Oleh: Hamsina Ummu Ghaziyah
(Pegiat Literasi)
Judi merupakan aktivitas haram yang memang sangat menjanjikan. Namun, disadari, itulah awal dari sebuah kehancuran baik bagi diri sendiri maupun keluarga.
Fenomena judi sudah ada sejak jaman dahulu. Hanya saja, seiring dengan kemajuan teknologi perjudian mulai merambat ke dunia digital yang saat ini dikenal sebagai judi online. Aktivitas judi online tidak hanya menyasar orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Mirisnya lagi, aktivitas judi online saat ini marak menyasar lembaga pendidikan. Kok,bisa?
Ada beberapa faktor yang memungkinkan mengapa sekelas lembaga pendidikan di Indonesia bisa terpapar judi online. Salah satunya adanya kemudahan bagi generasi saat ini dalam mengakses berbagai informasi, di antaranya judi online. Tampilan situs judi online yang dikemas semenarik mungkin dengan tujuan menarik perhatian para penikmat dunia digital yang senantiasa berselancar di paltform-platform sekalipun itu ilegal. Maka, tak heran mengapa banyak pelajar yang terjerat judi online hingga memiliki utang ratusan juta.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Ari Setiadi membenarkan hal tersebut. Usai Rapat Terbatas mengenai satgas judi online di Istana Kepresidenan, Budi Ari Setiadi mengungkapkan, ada belasan konten phising berkedok judi online menyusup lembaga pendidikan dan pemerintahan. Pada temuannya, sekiranya terdapat 18. 823 temuan konten judi online menyasar lembaga pendidikan dan 17.001 temuan konten menyusup ke lembaga pemerintahan. (Cnnindonesia.com,23-5-2024)
Parah! Kehidupan remaja benar-benar dirusak oleh sistem kapitalisme. Wajar saja generasi muda kita saat ini uring-uringan dan lebih monoton terhadap perkara-perkara kemaksiatan. Halal dan haram pun tidak lagi dipersoalkan, yang terpenting bagi mereka adalah kepuasan jasadiyah.
Untuk meminimalisir platform-platform digital yang memuat konten judi online tersebut, Menkominfo telah melakukan upaya pencegahan dan pemblokiran sepanjang 17 Juli 2023 hingga 21 Mei 2024 setidaknya ada 1.904. 246 konten judi online. Serta pengawasan dari platform digital 20.241 keyword judi yang berubah di google dan 2.637 di platform digital Meta. Selain itu, pihak Jasa Otoritas Keuangan juga melakukan pemblokiran 5.346 rekening yang terafiliasi judi online, dan 555 e-wallet yang diajukan ke Bank Indonesia untuk ditutup.
Tak hanya itu, Menkominfo juga memberi peringatan keras kepada penyelenggara platform digital di Indonesia seperti X, Telegram, Google, Meta, dan Tiktok yang tidak memberantas judi online. Bahkan, pemerintah secara tegas memberi denda bagi setiap platform digital yang masih menyelenggarakan judi online di paltform digital mereka sebesar 500 juta rupiah. (Cnnindonesia.com,24-5-2024)
Sungguh miris, meskipun pemerintah telah berdalih memblokir berbagai situs judi online sejak jauh-jauh hari, nyatanya hingga saat ini situs-situs haram tersebut masih marak di berbagai platform digital. Ini tentu menjadi pertanyaan besar, mengapa demikian?
Alasan pertama karena adanya dukungan sistem kapitalisme sekular yang mendorong dan membiarkan para pengusaha judi online maupun offline ini berkuasa. Sementara, negara memfasilitasi hal tersebut. Ibarat kata, siapa yang berkuasa dan memiliki uang, dialah yang mengendalikan segalanya.
Di sisi lain, para penikmat judi online baik orang dewasa, remaja, maupun anak-anak yang menjadi sasaran judi online dan perkara-perkara haram lainnya, telah menjauhkan mereka dari aturan Islam. Hal ini diakibatkan karena lemahnya keimanan mereka.
Kedua, pemberian sanksi hukum yang tidak memberi efek jera. Buktinya, sanksi atau hukuman yang diberikan saat ini masih memberikan ruang bagi para pengusaha judi online untuk terus membuka situs-situs haram tersebut.
Kenyataan yang sungguh memilukan ini tentunya akan sangat mengancam kehidupan generasi. Bagaimana tidak, industri perjudian online dipasarkan sedemikian menariknya hingga mampu menjerat dunia pendidikan. Berbagai iklan serta bonus-bonus bertajuk judi online yang dikemas semenarik mungkin mampu menarik perhatian bahkan kaum terpelajar sekalipun, sehingga mereka terjerumus dalam berbagai perkara yang melanggar hukum agama dan negara.
Hal ini tentu sangat mengkhawatirkan. Pasalnya, pelajar yang sudah kecanduan judi online jiwanya akan menjadi uring-uringan, gampang emosi, produktivitas belajarnya menurun, boros, stres, dan tidak menutup kemungkinan akan mengalami depresi. Untuk mencegah hal tersebut, negara sebagai regulator wajib mencegah dan bertindak secara tegas dalam memberantas maraknya judi online yang mengintai kehidupan generasi muda saat ini.
Negara tidak boleh setengah-setengah dalam mengatasi permasalahan tersebut, apalagi menyangkut kehidupan generasi muda di masa depan. Terkait penanganan judi offline, pemerintah wajib mencabut izin usaha mereka dan memberi sanksi tegas jika pelaku usaha judi ini tetap memasarkan produk mereka, tanpa memandang keuntungan lewat jalur pajak. Karena bagaimana pun, judi online maupun offline adalah masalah serius dan meresahkan di tengah masyarakat. Sehingga, wajib ditangani dengan serius. Lantas, bagaimana cara Islam mengatasi maraknya judi online?
Di dalam Islam, perkara judi merupakan aktivitas haram dan termasuk dalam perbuatan setan. Sebagaimana dalam firman Allah Swt. yang artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung". (QS al-Maidah: 90)
Aktivitas judi tidak hanya merusak tatanan kehidupan masyarakat, namun juga individu dan keluarga. Maka dalam sistem Islam, judi akan diberantas oleh Khilafah hingga ke akar-akarnya dengan memberlakukan sistem sanksi tegas sesuai dengan syariat Islam.
Pemberantasan judi tidak hanya menyasar pelakunya saja tetapi juga para pemilik usaha hingga para bandar judi. Pemberantasan judi yang dilakukan oleh negara Khilafah di antaranya dengan menutup seluruh akses perjudian baik online maupun offline. Negara Khilafah tidak akan memberi celah bagi para pengusaha maupun para bandar untuk memasarkan produk mereka di berbagai platform digital maupun secara offline. Dan bagi mereka yang secara sengaja tetap memasarkan produk judi tersebut, maka negara Khilafah akan memberlakukan sistem sanksi (uqubat) kepada pelaku. Adapun sanksi hukum yang diberikan oleh negara Khilafah berupa ta'zir, yaitu sanksi atau hukuman yang hukumannya ditetapkan oleh Khalifah atau qadhi (hakim).
Syaikh Abdurrahman Al Maliki dalam kitab " Nizam al-'uqubat fil Al Islam" menjelaskan bahwa Kholifah atau qadhi memiliki wewenang dalam menetapkan kadar ta'zir ini. Karenanya, setiap pelaku, bandar maupun pelaku usaha judi ini layak diberi hukuman berupa hukum cambuk, penjara, bahkan hukuman mati, tergantung kadar kejahatannya.
Di samping itu, negara Khilafah juga akan membentengi keluarga muslim dari perkara-perkara haram. Misalnya, dengan melibatkan peran keluarga, dimana anak-anak wajib mendapatkan pendidikan aqidah lewat orang tua mereka. Maka wajib pula bagi orang tua dalam mempelajari ilmu Islam agar mampu mendidik anak-anak mereka untuk menjadi generasi tangguh yang berkepribadian Islam yang terikat dengan syariat Islam.
Selanjutnya, peran masyarakat dalam amar Ma'aruf nahi munkar akan berjalan. Masyarakat yang sadar, yang menjaga akidahnya serta takut kepada Allah Swt. tidak akan segan-segan melaporkan setiap tindak kejahatan kepada negara. Dengan begitu, akan tercipta masyarakat yang Islami, berkepribadian Islam, serta memiliki kontrol dalam setiap aktivitasnya sesuai dengan syariat Islam.
Selain dalam menjaga aqidah umat dengan memberantas kejahatan, negara juga wajib memenuhi kebutuhan pokok masyarakat. Di antaranya, menjamin pendidikan yang layak dan berkualitas melalui penerapan sistem pendidikan Islam. Dengan begitu, negara akan mampu menjaga akidah generasi, menjadikan mereka generasi Ulul Albab yang berkepribadian Islam serta menjadi pemimpin peradaban.
Kemudian, negara juga wajib menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat yang menganggur agar tidak ada lagi alasan bagi mereka untuk melakukan aktivitas judi sebagai jalan untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka. Karena banyak fakta di lapangan, mereka yang terlibat perjudian dikarenakan permasalahan ekonomi. Karena permasalahan ekonomi inilah, banyak masyarakat menjadikan perjudian sebagai jalan untuk mendapatkan rezeki.
Demikianlah, bagaimana Islam memberantas perjudian, dalam hal ini dibutuhkannya peran keluarga, masyarakat, dan negara yang saling bersinergi. Penerapan ini tentunya membutuhkan sistem yang kuat dan institusi yang menaunginya. Sistem tersebut tak lain adalah Islam yang tak hanya sekedar sebuah agama spritual tetapi juga sebagai ideologi yang menaungi Khilafah .
Wallahu A'lam Bishshawab.