Oleh : Ammelia Sobihatul Ahmar
Lagi dan lagi! Kasus kekerasan terhadap anak kembali terjadi, kini memimpa siswi SD berusia 13 tahun di Baubau, Sulawesi Utara yang dicabuli 26 orang. Mirisnya, tersangka dalam kasus pencabulan ini rata-rata anak di bawah umur alias masih berstatus pelajar.
Tak hanya itu, kisah tragis yang menimpa anak berusia 13 tahun yang tewas diduga korban penganiayaan oknum polisi di Kuranji, Sumatera Barat.
Cukup memprihatinkan, kasus kekerasan terhadap anak semakin meningkat. Menurut Unit Pelaksana Teknis Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) dan Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAID) Kota Bogor menyebut 47 kasus kekerasan terlaporkan sejak awal 2024. Kasus kekerasan yang ditangani dua lembaga tersebut didominasi kasus kekerasan seksual terhadap anak.
Kasus kasus tersebut menambah daftar panjang kekerasan pada anak , yang sangat memperihatinkan di Indonesia . Jenis kekerasan yang paling sering dialami anak anak adalah kekerasan sexsual , kekerasan fisik dan psikis . Kondisi inilah bukti negara telah gagal memberi jaminan perlindungan terhadap anak.
Anak menjadi korban kekerasan di lingkungan masyarakat, sekolah, bahkan keluarga. Pelakunya bisa orang dewasa termasuk orangtua dan guru, teman sebaya, bahkan aparat. Sistem Pendidikan gagal melahirkan individu yang berakhlak mulia.
Sistem negara hari ini sejatinya telah menjadi sumber kekerasan sebenarnya, karena menerapkan aturan yang memberi celah lebar bagi terjadinya kekerasan terhadap anak. Bahkan sistem sanksi pun tak mampu mencegahnya.
Keberadaan Kementerian khusus pun dengan segala programnya, nyatanya belum mampu mewujudkan perllindungan anak. Semua karena dilandaskan pada paradigma sekuler kapitalisme, sehingga memandang anak pun dengan pandangan tersebut.
Khilafah punya sistem perlindungan anak dengan tegaknya 3 pilar, adanya keimanan dan ketakwaan individu, kontrol Masyarakat dengan amar makruf nahi munkar dan penerapan aturan oleh negara
Dengan penerapan semua aturan Islam dalam semua bidang kehidupan, perlindungan terhadap anak akan dapat diwujudkan.
Peran orang tua dalam pengasuhan anak adalah benteng utama. Meskipun adakalanya sebagai orang tua harus menjalani peran pengasuhan sambil berhadapan dengan kondisi tidak ideal, seperti kesulitan ekonomi, menjadi orangtua tunggal, ataupun hubungan jarak jauh.
Di tengah kondisi seperti ini, orang tua penting untuk memahami dasar pengasuhan, diantaranya :
1. Mulai Dari Perbaikan Diri
Pemahaman yang benar tentang ilmu pengasuhan atau parenting. parenting bukanlah tentang bagaimana anak kita menjadi pribadi yang saleh, pintar, atau mulia, namun fokus utamanya adalah bagaimana memperbaiki diri kita terlebih dahulu sebagai orangtua. pengasuhan kita terhadap anak dan keluarga akan menjadi salah satu hal yang akan diperhitungkan di akhirat nanti, sebagaimana dijelaskan dalam hadis:
وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ
Seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya. (H.R. Bukhari: 4789)
Oleh karena itu, untuk menjadi orangtua yang baik diawali dengan perbaikan diri, termasuk dengan berdoa kepada Allah untuk kebaikan diri kita di dunia dan akhirat.
2. Jadilah Orangtua Cerdas, Bukan Orangtua Super
Menjadi orangtua cerdas kita harus bisa berpikir strategis di tengah situasi rumah tangga yang tidak ideal seperti kesulitan ekonomi, hubungan jarak jauh, menjadi orangtua tunggal, atau konflik dengan pasangan. Meski begitu, kita masih dapat memaksimalkan apa yang menjadi tanggung jawab kita.
“Apa kuncinya? Kuncinya adalah dengan terus mengupgrade ilmu.
3. Tanamkan Persepsi,
Menanamkan persepsi memiliki pengaruh yang cukup besar dalam menjadi orangtua. Sebagian besar anak yang mengalami penyimpangan berawal dari persepsi terhadap orang tuanya sebagai figur buruk, jahat, dan menyebalkan .
“Selain itu, penting bagi orangtua untuk memiliki quality time bersama anak agar mereka selalu mengingat masa-masa indah bersama orangtua,Peran pengasuhan akan tetap berjalan walaupun orangtua bercerai"
Memberikan dukungan dalam empat momen krusial anak, yaitu ketika anak sedih, ketika anak sakit, ketika anak unjuk prestasi, dan ketika anak sedang unjuk kemampuan atau pentas.
Dengan menjalankan peran orang tua untuk memberikan pendidikan dan pengasuhan terhadap anak, maka keluarga telah menjadi benteng utama perlindungan bagi anak.
Tags
Opini