Oleh : Wirianti Lubis, S.P.
Industri tambang nikel di wilayah Konawe, Sultra, terus digenjot. Perusahaan tambang raksasa asal Cina kian memperluas eksplorasinya di wilayah tersebut. Bagaimana tidak, tanah Konawe mengandung cadangan nikel yang luar biasa melimpah serta mampu memenuhi kebutuhan industri Negeri Tirai Bambu itu, terkait ambisinya menjadi negara penghasil baterai lithium terbesar dunia, yang notabene berbahan baku nikel. Gayung bersambut, bahan baku tersebut tersedia di salah satu wilayah di Sultra, bernama Konawe.
Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tahun 2020, mencatat, total neraca sumber daya biji nikel Indonesia mencapai 11.88 miliar ton. Sedangkan total sumber daya logam nikel sebesar 174 juta ton. Cadangan nikel Indonesia banyak berada di Indonesia bagian tengah dan timur. Sebanyak 90 persen cadangan nikel tersebar di wilayah Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara dan Papua. Paling banyak di Sulawesi, dengan cadangan nikel sebesar 2,6 miliar ton biji nikel (okezone.com,
3/2/2024).
Pertambangan nikel di Sulawesi Tenggara, dipusatkan di Kabupaten Konawe. Sebab, Kabupaten Konawe berada di tengah wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara. Sehingga, menjadi penghubung antar wilayah di daratan Sulawesi Tenggara. Konawe memiliki luas 5.781,08 km². Selain itu, Konawe dikenal sebagai lumbung beras di Sulawesi Tenggara karena separuh produksi beras provinsi ini berasal dari kabupaten Konawe (Wikipedia). Selain pertanian, Konawe juga berpotensi untuk pengembangan di sektor peternakan, perikanan, pariwisata, dan pertambangan berupa logam dan non logam (Konawekab.go.id).
Kawasan industri Konawe telah ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) nomor 98 yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2020. Dengan investasi sebesar Rp67.8 triliun berasal dari swasta asing maupun lokal, proyek ini mulai beroperasi tahun 2020 berfokus pada industri forrenikel. Diharapkan,
pembangunan kawasan ini dapat membuka lapangan kerja (menampung 18.200 orang tenaga kerja) yang akan meningkatkan perekonomian masyarakat (CNBC Indonesia, 27/9/2021).
Pejabat Bupati Konawe, Harmin Ramba menyatakan, dirinya akan membangun Kota Unaaha sebagai sentral Kota Padi dengan potensi pertanian yang dimiliki, sedangkan Morosi dan Routa menjadi wilayah pengembangan industri nikel dan baterai. Beliau juga menawarkan kawasan Indonesia Konawe Industrial Park (IKIP) Routa kepada dua investor yang berasal dari Shanghai, Cina. Guna membangun pabrik bahan kimia yang nantinya akan digunakan mendukung aktivitas pertambangan nikel, PLTA dan pabrik lainnya di bidang tambang nikel. Demi mendukung investasi di Konawe, akan ada program pemberian insentif kepada para investor yang akan berinvestasi (SMSI kab Konawe, 1/3/2024).
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Tenggara mencatat, dari beberapa kecamatan yang ada di Konawe, Kecamatan Routa adalah wilayah terluas konsesi tambangnya. Lalu Kecamatan Amonggedo, Puriala dan Pondidaha. P.T. Merdeka Battery Materials (MBMA) Tbk. bersama dengan grup Tsingshan diberi izin untuk membentuk usaha patungan guna mengembangkan IKIP. Perusahaan ini berfokus pada bahan baku baterai di masa depan dengan luas area sekitar 3.500 ha. yang berlokasi dalam area konsesi tambang nikel Sulawesi Cahaya Mineral (SCM) dengan modal investasi sekitar Rp58 triliun di Routa (Ajaib.co.id, 26/3/2024).
