Idul Adha Berbeda, Di mana Pemimpin Dunia Berada?



Oleh. Lilik Yani

Idul Adha tanggal 10 Dzulhijjah, seharusnya tak boleh berbeda. Haji kesatuan umat sedunia di Mekkah, maka semua umat sedunia harus rela  tunduk dalam aturan pemimpin di mana haji ditunaikan. Mengapa terjadi perbedaan?

Dilansir dari Kompas.com - Mahkamah Agung Arab Saudi mengumumkan bahwa hari ini, Jumat (7/6/2024) menjadi hari pertama bulan Zulhijah 1445 Hijriah. Artinya, hari raya Idul Adha 2024 yang bertepatan dengan 10 Zulhijah di Arab Saudi akan jatuh pada Minggu (16/6/2024).


Republika.co.id, - Pelaksanaan Idul Adha tahun ini  2024/1445 H  akan terjadi perbedaan antara Arab Saudi dan Indonesia. Arab Saudi melaksanakan Idul Adha pada Ahad 16 Dzulhijjah 2024 sementara Indonesia pada Senin 17 Dzulhijjah 2024. 

Mahkamah Agung Arab Saudi pada Kamis (6/6/2024) mengumumkan, awal Dzulhijjah atau 1 Dzulhijjah 1445 H bertepatan dengan Jumat (7/6/2024). Dengan demikian, Idul Adha yang bertepatan dengan 10 Dzulhijah akan bertepatan pada Ahad (16/6/2024).

Mengapa ada Perbedaan Penentuan Idul Adha?

Wakil Menteri Agama Saiful Rahmat Dasuki mengatakan, perbedaan waktu perayaan Hari Raya Idul Adha antara Indonesia dan Arab Saudi tidak menjadi masalah. Saiful mengatakan, Indonesia menetapkan bulan baru hijriah menggunakan kriteria Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia dan Singapura (MABIMS). "Itu bagian dari sebuah proses enggak jadi masalah dan kita tetap pada kriteria MABIMS dan sudah disepakati bahwa tidak hal yang menjadi masalah utama, insya Allah," kata Saiful di Kantor Kementerian Agama, Jakarta Pusat, Jumat (Kompas.com, 7/6/2024). 

Arab Saudi diketahui menetapkan Hari Raya Idul Adha pada 16 Juni 2024, sedangkan Indonesia melalui sidang isbat menetapkan pada 17 Juni 2024.

Dengan ini, Arab Saudi menetapkan Hari Arafah (9 Dzulhijjah 1445 H) akan bertepatan dengan hari Sabtu (15/6/2024) dan Hari Raya Idul Adha pada (10 Zulhijah 1445 H) hari Minggu (16/6/2024). Sementara pemerintah Indonesia menetapkan Hari Raya Idul Adha akan jatuh pada 17 Juni 2024.

Demikian pernyataan seorang pemimpin negeri yang penduduknya dominan muslim ini. Sehingga umat tak berkutik akan mengikuti keputusan pimpinannya tanpa dipikir mendalam akan perbedaan tersebut.

Bukankah seluruh umat sedunia itu tahu, bahwa ibadah haji itu diadakan di tanah suci Mekkah. Semua jamaah rela menunggu antrian panjang untuk bisa menjalankan rukun Islam ke lima tersebut. Mengapa ketika sudah saatnya berangkat dan menunaikan rangkaian ibadah haji ada banyak pemimpin negeri tak mau mengikuti keputusan Amir Mekkah?

Bukankah semua paham kalau haji itu satu. Haji itu di Mekkah, jadi tak ada pilihan harus tunduk patuh pada keputusan sidang isbath yang dilakukan di tempat haji ditunaikan yaitu Mekkah.

Jika kenyataan yang ada adalah dibiarkan perbedaan terjadi. Diberi pemakluman asal terjadi kedamaian antar umat. Tak mau menerima masukan dari yang paham. Lantas siapa yang akan bertanggung jawab ketika Allah meminta pertanggungjawaban?

Penentuan Hari Arafah dan Idul Adha

Khusus untuk Puasa Arafah dan Idul Adha, maka pelaksanaannya tidak boleh seperti puasa Ramadhan dan Idul Fitri, dimana seluruh negeri mengikuti negeri yang terlebih dahulu melihat hilal, namun harus mengikuti wujudul hilal yang berada di kota Makkah, tempat Ka’bah berada, sebab pelaksanaan Puasa Arafah dan Idul Adha ini terkait erat dengan pelaksanaan ibadah haji yang berpusat di tempat tersebut.
(Muhammad Shiddiq Al-Jawi dalam tulisannya berjudul “Penentuan Idul Adha Wajib Berdasarkan Rukyatul Hilal Penduduk Makkah” )

Para ulama mujtahidin telah berbeda pendapat dalam hal mengamalkan satu ru’yat yang sama untuk Idul Fitri. Madzhab Syafi’i menganut ru’yat lokal, yaitu mereka mengamalkan ru’yat masing-masing negeri. Sementara madzhab Hanafi, Maliki, dan Hambali menganut ru’yat global, yakni mengamalkan ru’yat yang sama untuk seluruh kaum Muslim. Artinya, jika ru’yat telah terjadi di suatu bagian bumi, maka ru’yat itu berlaku untuk seluruh kaum Muslim sedunia, meskipun mereka sendiri tidak dapat meru’yat.

Namun, khilafiyah semacam itu tidak ada dalam penentuan Idul Adha. Sesungguhnya ulama seluruh madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali) telah sepakat mengamalkan ru’yat yang sama untuk Idul Adha. Ru’yat yang dimaksud, adalah ru’yatul hilal (pengamatan bulan sabit) untuk menetapkan awal bulan Dzulhijjah, yang dilakukan oleh penduduk Makkah. Ru’yat ini berlaku untuk seluruh dunia.Karena itu, kaum Muslim dalam sejarahnya senantiasa ber idul Adha pada hari yang sama. 

“Rasulullah SAW mengamanatkan kepada kami untuk melaksanakan manasik haji berdasarkan ru’yat. Jika kami tidak berhasil meru’yat tetapi ada dua saksi adil yang berhasil meru’yat, maka kami melaksanakan manasik haji berdasarkan kesaksian keduanya.” (HR Abu Dawud [hadits no 2338)

Hadits ini dengan jelas menunjukkan bahwa penentuan hari Arafah dan hari-hari pelaksanaan manasik haji, telah dilaksanakan pada saat adanya Daulah Islamiyah oleh pihak Wali Makkah. Hal ini berlandaskan perintah Nabi Saw kepada Amir (Wali) Makkah untuk menetapkan hari dimulainya manasik haji berdasarkan ru’yat.

Di samping itu, Rasulullah Saw¹ juga telah menetapkan bahwa pelaksanaan manasik haji (seperti wukuf di Arafah, thawaf ifadlah, bermalam di Muzdalifah, melempar jumrah), harus ditetapkan berdasarkan ru’yat penduduk Makkah sendiri, bukan berdasarkan ru’yat penduduk Madinah, penduduk Najd, atau penduduk negeri-negeri Islam lainnya. Dalam kondisi tiadanya Daulah Islamiyah (Khilafah), penentuan waktu manasik haji tetap menjadi kewenangan pihak yang memerintah Hijaz dari kalangan kaum Muslim, meskipun kekuasaannya sendiri tidak sah menurut syara’. 

Dalam keadaan demikian, kaum Muslim seluruhnya di dunia wajib beridul Adha pada Yaumun nahr (hari penyembelihan kurban), yaitu tatkala para jamaah haji di Makkah sedang menyembelih kurban mereka pada tanggal 10 Dzulhijjah. Dan bukan keesokan harinya (hari pertama dari Hari Tasyriq) seperti di Indonesia.

Ibadat haji berpusat di Ka’bah, Makkah. Jadi, dalam melihat hilal untuk penentuan awal bulan Dzulhijjah, maka kita harus berpedoman terhadap hilal yang berada di Makkah, tempat Ka’bah berada; sebab pelaksanaan Puasa Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah) serta Idul Qurban (tanggal 10 Dzulhijjah) berkaitan erat dengan ritual ibadah haji. 

Allah telah menjadikan Ka'bah, rumah suci itu sebagai pusat (peribadatan dan urusan dunia) bagi manusia, dan (demikian pula) bulan Haram, had-ya, qalaid. (Allah menjadikan yang) demikian itu agar kamu tahu, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan bahwa sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. 5:97)

Perlunya Pemimpin Umat agar Tak Ada Perbedaan

Sudah saatnya umat membutuhkan satu kepemimpinan Islam yang akan menyatukan umat termasuk dalam penentuan hari raya, baik Idul Fitri terlebih Idul Adha di mana sebagai momentum menjalankan rukun iman kelima.

Haji ditunaikan di Mekkah. Kiblat umat Islam ketika beribadah juga sudah dipindah ke Mekkah. Mengapa masih mencari argumen lain yang justru akan membingungkan umat. Demi menjaga keamanan, ketenangan, kesatuan umat, maka harus segera ada pemimpin umat yang bisa menyatukan perbedaan karena memiliki satu tujuan, selamat dunia akhirat demi meraih Rida Allah.

Wallahualam bissawab








Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak