Oleh : Bunda Twins
Kasus pembuatan video vulgar bersama anak kandung marak akhir-akhir ini. Sejauh ini, total ada dua ibu muda yang ditetapkan sebagai tersangka. Adapun, mereka adalah AK (26) dan R (22).
Kepada polisi, mereka mengaku nekat melakukan hal itu karena terpedaya iming-iming dari teman Facebook.
Setelah videonya viral di media sosial, sang ibu pun menyerahkan diri ke polisi. Tersangka R dijerat dengan pasal berlapis atas perbuatannya, yaitu Pasal 45 ayat (1) jo Pasal 27 ayat (1) UU 1/2024 tentang Perubahan Kedua UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik; UU Pornografi, yaitu Pasal 29 jo Pasal 4 ayat (1) UU 44/2008; serta Pasal 76 UU 35/2014 tentang Perubahan UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak.
"Himbauan untuk masyarakat agar tidak terjadi lagi kejadian serupa, agar berhati-hati dan waspada, serta jangan mudah percaya, tergiur dan terjebak oleh janji-janji manis ataupun iming-iming diberikan uang dalam jumlah besar, namun harus melakukan sesuatu perbuatan yang bertentangan dengan norma hukum, agama, dan sosial di masyarakat," kata Ade Safri dalam keterangannya, Minggu (9/6/2024). _Liputan6.Com_
_ _
Kapitalis Menggerus Fitrah Ibu.
_ _
Fakta menyesakkan ini bukan sekali terjadi. Kasus orang tua mencabuli anak sendiri makin banyak. Orang tua yang seharusnya menjadi tempat berlindung paling aman dan nyaman, justru terlibat dalam kejahatan seksual. Ada ibu mencabuli anaknya, ada bapak merudapaksa anak perempuannya, ada anak mencabuli ibunya, dan masih banyak kasus lainnya.
Kasus ini harus menjadi perhatian bagi pelakunya, keluarganya, lingkungan tempat tinggalnya dan pemerintah tentunya. Karena kita harus sadar saat sistem kapitalis dengan pemahaman sekuler liberal yang melahirkan kebebasan berprilaku, masyarakat harus menanggung semua urusan hidup sendiri dan segala resikonya.
Begitu juga yang terjadi pada ibu R yang melakukan perbuatan asusila pelecehan seksual pada anaknya tidak terlepas dari faktor :
Pertama, faktor ekonomi. Dalam pengakuannya, R mengaku tergoda melakukan aksi pencabulan kepada anaknya sendiri karena tergiur tawaran uang Rp15 juta. Meski alasan ekonomi, perbuatan R tetap tidak dibenarkan dan haram dilakukan. Dampak buruk akibat perbuatan tersebut jelas akan berpengaruh pada perkembangan mental anak dan kepribadiannya. Hal ini juga makin menegaskan bahwa impitan ekonomi bisa membuat siapa pun gelap mata, tidak terkecuali seorang ibu.
Kedua, faktor lingkungan dan sosial masyarakat. Tidak bisa kita mungkiri, sistem kehidupan sekuler telah mendegradasi keimanan individu secara drastis. Hari ini kehidupan masyarakat semakin jauh dari nilai-nilai Islam. Tontonan, tayangan, film, konten berbau sensual dan tidak senonoh, lebih banyak menghiasi layar HP dan media sosial. Jika hal ini terus dibiarkan, generasi kita akan terancam dan malapetaka rusaknya moral generasi tidak terelakkan.
Walhasil, generasi makin liar akibat gaya hidup sekuler liberal yang dijajakan melalui tontonan. Perbuatan R bisa jadi adalah hasil kesalahan pola asuh dalam mendidik generasi. Secara fitrah, seharusnya seorang ibu memiliki naluri keibuan dan kasih sayang yang sangat besar terhadap anak. Namun, kehidupan sekuler bisa mengikis habis naluri tersebut.
Ketiga, kesiapan fisik, psikis, dan ilmu sangat dibutuhkan dalam membina rumah tangga. Menikah bukan sekadar bicara cinta dan kesiapan lahiriah, tetapi yang lebih penting adalah kesiapan ilmu yang terbangun saat pernikahan itu terjadi, seperti hak dan kewajiban suami/istri dalam rumah tangga, komunikasi dengan pasangan, pola pendidikan dan pengasuhan anak, kepemimpinan ayah, serta peran vital ibu sebagai madrasah pertama bagi anak.
Juga hubungan anak, menantu, dan mertua; pengelolaan keuangan rumah tangga; dan segala hubungan yang terbentuk setelah pernikahan. Ini semua membutuhkan kematangan berpikir dan kedewasaan sikap dengan pemahaman Islam yang benar bagi laki-laki dan perempuan yang ingin membina rumah tangga.
Pertanyaannya, apakah dalam sistem sosial sekuler saat ini dapat membenahi pola pikir dan pola sikap individu yang minim edukasi, literasi, dan tsaqafah Islam seputar rumah tangga? Menikah muda memang tidak salah. Yang salah adalah menikah muda tanpa kesiapan ilmu dalam rumah tangga. Alhasil, ilmu seputar pernikahan dan rumah tangga harus dimiliki sebagai bekal dalam membina rumah tangga sakinah, mawadah, dan penuh rahmat.
Ibu R adalah contoh ibu muda yang minim edukasi dan ilmu dalam berumah tangga sehingga mengalami kebimbangan dalam memainkan perannya sebagai seorang istri dan ibu. Ibu R juga merupakan contoh kecil betapa seharusnya pendidikan pranikah harus dimiliki bagi calon ibu.
Melihat faktor yang menjadi penyebab di atas dapat kita pahami merebaknya kasus asusila terhadap anak sejatinya karena tidak adanya perlindungan berlapis untuk anak. Hal ini disebabkan oleh tereduksinya pemahaman tentang kewajiban negara, masyarakat, dan keluarga, serta tidak diberlakukannya aturan baku di tengah-tengah masyarakat.
Inilah akibat kegagalan sistem menyolusi berbagai persoalan karena kesalahan merumuskan akar masalah. Maraknya kasus asusila pada anak adalah buah penerapan sistem sekuler liberal. Keimanan terkikis, peran agama makin terpinggirkan, dan sanksi hukum yang tidak memberikan efek jera menjadikan kejahatan seksual makin beragam.
Akibat sekularisme, kaum muslim kehilangan gambaran nyata tentang kehidupan Islam yang sesungguhnya. Islam hanya terbatas pada ibadah ritual. Aturan Islam tergantikan dengan hukum sekuler buatan manusia. Aturan inilah yang mendominasi tata pergaulan sosial di masyarakat, padahal Islam sudah memiliki solusi tepat dalam mengatasi maraknya perbuatan asusila dan pelecehan seksual.
--
Solusi Islam
--
Islam memiliki sejumlah perlindungan berlapis dalam mengatasi kejahatan seksual.
Di antaranya pertama, lapisan preventif, yaitu pencegahan. Islam mengatur secara terperinci batasan-batasan pergaulan antara laki-laki dan perempuan, yakni (1) mewajibkan perempuan menutup aurat dengan berhijab syar’i (kewajiban berjilbab dan berkerudung di ruang publik); (2) kewajiban menundukkan pandangan bagi laki-laki dan perempuan; (3) karangan berkhalwat, tabaruj (berhias di hadapan nonmahram), dan berzina; (4) memerintahkan perempuan didampingi mahram saat melakukan safar (perjalanan lebih dari sehari semalam) dalam rangka menjaga kehormatannya; dan (5) memerintahkan untuk memisahkan tempat tidur anak.
Kedua, lapisan kuratif, yaitu penanganan. Dalam hal ini, penegakan sistem sanksi Islam wajib terlaksana. Terdapat dua fungsi hukum Islam, yakni sebagai zawajir (memberikan efek jera) dan jawabir (penebus dosa) bagi pelaku tindak kejahatan. Ketika hukum Allah berjalan, tidak ada istilah tawar-menawar bagi manusia untuk menangguhkan hukuman tersebut. Hukum Islam sangat adil memberi ganjaran dan balasan pada pelaku maksiat.
Ketiga, lapisan edukatif, yaitu pendidikan dan pembinaan melalui sistem pendidikan dengan kurikulum berbasis akidah Islam. Individu dan masyarakat akan terbina dengan Islam. Syariat Islam sebagai standar perbuatan. Pendidikan Islam juga akan membentuk kepribadian Islam pada generasi. Alhasil, mereka menjadi generasi yang imannya kuat, pemikirannya matang, dan cakap akan ilmu dan amalnya. Laki-laki akan terdidik sebagai pemimpin masa depan dan calon kepala rumah tangga yang bertanggung jawab. Sementara itu, perempuan akan terdidik sebagai calon ibu yang memahami peran domestik dan publik.
Keempat, peran negara. Semua lapisan tersebut tidak akan bisa berjalan tanpa peran negara. Negaralah pihak yang paling bertanggung jawab melaksanakan dan mewujudkan perlindungan dan keamanan bagi rakyat. Sistem pendidikan dan tata pergaulan Islam tidak bisa terlaksana tanpa kehadiran negara sebagai pelaksana dan penerap syariat secara kafah.
Negara bisa melakukan kontrol terhadap media serta propaganda yang mengajak pada kemaksiatan. Sudah menjadi tugas negara untuk menjaga generasi agar berkepribadian Islam serta mencegah mereka melakukan kemaksiatan, baik dalam skala individu maupun komunitas.
Demikianlah, Islam memiliki paket lengkap dalam menyiapkan generasi cerdas, keluarga bertakwa, masyarakat terbina, dan negara yang me-riayah. Semua ini hanya bisa terwujud dalam penerapan syariat Islam secara kafah dalam bingkai Khilafah.
Wallahu 'alam bish-shawab
Tags
Opini