Pembangunan kawasan industri ini mendukung program Joko Widodo yaitu hilirisasi nikel. Dimana, Indonesia melarang ekspor biji mentah nikel sejak 2020 dengan tujuan menaikkan nilai tambah. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM nomor 11 Tahun 2019. Guna meningkatkan konektivitas dan aksesibilitas pada kawasan ini, pemerintah membangun infrastruktur pelabuhan berupa Kendari Newport oleh P.T. Pelabuhan Indonesia IV.
Untuk memperlancar akses ke Bandara Haluoleo dibangun jalan lingkar Kota Kendari. Guna memenuhi ketersediaan air, dibangun bendungan Ameroro yang menghabiskan dana Rp1.57
triliun, bervolume tampung 98.81 juta m³, dengan luas genangan 2.441.51 ha. Bendungan ini berfungsi sebagai pengendali banjir, penyedia air baku (pertanian dan kebutuhan industri), untuk memenuhi listrik
masyarakat, dan sebagai destinasi wisata.
Akses jalan ke kawasan dikembangkan dengan memanfaatkan Aspal Buton. Pelabuhan Nambo diharapkan dapat mengakomodasi stok distribusi aspal. Pembangunan ini juga diharapkan dapat meningkatkan mobilitas dari dan keluar kawasan industri, mendorong meningkatnya perekonomian daerah serta meningkatkan daya tarik investor.
Kapitalisme Biang Keladi
Digenjotnya pengembangan kawasan ini tidak lain karena tuntutan sistem ekonomi kapitalisme yang diterapkan di seluruh dunia saat ini, tak terkecuali di Indonesia. Sehingga, negara dengan mudah menyerahkan pertambangan dan sektor-sektor lain yang menguasai hidup orang banyak ke pihak swasta/asing (swastanisasi), atas nama investasi.
Dalam upaya menarik investasi, pemerintah Indonesia aktif memberikan insentif untuk mendorong investasi swasta dan asing. Salah satunya adalah pemberian konsesi lahan kepada para investor di berbagai sektor seperti kehutanan, perkebunan dan pertambangan. Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Masa HGU dapat berlangsung paling lama 35 tahun, dapat diperpanjang hingga 25 tahun serta dapat diperbaharui hingga 35 tahun.
Pemerintah juga mengeluarkan UU Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Pertambangan, yang mengatur pemberian konsensi tambang kepada pihak swasta. Kehadiran investasi swasta dan asing melalui berbagai insentif termasuk dalam bentuk pemberian konsensi tersebut telah menciptakan berbagai dampak negatif.
Pertama, menciptakan ketimpangan ekonomi yang luas. Contohnya, hak guna usaha atas lahan yang mencapai 36,8 juta hektar sebanyak 92 persen diberikan kepada korporasi, sementara yang diberikan kepada rakyat hanya 3,1 juta hektar atau sekitar 8 persen (WALHI dan Auriga, 2022). Di kawasan industri Konawe, pembebasan lahan seluas 5.500 ha. dengan 500 ha. lahan pertanian terkena dampak akan dipindahkan ke lahan pengganti tanah di bawah Kementrian Kehutanan. Hal ini menyebabkan perubahan fungsi lahan kehutanan (deforestasi). Belum lagi, 108 ha. lahan kopi rakyat di Routa harus dibebaskan guna mendukung program KIK serta tanaman hidup warga yang rusak akibat aktivitas tambang.
Kedua, penguasaan sektor-sektor ekonomi, diantaranya sektor pertambangan yang hanya
pada segelintir korporasi, peran rakyat terpinggirkan, bahkan peran BUMN dan BUMD pada berbagai sektor. Ketiga, keuntungan yang diperoleh dari pengelolaan sumber daya alam tersebut khususnya sektor pertambangan lebih banyak mengalir kepada swasta/ asing dibandingkan kepada negara (royalty 5 persen dari harga jual nikel pig iron, sementara pajak sebagian besar dikurangi atau dibebaskan). Sebagai contoh, hilirisasi nikel yang digadang pemerintah dapat meningkatkan ekonomi rakyat, hanya dinikmati oleh segelintir orang.
