Ironi, Demokrasi Melanggengkan Politik Dinasti




Oleh : Hasna Hanan

Politik Dinasti disebut oleh mereka para pengamat politik terhadap jalannya roda perubahan sejak pemilu hingga menjelang pilkada yang akan datang. Aroma busuk tercium sangat terasa ketika muncul kebijakan terkait putusan MA tentang ketentuan syarat usia calon kepala daerah.
Dikutip dari laman BBC news Indonesia, MA mengubah ketentuan syarat calon kepala daerah dari yang berusia paling rendah 30 tahun untuk tingkat provinsi dan 25 tahun tingkat kota/kabupaten "terhitung sejak penetapan pasangan calon" pada 22 September 2024 menjadi "terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih" yang kemungkinan akan berlangsung pada awal tahun 2025.

Sementara itu menurut Peneliti politik dari BRIN Aisah Putri Budiarti menyebut terdapat beberapa kecurigaan yang menguatkan dugaan kepentingan politik kelompok-kelompok tertentu dalam putusan MA tentang syarat usia calon kepala daerah.

Pertama, putusan tersebut memberi pintu bagi Kaesang putra Jokowi untuk maju Pilkada, dan itu sejalan dengan MK yang mengubah syarat usia capres dan cawapres sehingga Gibran akhirnya lolos mencalonkan diri.

Kedua, adanya revisi aturan yang terjadi saat proses pilkada tengah berlangsung. Saat ini, penyelenggaran pilkada 2024 telah memasuki tahapan pemenuhan persyaratan dukungan pasangan calon perseorangan hingga Agustus mendatang.

Demokrasi Syarat Kepentingan Politik

Politik dalam demokrasi adalah untuk mencari kekuasaan sebagai alat legitimasi kepentingan politik antara penguasa dan pengusaha semata-mata karena materi, UU dan kebijakan akan tunduk dan patuh dengan siapa yang berkuasa dan kepada kepentingan siapa penguasa ini mengabdi agar kekuasaannya bisa dibagi-bagi termasuk pada keturunan dan juga keluarga serta  orang yang berpengaruh dalam memuluskan politiknya.

Demokrasi akan memiliki pola yang sama, baik itu sejak era Soeharto hingga era Jokowi maka politik dinasti untuk memanfaatkan kekuasaan berada pada keluarga baik itu melalui lembaga seperti MK maupun MA untuk mengesahkannya.

Dari sini tampaklah nyata kebobrokan sistem demokrasi, memandulkan fungsi-fungsi lembaganya, dengan  ketidak berdayaannya telah merusak dan keluar dari tugas konstitusional, menurut politisi PDI Perjuangan Chico Hakim menilai putusan MA menunjukkan bahwa hukum kembali diakali oleh hukum guna mengakomodir pihak tertentu. 

Kekuasaan Adalah Amanah

Islam memandang Kekuasaan adalah Amanah yang akan diminta pertanggungjawaban di akhirat kelak. 

Dalam Islam, seorang khalifah adalah orang yang diberikan amanah untuk mengurusi urusan rakyat dengan dasar syariat Islam. Seorang khalifah dibaiat oleh rakyat, namun tetap harus bertanggungjawab kepada Allah atas kepemimpinannya. Contohlah khalifah Umar bin Khatab yang begitu takut kepada Allah jika sampai menelantarkan rakyatnya. 

Azas demokrasi yang sekuler telah membuat rakyat terlantar oleh orang-orang yang tidak amanah mengurusi rakyat, karena mereka hanya berebut kekuasaan yang syarat kepentingan seperti dinasti sebagai tahta pemuas nafsu duniawi 

Oleh karenanya amanah itu tidak boleh diberikan kepada orang yang tidak punya kapabilitas dalam mengurusi negara. 

“Wahai Abu Dzar, sungguh engkau itu lemah. Sungguh jabatan itu adalah amanah dan pada hari kiamat adalah kehinaan dan penyesalan, kecuali orang yang mengambil amanah itu dengan hak dan menunaikan kewajiban yang dia pikul di dalamnya.” 
(HR Muslim).

Islam tidak memandang umur, selama dia memenuhi syarat-syarat pemilihan yang ditetapkan oleh kholifah, maka Islam  memiliki mekanisme pemilihan kepala daerah, yaitu Khalifah menunjuk orang yang siap menerima amanah sebagai kepala daerah (wali/amil).
Islam juga memiliki syarat tertentu siapa yang layak menjadi kepala daerah.

Wallahu'alam bisshawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak