Oleh: Lulu Nugroho
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Bandung menyita ribuan obat-obatan terlarang dan ilegal, dalam operasi pemeriksaan dan penindakan represif non-yustisial terhadap pelanggaran ketertiban umum (tibum), ketentraman masyarakat (tranmas) dan dugaan penjualan minol tanpa izin di empat titik pada Rabu 29 Mei 2024.
“Sebanyak 1.559 butir obat-obatan jenis G diamankan, dan kegiatan usaha disegel,” tulis keterangan yang diterima Humas Kota Bandung. (Bandung.go.id, 29-5-2024)
Kegiatan ini berawal dari adanya aduan masyarakat terkait pengedaran dan penjualan minol serta obat-obatan terlarang. Pengedar obat-obatan tersebut dijerat melanggar Perda No. 11 Tahun 2010 tentang Pelarangan, Pengawasan, dan Pengendalian Minol dan Perda No. 9 Tahun 2019 tentang Tibumtranlinmas.
Karena itu, Pemuda Persatuan Islam (Persis) Pimpinan Cabang (PC) Bojongloa Kaler bersama Aliansi Masyarakat Pengawal Perda (ALMASPEDA) yang terdiri dari Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII), Harokah PPNKRI, PASS, Barkin, Gerak, dan Institute of Civilization (IoC) serta Forum RW Kelurahan Babakan Asih menggelar aksi di depan kantor DPRD Kota Bandung, Jalan Sukabumi, Senin, 27 Mei 2024, dengan tuntutan agar Pemkot Bandung melakukan penindakan tegas terhadap peredaran miras di Kota Bandung. (Prmfnewspikiran-rakyat.com, 28-5-2024)
Sekularisme Meniscayakan Peredaran Minol
Peredaran minol meresahkan masyarakat. Pasalnya, jika terus dibiarkan, maka banyak orang akan terjerat minuman haram tersebut. Sedangkan efek buruk yang ditimbulkan sangat besar. Pengaruh alkohol merusak otak sehingga berdampak pada gangguan memori, sulit berkonsentrasi, dan mengganggu pekerjaan. Sementara proses berpikir, menimbang dan menghukumi fakta, erat kaitannya dengan kesehatan otak.
Di samping itu, sejumlah gangguan kesehatan seperti daya tahan menurun, mudah terinfeksi, mudah sakit, serta beragam permasalahan organ interna seperti jantung, hati, pankreas dan sebagainya, tidak sedikit pula yang akhirnya merusak tubuh.
Meski sudah jelas bahayanya bagi akal dan tubuh, tetapi mengapa minol masih berkelindan di sekitar masyarakat? Tidak ada itu, perangkat aturan perundangan pun telah disiapkan untuk menjerat pelaku pelanggaran, namun pada faktanya minol masih sulit diberantas.
Hal ini disebabkan karena sekularisme menjadi landasan aktivitas manusia. Dengan menegasikan peran Allah, masyarakat berbuat semaunya demi mendapatkan keuntungan. Para penjual minol, tentu berharap keuntungan. Sedangkan pemakainya yang telah mencapai tahapan adiksi (kecanduan) akan terus mengonsumsi minol, sekalipun dampak buruknya nyata. Mereka tak peduli terhadap aturan Allah SWT, asalkan tercapai pemuasan jasadiah.
Beberapa alasan seseorang mengonsumsi minol, di antaranya adalah faktor sosial, seperti dorongan dari orang lain untuk minum alkohol. Maka dari sisi ini, ketersediaan alkohol di sekitar masyarakat akan menjadi stimulus untuk coba-coba atau ikut-ikutan meminumnya. Ada pula karena faktor lingkungan atau pergaulan, misalnya berada di komunitas yang menganggap normal mengonsumsi alkohol. Maka orang lain pun akan terbawa. Wajar jika akhirnya pemerintah masih menyediakan minol di tempat-tempat tertentu seperti, cafe, hotel, tempat wisata, dan sebagainya.
Islam Memberantas Minol
Islam tidak akan membiarkan peredaran minol. Dalam Islam minol dikategorikan sebagai khamr, yaitu semua jenis minuman yang bersifat memabukkan. Allah SWT mengharamkan khamr, sebab ia adalah induk dari segala macam dosa yang memiliki mudharat yang besar karena dapat membahayakan jiwa, raga, dan akal, serta harta peminumnya.
Dalam Qur'an surat Al-Baqarah ayat 219,
Artinya: "Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang khamr dan judi. Katakanlah, "Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. (Akan tetapi,) dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya." Mereka (juga) bertanya kepadamu (tentang) apa yang mereka infakkan. Katakanlah, "(Yang diinfakkan adalah) kelebihan (dari apa yang diperlukan)." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu berpikir."
Khamr melemahkan akal, sehingga manusia akan sulit menghukumi sesuatu. Ketika manusia di bawah pengaruhnya, maka ia akan mudah melakukan pelanggaran dan tergelicir ke dalam perbuatan dosa lainnya. Dalam keadaan mabuk, manusia bisa saja berbicara melantur, saling berkelahi, berbuat zina, hingga membunuh. Sementara tidak ada sedetikpun aktivitas manusia yang luput dari pengamatan Allah SWT.
Pun ia akan berada di dalam kesia-siaan, sebab sebagian waktunya hilang akibat kesadaran yang menurun. Padahal sebaliknya, jika tidak dipengaruhi khamr, ia dapat beraktivitas dengan baik untuk dirinya dan umat, yang akan mendatangkan pahala dan keberkahan.
Sementara itu, seluruh aktivitas manusia terikat dengan hukum Allah SWT. Tidak bebas. Maka ketika Allah menyatakan bahwa khamr haram, haram pula kita mengonsumsinya. Khalifah pun dengan karakternya sebagai perisai (junnah) dan pengatur (ra'in), tidak akan membiarkan peredaran khamr. Khalifah akan menegakkan hukum Allah, disertai sistem persanksian yang tegas.
Menurut Imam Abu Hanifah, hukuman had bagi orang meminum khamr adalah dengan hukuman cambuk sebanyak delapan puluh kali. Sedangkan pendapat Imam Asy-Syafi‟i, adalah hukuman had bagi peminum khamr dengan hukuman cambuk sebanyak empat puluh kali.
Selain itu, dalam pemerintahan yang menerapkan syariat secara menyeluruh, suasana keimanan akan terbentuk. Maka pada akhirnya, manusia akan malu dan takut berbuat maksiat. Edukasi dan penanaman akidah, terus dilakukan khalifah, sebagai pemimpin umat. Inilah satu-satunya solusi memberantas peredaran khamr atau minol yakni dengan penerapan Islam kaffah. Allahumma ahyanaa bil Islam.
Tags
Opini