Oleh Nasri Vera, ST
Aktivis Dakwah Islam kaffah
Pesta demokrasi telah usai, pemenang dari kompetisi pemilihan presiden sudah dapat dipastikan Bapak Prabowo Subianto. Kemenangan presiden terpilih tidak lepas dari Tim kerja yang solid untuk menyukseskan kemenangan calon yang diusung. Kerja keras mereka tentu bukan tanpa sebab. Jabatan dan kekuasaan menjadi iming-iming atau janji sebagai ucapan terima kasih.
Bagi-bagi jatah kursi komisaris di BUMN bagi pendukung Prabowo akhir-akhir ini menuai reaksi publik. Mantan Wakil Ketua Dewan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie diangkat menjadi Komisaris Mining Industry Indonesia (MIND ID). Selain Grace, Fuad Bawazier, seorang politikus Partai Gerindra, juga menduduki jabatan komisaris utama. Dikutip dari https://www.voaindonesia.com
Fenomena bagi-bagi kekuasaan di lingkungan tim sukses dan orang dekat untuk menjadi komisaris atau jabatan empuk lainnya bukanlah kali ini saja terjadi. Praktek ini sudah terjadi sejak masa era orde baru Presiden Suharto, bagi-bagi kekuasaan di kabinet Pembangunan. Hingga pemerintahan Presiden Jokowi.
Menurut sistem demokrasi kedaulatan ditangan rakyat, hal ini akan memberikan peluang aturan dibuat dan diputuskan manusia. Sudah menjadi tabiat manusia akan berpikir kepentingan pribadi dan keuntungan pribadinya. Penempatan jabatan sebagai ucapan terima kasih dibuat sesuai dengan kepentingan sang penguasa agar kedudukannaya aman dan nyaman. Penunjukan dan penempatan seseorang untuk menduduki kursi jabatan tanpa ada pertimbangan kemampuan dan kelayakan seseorang untuk menjalankan amanah dari jabatan tersebut.
Menurut Syekh Taqiyuddin an-Nabhani nenyatakan bahwa Kekuatan (al-quwwah), amanah (al-amanah), ketakwaan (at-taqwa ) dan lembut terhadap rakyat ( Al rifq Bi ar ra'iyayah) merupakan kriteria pemimpin dan pejabat negara. Pejabat negara juga harus memiliki kekuatan aqliyah (pemikiran) yang memadai yaitu kecerdasan dalam pengambilan keputusan yang akan menjadi solusi yang menyelesaikan permasalahan warga. Serta nafsiah (sikap) yang baik yaitu kesabaran tidak emosional menghadapi warga yang tidak sesuai atau sependapat dengannya ataupun tidak tergesa-gesa mengambil keputusan. Sehingga seorang pemimpin akan menjadikannya mampu memutuskan kebijakan yang tepat sesuai syariat Islam. Kebijakan-kebijakan cerdas dan bijaksana akan terlahir dari seorang pemimpin yang memiliki kriteria tersebut.
Ini semua akan menjadikannya mampu memutuskan kebijakan yang tepat dan sejalan dengan syariat Islam, mampu melahirkan kebijakan-kebijakan cerdas dan bijaksana yang mampu melindungi dan menyejahterakan rakyatnya.
Pemimpin yang bertakwa akan senantiasa berhati-hati dalam mengatur dan mengurus urusan rakyatnya. Pemimpin yang bertakwa akan mematuhi aturan Allah SWT, Senantiasa berjalan lurus berupaya dengan optimal agar sesuai dengan syariat Islam. Pemimpin yang bertakwa menyadari kepimpinan yang diembannya akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat, atas amanah kepemimpinannya itu. Sebagaimana hadits Rasulullah saw.,
“Imam adalah raa’in (gembala) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR Bukhari).
Kepemimpinan dalam Islam dipahami sebagai tanggung jawab dunia dan akhirat. Memilki makna bahwa seorang penguasa atau pemimpin di dunia ini bertanggung jawab atas nasib rakyatnya. Pemimpin wajib menjaga agama rakyatnya supaya tetap dalam Akidah dan ketakwaan kepada Allah SWT. wajib memelihara agar urusan sandang, pangan, dan papan rakyatnya bisa tercukupi.
Demikian juga kebutuhan dalam kehidupan interaksi sosial mereka, seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan, semuanya pun harus terjaga secara pasti.
Tanggung jawab seorang pemimpin untuk mengurus urusan rakyat ini akan dimintai pertanggungjawaban hingga ke akhirat. Rasulullah saw. menegaskan dalam sebuah riwayat hadis, “Tidaklah seorang manusia yang diamanati Allah Swt. untuk mengurus urusan rakyat, lalu mati dalam keadaan ia menipu rakyatnya, melainkan Allah mengharamkan surga baginya.” (HR Bukhari). Semua itu akan dapat kita rasakan dan saksikan dalam sistem Khilafah yang menerapkan syariat Islam secara kaffah dan sempurna.