Oleh: Aksara Adhikari
(Pelajar Kota Bogor)
Kalian pasti tahu kejadian blackout yang menimpa sebagian wilayah Pulau Sumatra. Salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki cadangan listrik berlebih sebenarnya. Berdasarkan data PLN per Desember 2023, sistem kelistrikan Sumatra memiliki cadangan daya yang sangat besar dengan reserve margin sebesar 41%. Tapi, kok bisa ya wilayah dengan cadangan sebesar itu mengami pemadaman bergilir, dari Aceh hingga Lampung?
Usut punya usut, katanya pemadaman aliran listrik tersebut terjadi karena adanya gangguan pada jaringan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 275 kV Linggau-Lahat yang terjadi pada Selasa, 04 Juni kemarin. Sistem transmisi tersebut merupakan jaringan interkoneksi yang terhubung dengan sejumlah wilayah di Sumatra. (Bisnis.com, 6/6/24)
Kejadian tersebut jelas menunjukkan lemahnya mitigasi dan pemeliharaan listrik yang dilakukan. Padahal listrik adalah kebutuhan yang sangat penting bagi masyarakat. Peristiwa ini memunculkan sorotan kurang profesionalnya PLN dalam mengurus listrik rakyat. Padahal, jelas sekali bahwa apa yang terjadi bukan semata-mata karena kesalahan PLN itu sendiri. Melainkan kesalahan dari pemerintah yang tidak mengelola sumber daya alam (SDA) dengan baik. Alih-alih mengevaluasi kinerja dan tata kelola, pemerintah justru membuka peluang untuk terbukanya keran investasi asing, dengan dalih untuk mendorong profesionalisme dalam pengelolaan listrik yang ada.
Penyerahan hak kelola SDA kepada swasta asing hanya akan memperburuk keadaan. Sebab, pengelolaan SDA atas dasar sistem kapitalis yang menyerahkan hak pengelolaan pada swasta, hanya berorientasi pada materi dan keuntungan. Yang kesemuanya hanya lari ke kantong-kantong para pengusaha besar dan beberapa pejabat terkait. Mereka tak memperdulikan seberapa besar kerugian yang didapat masyarakat akibat ekplorasi tersebut. Mereka tak perduli seberapa besar isu lingkungan yang muncul akibat eksplorasi yang dilakukan.
Jauh berbeda dengan Islam. Saat bicara tentang pengelolaan sumber daya alam, Islam menempatkannya sebagai kepemilikan umum. Artinya barang-barang tersebut tidak bisa dimiliki oleh individu maupun negara. Negara hanya boleh mengelolanya, untuk kemudian digunakan semaksimal mungkin untuk kepentingan masyarakat secara umum. Tidak boleh ada pelarangan apapun bagi masyarakat untuk memanfaatkan sumber daya alam yang ada di daerah mereka sendiri.
Hal tersebut sebagaimana yang telah dijelaskan dalam salah satu hadis yang artinya, "Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api." (HR Abu Dawud dan Ahmad)
Aturan Islam terkait dengan sumber daya alam akan menghasilkan kesejahteraan, bukan hanya bagi segelintir pihak namun seluruh masyarakat. Begitulah Islam ketika aturannya diterapkan secara menyeluruh, keberadaan nya akan benar-benar menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Wallahu a'lam bis shawab
Tags
Opini