Demokrasi Langgengkan Politik Dinasti




Oleh : Nurleni, Guru




Demokrasi konon digambarkan sebagai sistem yang paling baik. Sebab ketika demokrasi memberikan kebebasan diharapkan hal tersebut dapat mengantarkan pada rasa keadilan.

MA mengubah ketentuan syarat calon kepala daerah dari yang berusia paling rendah 30 tahun untuk tingkat provinsi dan 25 tahun tingkat kota/kabupaten "terhitung sejak penetapan pasangan calon" pada 22 September 2024 menjadi "terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih" yang kemungkinan akan berlangsung pada awal tahun 2025.

“Selain karena umur, alasan kecurigaan lain adalah kenapa harus direvisi saat ini? Saat proses [pemenuhan persyaratan dukungan calon perseorangan] tengah berlangsung dan kenapa perubahannya lewat jalur-jalur potong kompas?“ kata Aisah saat dihubungi BBC News Indonesia, Jumat (31/05).

Batasan masa jabatan yang hanya dua periode dan wacana untuk diganti menjadi tiga periode menuai penolakan keras dari masyarakat. Praktik politik dinasti dijadikan sebagai stategi agar terus bisa berkuasa yaitu dengan menempatkan anak dan keturunan sesuai yang diinginkan.

Perubahan UU demi kepentingan segelintir orang niscaya terjadi dalam sistem demokrasi.Hal tersebut sangat mudah dipahami lantaran kedaulatan hukum sistem demokrasi berada ditangan manusia.

Prinsip politik ini menggantikan keberadaan Allah bahkan meniadakan Allah sebagai satu-satunya zat yang membuat hukum.Hasilnya konsep politik batil melahirkan mekanisme politik yang fasad, kekuasaan digunakan sebagai legitimasi mengalahkan supermasi hukum.

Rakyat yang harus kembali menelan pil pahit keculasan para pejabat negeri. Harapan memiliki pemimpin pro rakyat sudah pupus. Umat akan terus menghadapi dan merasakan kekuasaan fasad selama sistem demokrasi terus diterapkan.

Sebenarnya kekuasaan bukanlah hal kotor seperti saat ini. Harapan untuk mendapatkan pemimpin yang adil bukanlah hal yang sulit diwujudkan. Syaratnya sistem politik yang diterapkan harus sistem politik yang shohih dan hanya terwujud dalam islam sebab kekuasaan berkaitan dengan aqidah islam.

Dalam islam kekuasaan adalah amanah yang besar, karena akan dimintai pertanggungjawaban kelak di hari akhir. Bahkan Rasulullah sangat mewanti-wanti karena bisa menghinakan atau memuliakan pemangkunya
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW.
Kepemimpinan itu awalnya cacian, kedua penyesalan, dan ketiga azab dari Allah pada hari kiamat nanti, kecuali yang memimpin dengan kasih sayang dan adil. (HR. Ath thabrani)

Dengan konsep kekuasaan seperti ini, menjadikan khalifah Umar bin Khatab menangis ketika di bai'at, dan penguasa (khalifah) berusaha seoptimal mungkin mengerahkan kemampuannya untuk mengurus rakyat.

Pemilihan kepala daerah dalam islam disebut wali/wakil khalifah untuk mengurus satu daerah atau negeri.Kepala daerah bertanggung jawab pada khalifah dan majlis syuro.Adapun majlis syuro yaitu perwakilan umat disebuah wilayah

Mekanisme ini membuat pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah sangat efektif dan efisien biayanya murah bahkan nyaris tanpa biaya.

Saat para pejabat terbukti melakukan kedzaliman, maka akan diberhentikan segera tanpa harus menunggu sampai masa jabatan habis. Begitupun kontrol masyarakat berjalan dan bisa memberikan masukan terkait sosok pemimpin yang diinginkan .

Untuk menjalankan amanah besar ini bukan sembarangan orang yang mampu melakukannya, islam memiliki syarat tertentu siapa yang layak menjadi kepala daerah, 3 indikator kriteria penting yang harus dimiliki pejabat yaitu kekuatan, ketakwaan, lembut pada rakyat dan tidak menyakiti hati.

Sehingga jika terpilih, mampu melayani rakyat dengan baik. Inilah perbedaan kekuasaan, pemilihan, serta kriteria pejabat dalam sistem demokrasi dengan islam.

Alasan apa yang membuat umat masih tetap mempertahankan sistem demokrasi?

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak