَهِيمَةٌ، إِلَّا كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ
“tidaklah seorang Muslim yang menanam tanaman atau bertani, lalu ia memakan hasilnya atau orang lain dan binatang ternak yang memakan hasilnya, kecuali semua itu dianggap sedekah baginya” [HR. Al Bukhari 2320].
Firman Allah dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini memotivasi kaum muslimin untuk menaruh perhatian mengembangkan dunia pertanian. Seperti mempermudah distribusi dan pupuk murah,membuat penampungan air, menggali sumur, membuat kanal, sungai, dan irigasi. Kemudian mengembangkan metode penyerbukan dan pemupukan untuk meningkatkan produksi mereka. Setelah itu, barulah orang-orang mengadopsi teknik-teknik pertanian umat Islam ini. Kemudian mengembangkannya di era modern sekarang.
Hal ini hanya bisa dilakukan di sistem yang kedaulatannya tidak dikendalikan manusia tapi aturan nya dikendalikan oleh hukum Syara', dan ini hanya bisa terlaksana dalam sistem Islam dalam wujud khilafah ala minhaj an-nubuwah
Tags
Opini