Oleh : Hasanah
(Aktivis Muslimah Lubuklinggau)
Hujan deras yang mengguyur kota Lubuklinggau minggu malam 26/6/2024 hingga dini hari, mengakibatkan puluhan rumah di 3 kecamatan terendam banjir.
Banjir kali ini menurut warga merupakan banjir terparah. Yang mengakibatkan 3 rumah rusak parah dan puluhan rumah terdampak banjir. terutama rumah - rumah yang berada di bantaran sungai mesat dan karya bakti. Selain itu banjir juga mengakibatkan satu balita hanyut terbawa arus. Diketahui balita yang bernama Sahris Sahtriah (4) diduga terpeleset dan jatuh ke sungai saat mencari ikan dengan kakaknya. Hingga kamis 06/06/2024 ini sudah Memasuki hari ke – 3 Tim gabungan yg terdiri dari Tim SAR Satbrimob Polda Sumsel Batalyon B Pelopor, Damkar & PB, Tagana, Basarnas, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas PUPR dan Masyarakat setempat masih melakukan pencarian korban. (humas.polri.go.id/24/06/06).
Intensitas curah hujan yang tinggi dan buruknya sanitasi saluran air karena sebagian besar di tutupi oleh pepohonan dan sampah, mengakibatkan saluran sungai dan anak sungai terhambat dan meluap masuk ke rumah-rumah warga.
Membuang sampah ke sungai sepertinya sudah menjadi kebiasaan masyarakat Lubuklinggau, meski pemerintah sudah memberikan himbauan melalui papan pengumuman yang sering kita lihat di sejumlah titik atau sungai. Namun, tetap saja kita melihat masyarakat abai dan tetap membuang sampah sembarangan. Tidak tersedianya penampungan sampah sementara yang ada di sekitaran rumah mereka menjadi alasan utama masyarakat membuang sampah ke sungai, khususnya rumah- rumah yang jauh dari jalan besar, karena biasanya petugas dan mobil pengangkut sampah hanya mengambil sampah-sampah yang berada di pinggir jalan besar saja, sedangkan untuk yang masuk-masuk ke gang-gang tidak terjamah oleh mereka. Bahkan masyarakat harus mengeluarkan biaya sendiri untuk menyewa tukang sampah bulanan. Yang mungkin bagi sebagian masyarakat cukup memberatkan mengingat susahnya mencari penghasilan di tengah bahan pokok yang semakin meroket.
Membuang sampah ke sungai akan mengakibatkan pendangkalan sungai akibat dari penumpukan sampah di dasar sungai, Semakin banyak sampah yang dibuang ke sungai, maka akan semakin tinggi tumpukan sampah di dasar sungai dan mengakibatkan daya tampung air sungai berkurang. Sehingga ketika hujan deras atau ada kiriman air dari hulu, sungai tidak mampu menyediakan volume yang cukup untuk air mengalir. Selain itu juga sampah-sampah tersebut bisa membuat aliran sungai mampet dan meluap menyebabkan banjir.
Dalam islam pemimpin adalah pelindung, Dalam hal melindungi rakyat dari potensi bencana, maka khalifah wajib berpegang pada ketentuan syariat sebagaimana hadis Rasulullah saw.,
“Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan orang lain.” (HR Ibnu Majah).
Maka khilafah akan serius dalam penanggulangan bencana, yaitu dengan melakukan mitigasi bencana baik upaya pencegahan atau penanganan setelah bencana.
Pada kasus banjir yang disebabkan karena keterbatasan daya tampung tanah terhadap curahan hujan, maka khilafah akan membangun bendungan-bendungan yang mampu menampung curahan air hujan. Sebagaimana pada masa kekhilafahan ‘Abbasiyyah dan bendungan tersebut masih digunakan sampai saat ini yaitu bendungan Mizan yang berada di Provinsi Khuzastan daerah Iran Selatan. Khilafah juga selalu menjaga kebersihan sungai dan kanal - kanal dan saluran air.
Sedangkan dalam menyelesaikan masalah sampah islam melibatkan individu, masyarakat dan negara sebagai penanggung jawab utamanya. Pertama-tama ngara akan mengubah polah pikir individu masyarakatnya yang kapitalis sekuleris yang standar kebahagiaannya ketika terpenuhi semua keinginan, membeli berbagai barang tampah melihat apakah diperlukan atau tidak, perilaku konsumtif seperti ini jelas akan menimbulkan banyak sampah. Negara akan mengedukasi individu masyarakatnya sesuai syariat islam, untuk tidak menghambur-hamburkan harta melebihi kadar kebutuhan, hidup bersih dan menjaga lingkungan. Dengan kesadaran tersebut maka, individu dan masyarakat tergerak untuk menjaga kebersihan atas dasar dorongan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.
Budaya saling mengingatkan sesama warga, Melakukan gotong royong dalam melakukan pembersihan sampah,melakukan pemilihan dan pengolahan sampah yang dapat di daur ulang, serta selalu menjaga kebersihan saluran-saluran air ditempat tinggalnya.
”Sesungguhnya Allah Ta’ala itu baik (dan) menyukai kebaikan, bersih (dan) menyukai kebersihan, mulia (dan) menyukai kemuliaan, bagus (dan) menyukai kebagusan. Oleh sebab itu, bersihkanlah lingkunganmu.”(HR. Tirmidzi).
Pengelolaan sampah inipun tidak bertumpu pada kesadaran individu dan kebiasaan masyarakat saja. Namun dibutuhkan pula peran negara dalam menyediakan infrastuktur pengelolaan dan dana yang menjadi tanggung jawab negara. Negara akan menyediakan tempat pembuangan yang memadai, sarana pengangkutan yang cukup dan melakukan pengelolaan sampah terbaik bagi masyarakat dengan mendorong para ilmuwan untuk menciptakan teknologi pengelolaan sampah yang ramah lingkungan.
Negara juga dengan ketat akan mengawasi kebersihan sungai dan kanal, dengan memberikan sanksi tegas yang bisa membuat efek jerah bagi siapa yang mencemari sungai, kanal, dan danau.
Negara melarang pembangunan pemukiman di tepi-tepi sungai yang rawan terkena banjir. Dan jika sudah terlanjur dibangun maka negara akan mengalokasikan mereka ketempat yang lebih layak dan aman secara gratis.
Ketika terjadi bencana negata juga cepat tanggap dalam menangani korban-korban bencana alam. Menyediakan tenda, makanan, pakaian, dan pengobatan yang layak. Dan memastikan betul mereka mendapatkan pelayanan yang baik selama dalam pengungsian. Dan memberikan dorongan moril dengan menghadirkan halim ulama untuk memulihkan kondisi psikis mereka sekaligus menguatkan keimanan mereka agar tetap tabah, sabar, dan tawakal sepenuhnya kepada Allah swt.
Demikianlah langkah-langkah penanganan bencana alam dalam Islam. Semua hanya bisa terlaksana bila konsep ini diterapkan dalam naungan institusi Islam pula.
Wallahu’alam bishshawab.
Tags
Opini