Oleh: Nabila Sahida
Badan Pangan Nasional (Bapanas) resmi menerbitkan Peraturan Bapanas (Perbadan) tentang Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk beras medium dan premium. Dengan terbitnya aturan ini, kenaikan harga beras yang ditetapkan melalui relaksasi HET sebelumnya jadi berlaku permanen.
Pemerintah menjadikan pematokan harga beras ini untuk melindungi produsen dan konsumen. Dengan harapan harga beras ini stabil dan tidak berubah. Namun nyatanya kenaikan HET ini membuat masyarakat sengsara ditambah ekonomi yang tidak mendukung.
Masyarakat kesulitan mencari kerja dengan gaji yang memadai. Dan yang sudah bekerja pun, tidak ada kenaikan gaji yang signifikan. Di tambah, harga kebutuhan pokok naik. Hal ini semua tentu perlu menghemat pengeluaran. Untuk kebutuhan masyarakat jelas bawah pun, tentu hal ini semua menambah sulit masyarakat untuk mendapatkan beras enak.
Perlu disadari di tengah masyarakat bahwa dibalik naiknya harga beras, ada campur tangan pihak lain untuk memberikan keuntungan lebih, yakni para penguasa. Beras kualitas baik dijual dengan harga tinggi dan rakyat malah makan dengan beras impor yang biasa.
Inilah sistem yang negara ambil dimana menjadikan orang yang punya modal dan para pengusa campur tangan atas politik pangan ini. Dimana seharusnya Islam mewajibkan negara hadir dalam proses produksi, distribusi, hingga konsumsi. Negara wajib mengetahui atau mengontrol data panen dengan baik agar dapat menyalurkannya kepada rakyat. Negara tidak boleh membiarkan swasta mengambil untung di proses ini.
Negara juga melarang adanya penimbunan, riba, praktik tengkulak, kartel, dan sebagainya.
Islam juga mewajibkan negara menerapkan sistem lainnya, seperti sistem ekonomi Islam dan politik Islam. Dalam sistem ekonomi negara akan mengatur kepemilikan harta termasuk bagaimana cara perolehannya. Di sini akan meminimalisasi tindak kecurangan para penguasa maupun pengusaha. Wallaahu A'lam
Tags
Opini