Perbedaan Idul Adha Terjadi Lagi, Ummat Butuh Khilafah




Oleh: Sri Runingsih/ Aktivis Dakwah 


Mahkamah Agung Arab Saudi telah mengumumkan bahwasanya pada hari Jum'at (7 Juni 2024) menjadi hari pertama di bulan Zulhijah 1445 Hijriah. Itu berarti bahwa hari raya idul adha 2024 jatuh pada hari Minggu 16 Juni 2024 bertepatan dengan 10 Zulhijah 1445 Hijriah.

Pengumuman Mahkamah Agung yang dilansir dari Gulf News menyusul hilal atau bulan sabit penanda bahwasanya awal bulan Hijriah yang terlihat pada kamis 6 Juni 2024 petang waktu setempat. Bahwa hari Arafah jatuh pada Sabtu 15 Juni, sedangkan Minggu 16 Juni akan menjadi hari pertama Idul Adha.

Sementara itu Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama ( Kemenag) baru akan melaksanakan pemantauan hilal dan sidang isbat pada hari Jumat (7 Juni 2024) yang juga bertepatan dengan 29 Zulkaidah 1445 H, bulan kesebelas dalam kalender Hijriah.

"Berdasarkan data hilal saat sidang isbat nanti, posisi hilal telah melampaui kriteria imkanur rukyat MABIMS," begitu laporan dari (Adib) Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag.

Dan pada 7 Juni 2024 secara Astronomis, hilal diperkirakan sudah terlihat di beberapa wilayah di Indonesia. Hanya saja bergantung pada cuaca setempat, imbuh Adib. Maka, jika benar demikian Hari Raya Idul Adha, 10 Zulhijah 1445 H di Indonesia akan jatuh pada hari Senin 17 Juni 2024. (Kompas.com)

Seperti sudah menjadi rutinitas, perbedaan penetapan hari besar Islam antara pemerintah Indonesia dengan Arab Saudi bahkan sudah sering terjadi. Hal ini tentu saja membuat keprihatinan terutama bagi umat muslim yang pada umumnya menginginkan kebersamaan.

Padahal hari Arafah adalah dimana umat muslim di seluruh dunia yang melaksanakan ibadah haji sedang melakukan rukun yakni wukuf di Padang Arafah, tentu saja dalam pelaksanaannya sesuai dengan hari yang di tetapkan oleh kepemerintahan Arab Saudi yakni pada Sabtu 15 Juni 2024.

Lalu bagaimana dengan di Indonesia yang memiliki perbedaan penetapan dengan Arab Saudi?
Puasa Arafah yang dilakukan di Indonesia tidak bersamaan dengan wukuf di Padang Arafah.
Padahal puasa Arafah yang dilakukan oleh yang tidak melakukan ibadah haji haruslah bersamaan dengan mereka yang melakukan haji yang sedang wukuf di Arafah.

Dengan kata lain bila mengikuti waktu Arab Saudi, berarti Indonesia melakukan puasa Arafah di hari tasyrik, hari dimana diharamkan untuk berpuasa.

Beginilah potret dari buah kapitalisme yang mengakibatkan umat Islam menjadi terpecah, padahal umat Islam pada dasarnya adalah satu.
Lalu bagaimana perbedaan ini bisa terjadi, apakah benar didasarkan oleh fiqih atau mungkin ada unsur kepentingan politik di dalamnya?

Namun yang jelasnya, bila terjadi perbedaan pendapat tentang penetapan Idul Adha seperti saat ini, maka berpeganglah pada yang lebih kuat, yakni bahwa hampir seluruh dunia mengikuti waktu yang bersamaan dengan proses pelaksanaan haji di Mekkah.
Bahkan para ulama dari seluruh Mazhab baik Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali berpendapat untuk mengamalkan rukyat yang sama untuk idul Adha. (Riaumadani.com)

Penentuan hari Arafah sangat terkait pada penentuan awal Zulhijah. Sebagaimana Rasulullah memerintahkan bahwa penentuan satu Zulhijah seharusnya tidak boleh diputuskan oleh otoritas masing-masing pemimpin dari negeri kaum muslim, melainkan  haruslah berdasarkan Amir Mekkah. Dan hendaklah diikuti oleh seluruh dunia, karena dalam sejarah Islam umat muslim senantiasa ber-idul adha dihari yang sama.

Husain bin Harits al-Jadali menyampaikan hadits:

أن أمير مكة خطب ثم عهد إلينا رسول الله صلى الله عليه وسلم أن ننسك للرؤية فإن لم نره وشهد شاهدا عدل نسكنا بشهادتهما
"Bahwa Amir Mekkah (Wali Mekkah) berkhutbah dan mengatakan: Rasulullah memerintahkan agar kita melakukan manasik (ibadah haji) karena melihat hilal (bulan Zulhijah). Apabila kami tidak melihat hilal, tapi ada dua orang saksi yang adil telah melihat hilal, maka kami pun akan melaksanakan manasik haji berdasarkan kesaksian mereka berdua." (HR. Abu Dawud dan Ad-Daraquthni).

Maka sudah seharusnya umat muslim bersatu dalam pelaksanaan Idul Adha. Seperti halnya yang dahulu pernah terwujud pada masa nabi dan Khulafaur Rasyidin, dimana umat muslim bersatu dalam satu penerapan, tentu saja dalam kepemimpinan seorang Khalifah dalam bingkaian khilafah Islamiyyah.
Karena hanya dengan penerapan hukum Islam secara kaffah lah Umat Islam dapat bersatu tanpa adanya lagi perpecahan dan perbedaan.

Apalagi ibadah haji merupakan hal penting bagi umat muslim, dimana seluruh umat bersatu dalam peribadatan yang sama, tak pandang warna kulit serta ras suatu bangsa, bersama dalam ibadah yang suci atas dasar cinta kepada Allah, demi menjalankan rukun Islam yang terakhir. (Muslimah News)
Wallahu a'lam bisshowwab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak