Oleh : Nabila Sinatrya
Menko Polhukam, Hadi Tjahjanto, mengungkapkan transaksi judi online di Indonesia meningkat. Bahkan pada tiga bulan pertama 2024 saja, perputaran uangnya mencapai Rp 100 triliun. Menurut Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), sepanjang tahun 2022-2023 perputaran judi online di Indonesia tembus Rp 517 triliun.
Sebanyak 3,3 juta warga Indonesia bermain judi online, setidaknya 2,1 juta menurut laporan terbaru PPATK adalah ibu rumah tangga dan pelajar dengan penghasilan di bawah Rp100.000. (bbc.com)
Pengamat keamanan siber dari Communication and Information System Security Research Center (CISSReC), Pratama Persadha, mengatakan pemerintah mesti menyeriusi persoalan ini karena target judi online bukan lagi orang dewasa, tapi generasi muda. Indikasi ini dilihat dari beberapa Pro Player dan Streamer Mobile Legends yang melontarkan slogan-slogan Judi Slot.
Data Pengadilan Agama (PA) Bojonegoro menyebutkan angka perceraian di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, mulai Januari hingga pertengahan Mei 2024,tembus 215 kasus perceraian yang disebabkan Judi Online. (viva.co.id/20/05/2024).
Terkait kasus TNI bunuh diri gara-gara terlilit hutang judi online itu mengemuka karena viral di media sosial. Personel kesehatan Satuan Tugas (Satgas) Pengamanan Perbatasan (Pamtas) Mobile RI-PNG Batalyon Infanteri 7 Marinir itu meninggalkan utang sekitar Rp 819 juta sebelum bunuh diri. (inikata.co.id/27/05/2024)
Kasus serupa terjadi di masyarakat yang terjerat tipu daya judi online. Alih-alih kaya dalam waktu singkat, uang raib ditelan bandar judi online. Serta meningkatkan angka kriminalitas sebab pelakunya perlu uang secara instan, bisa dengan mencuri, merampok, menjual narkoba, dan sejenisnya.
Fenomena ini semakin menjamur yang menunjukkan kelemahan iman kalangan masyarakat, sebagaimana firman Allah swt dalam al-Maidah: 90 “Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan.”
Sayangnya keharaman ini hanya sebatas pengetahuan tidak sampai pada pemahaman. Hal ini karena tidak difungsikannya akal, apalagi judi dengan teknologi itu makin tumpul akalnya, yang berharap bisa meningkatkan penghasilan tanpa perlu kerja keras dan modal besar. Bagi segelintir orang, judi online menjadi “harapan” di tengah kemudahan akses yang hanya membutuhkan smartphone dan internet, juga situasi perekonomian yang sulit.
Presiden Jokowi dan para menteri membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Judi Online yang dianggap sebagai salah satu langkah tegas dalam memberantas praktik judi daring.
Faktanya judi online masih terus marak di tengah masyarakat, sampai hari ini masih bisa dengan mudah mengakses berbagai situs judi, termasuk yang berkedok permainan. Begitu pula sejumlah Influencer nasional masih terus mempromosikan judi online di berbagai platform media sosial dan belum ada satupun dari mereka yang dijerat hukum.
Keseriusan pemerintah memberantas judi online hingga ke akarnya patut diragukan. Apalagi pada tahun lalu Menkominfo pernah mewacanakan untuk memungut pajak dari permainan judi online. Alasannya, agar uang dari Indonesia tak lari ke negara lain.
Sokongan sistem sekuler kapitalisme serta lemahnya keimanan umat membentuk potret masyarakat yang sakit dengan menganggap kejahatan (judi online) sebagai hal yang biasa atau Banality of Evil. Juga menunjukan potret abai dan jahatnya penguasa dengan membiarkan kerusakan atas praktik judi online ini.
Negara harus menghentikan praktik ini dengan mengembangkan instrumen-instrumen yang canggih, seperti PPATK misalnya yang bisa melacak lebih dari 20 layer rekening yang muara akhirnya kepada pemilik. Umat juga akan didorong untuk mencari nafkah yang halal, tidak bermalas-malasan apalagi mengundi nasib lewat perjudian.
Negara juga hadir menjamin kehidupan rakyat seperti pendidikan yang layak hingga tingkat pendidikan tinggi, lapangan kerja yang luas serta jaminan kesehatan yang memadai secara cuma-cuma. Dengan perlindungan hidup yang paripurna dalam syariah Islam maka kecil peluang rakyat terjerumus ke dalam perjudian.
Sedangkan untuk langkah kuratif adalah penerapan sanksi yang tegas. Sanksi bagi mereka berupa ta’zîr, yakni jenis sanksi yang diserahkan keputusannya kepada Khalifah atau kepada qâdhi (hakim).
Syaikh Abdurrahman Al-Maliki di dalam Nizhâm al-’Uqûbât fî al-Islâm menjelaskan bahwa kadar sanksi yang dijatuhkan disesuaikan dengan tingkat kejahatannya. Atas tindak kejahatan atau dosa besar maka sanksinya harus lebih berat agar tujuan preventif (zawâjir) dari sanksi ini tercapai. Beliau juga menjelaskan bahwa Khalifah atau qâdhi memiliki otoritas menetapkan kadar ta’zîr ini. Karena itu pelaku kejahatan perjudian yang menciptakan kerusakan begitu dahsyat layak dijatuhi hukuman yang berat seperti dicambuk, di penjara bahkan dihukum mati.
Hukum yang tegas ini adalah bukti bahwa syariah Islam berpihak kepada rakyat dan memberikan perlindungan kepada mereka. Khilafah sebagai institusi pelindung umat tidak akan tinggal diam jika terjadi kerusakan dan mara bahaya yang bisa menghancurkan keluarga muslim. Khilafah memiliki cara preventif dan kuratif untuk menyelesaikannya.
Wallahu’Alam bishowab