Kesuksesan Ibadah Haji Dalam Kepemimpinan Sistem Khilafah




Oleh : Maulli Azzura

Ibadah Haji salah satu rukun Islam yang ke lima. Setiap tahunnya dari berbagai negara melakukan ibadah ini bagi mereka yang mampu secara finansial. Tak terkecuali di Indonesia, setiap tahunnya mengirimkan para calon haji. Namun tak sedikit pula mereka menemui hambatan dalam ibadahnya. Administrasi negara yang semakin hari semakin naik, membuat para calon haji harus mengocek uang lebih untuk melunasinya. Belum lagi ketika kedatangan ditanah suci tersebut, masih banyak penanganan-penanganan yang semrawut.

Dilansir dari laman resmi Kementerian Agama (Kemenag) RI, kuota haji Indonesia 2024 merupakan kuota yang terbesar sepanjang sejarah penyelenggaraan ibadah haji dengan jumlah 241 ribu jemaah. Dengan rincian, jumlah kuota reguler sebanyak 213.320 jemaah haji reguler dan 27.680 jemaah haji khusus.

Jumlah kuota haji di setiap negara berbeda-beda. Kuota haji tersebut ditentukan oleh Pemerintah Arab Saudi setiap tahunnya. Pada tahun ini, ada beberapa negara yang mendapatkan kuota haji terbesar di dunia. Untuk menghindari penumpukan jemaah, pemerintah Arab Saudi pun menerapkan kebijakan kuota jemaah haji bagi setiap negara setiap tahunnya. Lantas, negara mana saja yang memiliki kuota haji terbesar di 2024? Berikut daftarnya. (CNBCindonesia.com 16/06/2024)

Penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024 bersejarah bagi Indonesia karena mendapat kuota dalam jumlah lebih besar dari tahun sebelumnya. Tapi kabar gembira itu ternyata belum selaras dengan layanan yang diterima jemaah haji Indonesia di tanah suci, baik Mekkah dan Madinah. Jemaah haji di Indonesia menghadapi berbagai tantangan salah satunya tenda yang kelebihan kapasitas tampung. Sehingga jemaah tidak bisa beristirahat dengan nyaman di tenda tersebut.

Miris, ketika kewajiban haji yang berada pada pundak setiap musim yang mampu menunaikannya, tapi karena ada halangan visa ,kuota haji yang saat ini mencapai 20.000 ( benarkah dipakai secara optimal atau dimainkan oleh oknum) sehingga yang harusnya mendapatkan kuota tersebut jadi tertunda atau bahkan tidak terlaksana sama sekali. Juga masalah maskapai penerbangan yang saat ini hanya ada dua maskapai ( Garuda air line dan Saudi Arabia ) sehingga sering terjadi keterlambatan. Masalah lain juga terkait catering yang memang belum bisa disebut layak.

Bagi setiap Muslim yang memenuhi syarat dan berkemampuan untuk menunaikannya, maka kewajiban haji tersebut telah jatuh kepadanya, saat itu juga dia wajib berazam untuk menunaikan haji. Jika karena satu dan lain hal dia tidak bisa menunaikannya, kemudian meninggal sebelum sempat menunaikanya, maka dia dinyatakan tidak berdosa, karena telah berazam saat kewajiban tersebut jatuh kepadanya. Namun, jika dia mempunyai ghalabatud dzan (dugaan kuat) bahwa kemampuannya akan hilang, sebelum menunaikan haji, maka dia tidak boleh menangguhkan hajinya. Sebaliknya, wajib menunaikan haji saat itu juga. Jika tidak, maka dia berdosa. (Lihat, al-‘Allamah Syekh Taqiyuddin an-Nabhani, as-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, Juz III/41; Ibn Qudamah, al-Mughni, hal. 660).

Banyaknya permasalahan di dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan ibadah haji di negeri ini, harusnya disikapi secara serius, sehingga kejadian tersebut tidak terulang setiap tahunnya. Dal hal ini, Islam telah mencontohkan bagaimana pelaksanaan haji secara benar. Rasulullah Saw adalah wujud nyata dari visi. Sehingga dari Beliaulah para Khulafaur rasyidin hingga sampai Khalifah terakhir mengajarkan tata cara pelaksanaan haji dengan benar.

Contoh yang patut ditiru oleh para penguasa saat ini seperti halnya ketika Khilafah ‘Utsmani   menanggung seluruh biaya haji. Urusan tersebut biasanya diserahkan kepada salah seorang pejabat negara yang senior. Amir Haji yang ditunjuk Khilafah ini dipersiapkan untuk berangkat dengan rombongan haji, tepatnya tiga bulan sebelum musim haji.

Dia mengumpulkan dana yang dibutuhkan, mengatur seluruh perjalanan demi menjamin keamanan dan kenyamanan para jamaah haji, serta mengurus mereka dengan sebaik-baiknya. Pejabat senior itu ditempatkan di beberapa penjuru wilayah Khilafah. Mereka menyandang gelar atau julukan, agar mereka mengerti betapa urgen jabatan dan nilainya Rukun Haji ini.

Khilafah Utsmani membuat beberapa kelompok yang bertugas untuk mensukseskan ibadah haji, diantaranaya seperti :

1- Suqat [pemberi minuman]: Mereka membawa qirbah, untuk membawa air dari sumur dan kolam kepada para jamaah haji.

2- Barrak [penyedia transportasi] Barrak adalah penyedia tunggangan, yang akan membawa para jamaah haji, terdiri dari Baghal [keledai] dan Birdzun [sejenis kuda dan keledai].

3- Ukkamah [penyedia transport], bedanya mereka ini adalah para pemilik unta dan tandu yang juga akan membawa para jamaah haji.

4- Ashab Masya’il [pembawa obor] mereka ini adalah pembawa lentera dan obor yang diisi minyak.

5- Ashab Khiyam [pengurus tenda] mereka ini menyediakan dan mengurus tenda untuk istirahat dan berteduh para jamaah.

Para pemangku tugas inilah bertanggung jawab atas amanah yang diberi oleh Khalifah. Sehingga setiap tugas yang diembannya dilaksanakan penuh tanggung jawab atas keselamatan, keamanan dan kekhusyukan para jamaah.

Setiap individu terlahir dari kesadaran pemikiran yang benar [taat syariat]. Sehingga tidak ada kesalahan sedikitpun dalam penyelenggaraannya. Namun tampaknya apa yang tergambar dalam teknis tersebut belum bisa terwujud di era sekarang. Sistem yang terlahir dari mabda' yang salah [Sekuleris kapitalis], telah membuat pelaksanaan haji di negeri ini akan memicu berbagai persoalan. Masalah finansial yang tidak amanah (kepentingan bisnis) terlihat jelas dengan mahalnya pembiayaan seseorang untuk menunaikan rukun Islam yang ke-5 tersebut. Belum lagi penanganan lainnya yang memang telah menjadi ladang bisnis mereka, akan semakin menjadi runyam.

Tidak seharusnya negara dengan jumlah Umat Islam yang banyak bahkan calon haji yang setiap tahunnya melonjak, dijadikan lahan bisnis, terlebih itu adalah ibadah. Tentunya permasalahan diatas hanya bisa terurai dan terselesaikan dengan benar tatkata penguasa menempatkan ketaatan pada Allah dan Rasulnya diatas segala-galanya. Artinya menempatkan Islam sebagai pondasi kenegaraan, sehingga dalam pelaksanaannya akan sesuai dengan tolok ukur yang benar. 

wallahu a'lam Bishowab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak