Oleh. Tsabita
(Pegiat Literasi)
Para pencari “cuan” kian tahun kian meningkat. Begitu pula di kalangan Gen Z, utamanya yang baru lulus kuliah. Selepas menyandang gelar sarjana, bermodal selembar ijazah mereka berharap dapat diterima di lapangan pekerjaan baik sebagai pegawai pemerintahan maupun non-pemerintahan.
Namun harapan tinggal harapan, karena di sistem kapitalis-sekuler saat ini, mencari pekerjaan kian sulit, sehingga selembar ijazah kadang hanya sebagai formalitas bahwa bangku sekolah / kuliah pernah dilewati.
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis bahwa hampir 10 juta penduduk Indonesia generasi Z berusia 15-24 tahun menganggur atau tanpa kegiatan (not in employment, education, and training/NEET).
Bila dirinci lebih lanjut, anak muda yang paling banyak masuk dalam kategori NEET justru ada di daerah perkotaan yakni sebanyak 5,2 juta orang dan 4,6 juta di pedesaan. Fenomena maraknya pengangguran di kalangan Gen Z menjadi ancaman serius bonus demografi menuju Indonesia Emas 2045. Gen Z adalah mereka yang lahir pada 1997 hingga 2012.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker). Ida Fauziyah mengungkapkan banyak dari pengangguran berusia muda tersebut tercatat baru lulus SMA sederat dan perguruan tinggi. Menurut analisa Ida, faktor utamanya banyaknya angka pengangguran pada penduduk muda berusia 15-24 tahun ini adalah karena kurang sinkronnya pendidikan dan permintaan tenaga kerja.(kompas, 24/5/2024)
Sungguh miris melihat mereka yang telah menempuh pendidikan formal belasan tahun pun banyak yang menganggur karena sulitnya mencari pekerjaan di negeri ini. Apalagi era industri yang berkembang di Indonesia saat ini tak mampu mengatasi masalah pengangguran, justru pencari kerja di sektor informal malah meningkat.
Seperti video viral memperlihatkan ratusan pelamar kerja membawa amplop cokelat berisi surat lamaran di sebuah Warung Seblak, kompleks pertokoan di Pasar Sindangkasih, Ciamis. Warung Seblak tersebut membutuhkan 20 karyawan, tetapi yang melamar mencapai 200 orang (Detik, 22/5/2024)
Akar Masalah
Bukan hanya gen Z yang sulit mencari kerja hingga memilih menganggur, yang bekerja pun masih mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan pokok. Karena saat ini masyarakat disuguhi dengan naiknya berbagai kebutuhan, seperti harga pangan yang tidak stabil, tarif PPN melambung tinggi, biaya pendidikan dan kesehatan yang turut naik serta tarif publik lainnya.
Sulitnya mencari pekerjaan membuat tingkat pengangguran melambung tinggi, menunjukkan bahwa negara belum mampu dalam mengatasi permasalahan tersebut. Belum lagi kurikulum sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan telah menjauhkan pemahaman tentang aturan Allah Swt. Sehingga lahir generasi dengan cara pandang ala barat yang materialis.
Dengan pemisahan agama dari kehidupan membuat masyarakat rela melakukan apa saja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, tanpa melihat lagi apakah hal tersebut halal atau haram. Mereka tidak lagi memikirkan keberkahan nafkah, yang penting bisa makan sehari-hari. Nafkah yang tidak berkah tersebut mengakibatkan lahirnya generasi yang jauh dari agama.
Tidak heran di masyarakat sering terjadi tindak kriminal dan penyakit sosial masyarakat lainnya, yang tentu saja mengganggu jalannya pemerintahan sekaligus terwujudnya kehidupan yang aman dan sejahtera.
Solusi Islam
Berbeda dengan itu, negara dalam Islam memiliki aturan terperinci dalam mengatur segala aspek kehidupan, dan memiliki tanggung jawab penuh dalam mengurus segala kebutuhan rakyat.
Sumber daya alam (SDA) yang berlimpah merupakan kepemilikan umum yang dikelola oleh negara dan hasilnya adalah untuk kesejahteraan rakyat, sehingga negara tidak akan membiarkan swasta asing/aseng dalam mengelolanya. Hasil pengelolaan SDA yang melimpah akan masuk pada pos harta milik umum (Baitul Maal). Dengan harta baitul maal maka negara akan memfasilitasi segala kebutuhan rakyat. Bukan hanya kebutuhan sandang, pangan, papan, tetapi juga layanan publik seperti pendidikan dan kesehatan.
SDA akan menjadi spektrum industri yang mana rakyat ikut berperan didalamnya sekaligus menikmati hasilnya. Dengan begitu tentunya masalah pengangguran akan teratasi. Sistem pemerintahan Islam juga akan memastikan seluruh laki laki sebagai penanggung jawab nafkah keluarga akan mendapatkan pekerjaan yang layak, sehingga ia mampu memenuhi kebutuhan keluarganya.
Pemerintah sistem Islam bukan seperti pemerintah sistem kapitalis yang membentuk generasi sebagai budak korporasi dalam dunia industry, yang melahirkan generasi berorientasi materi dan tidak memahami tujuan hidup yang hakiki.
Islam memiliki konsep pendidikan yang cemerlang yaitu dengan membentuk kepribadian sesuai akidah Islam. Generasi dididik dengan pola pikir Islam yang akan menjadi pondasi kokoh, membentuk karakter yang bertakwa, dan perilaku islami. Dengan kepribadian islam inilah akan terbentuk manusia bertakwa yang mampu menyelesaikan segala permasalahan keumatan dan lahir generasi shalih yang memiliki kompetensi, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Demikianlah, pemerintah sistem Islam mampu mensejahterakan rakyat dan ini sudah menjadi kewajiban negara, sebagaimana sabda Rasulullah saw. “Imam (khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggungjawab terhadap rakyatnya” (HR. Ahmad). Semoga tidak lama lagi sistem pemerintahan Islam segera tegak kembali.
Wallahu a’lam bishawab.