Keempat, mendorong peningkatan kerusakan lingkungan. Ini karena perusahaan-perusahaan swasta asing hanya mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Mereka sering tidak peduli atas pencemaran air, udara, dan tanah yang memberikan dampak negatif pada masyarakat. Eksploitasi yang dilakukan perusahaan tambang nikel telah mengakibatkan kerusakan lingkungan di sekitar tambang. Banjir menjadi sering terjadi, air sungai dan laut menjadi keruh, sehingga penduduk kesulitan mendapatkan air bersih dan kesulitan menangkap ikan yang menjadi mata pencaharian mereka. Inilah bencana ekologis yang jika dinilai dengan uang merugikan masyarakat hingga ratusan triliun. (Buletin Kaffah, 31/5/2024)
Pengelolaan Tambang dalam Islam
Dalam Islam, kepemilikan terbagi 3, yakni kepemilikan individu, negara, dan umum. Tambang apapun yang jumlahnya melimpah dikategorikan sebagai milik umum. Dasarnya adalah hadist Nabi saw. yang dituturkan Abyadh bin Hambal Ra: "Sungguh dia (Abyadh bin Hambal) pernah datang kepada Rasulullah
saw. Dia lalu meminta kepada Rasul konsensi atas tambang garam. Rasul lalu memberikan konsensi tambang garam itu kepada Abyadh. Namun, tatkala Abyadh telah berlalu, seseorang di majelis tersebut berkata kepada Rasulullah saw. Tahukah Anda apa yang telah Anda berikan kepada Abyadh? Sungguh Anda telah memberi dia harta yang harta tersebut (jumlahnya) seperti air mengalir (sangat berlimpah). Mendengar itu, Rasulullah saw. lalu menarik kembali pemberian konsensi atas tambang garam itu dari Abyadh (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi).
Hadist di atas memang berkenaan dengan tambang garam, namun ini berlaku untuk semua tambang yang jumlahnya berlimpah. Tambang apapun yang menguasai hajat hidup orang banyak atau jumlahnya berlimpah (tak hanya tambang garam sebagaimana dalam hadist di atas), haram dimiliki oleh pribadi atau swasta apalagi pihak asing. Termasuk haram diklaim sebagai milik negara. Sebab, negara hanya memiliki kewajiban dalam pengelolaannya lalu hasilnya diberikan untuk sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Jika sumber daya alam milik umum, seperti halnya tambang nikel Konawe ini dikelola dengan syariat Islam, maka potensi pendapatan negara dari harta milik umum sektor pertambangan sangatlah besar. Nikel saja, dengan produksi bijih nikel yang setara dengan 1,8 juta ton nikel harga rata-rata US$ 2 583/ton nilai tukar Rp15 600/ US$ serta gross profit margin 26,6 persen, maka laba yang diperoleh sebesar Rp189 triliun. Belum lagi, sumbangan minyak Rp183 triliun, gas alam Rp 136 triliun, batubara Rp2.002 triliun, emas Rp29 triliun, dan tembaga Rp159 triliun. Jika dijumlahkan semua perhitungan ini, maka negara akan memperoleh laba sebesar Rp5.510 triliun (dua kali lipat APBN yang 77 persen pemasukan dari pajak). Jika ditambah pendapatan lain, penerimaan akan sangat besar.
Olehnya, agar semua itu bisa terwujud, maka jelaslah negara ini harus diatur dengan Islam, bukan dengan sistem rusak kapitalisme sekuler seperti saat ini. Sebab, sistem rusak inilah yang memberikan keleluasaan kepada pihak swasta atau asing dalam menguasai sebagian besar harta kekayaan milik umum. Padahal, Allah Swt. telah memerintahkan semua muslim untuk mengamalkan syariat Islam secara kaffah sebagaimana Firman-Nya, "Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara kaffah dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagi kalian". (QS al-Baqarah (2) : 208)
Wallaahu a'lam bishawaab.