Oleh : Bunda Twins
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah, bicara mengenai data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat ada 9,9 juta penduduk Indonesia yang tergolong usia muda atau Gen Z belum memiliki pekerjaan. Angka tersebut didominasi oleh penduduk yang berusia 18 hingga 24 tahun. Bila dirinci lebih lanjut, anak muda yang paling banyak masuk dalam ketegori NEET (not in employment, education and training) atau sedang tidak dalam pekerjaan, pendidikan, dan pelatihan) justru ada di daerah perkotaan yakni sebanyak 5,2 juta orang dan 4,6 juta di pedesaan.
Ida menjelaskan banyaknya anak muda yang belum mendapatkan pekerjaan ini karena tidak cocok (mismatch) antara pendidikan dan pelatihan dengan kebutuhan pasar kerja. Hal ini terjadi kepada lulusan SMA/SMK yang menyumbang jumlah tertinggi dalam angka pengangguran usia muda. (Kompas.Com)
Negara Gagal Menyediakan Lapangan Pekerjaan.
Kasus tingginya angka pengangguran pada generasi produktif ini jelas merupakan gagalnya negara dalam menyediakan lapangan kerja. Pemerintah selama ini membanggakan proyek strategis nasional (PSN) bernilai triliunan rupiah dengan klaim akan menyerap tenaga kerja, tetapi hasilnya ternyata minim. Nilai investasi tidak sebanding dengan lapangan kerja, padahal berbagai regulasi sudah dikepras melalui UU Cipta Kerja demi memuluskan investasi. Begitu juga dengan pembangunan kawasan ekonomi khusus (KEK) ternyata juga gagal menjamin tersedianya lapangan kerja untuk anak negeri.
Seharusnya bonus demografi berupa besarnya jumlah generasi muda diiringi dengan terbukanya lapangan kerja dalam jumlah besar. Sayangnya, negara abai terhadap hal ini sehingga berdampak meledaknya jumlah pengangguran usia produktif. Bonus demografi kini justru menjadi tragedi demografi.
Akibat Kapitalisme Liberal
Tragedi demografi ini sesungguhnya merupakan buah busuk penerapan ideologi kapitalisme yang liberal. Betapa tidak, kapitalisme telah menjadikan fungsi negara hanya sebagai pengawas. Negara tidak turun tangan menyolusi masalah warganya. Sedangkan negara yang menguasai tambang, hutan, laut, sungai, pulau, gunung, sawah, dan uang dalam jumlah besar ternyata tidak mampu menyediakan lapangan kerja yang mencukupi kebutuhan warganya.
Negara secara liberal menyerahkan berbagai kekayaan yang luar biasa tersebut kepada korporasi swasta, baik lokal maupun asing. Liberalisasi ekonomi ini menjadikan sumber daya alam dikuasai segelintir pemodal. Miris, setelah kekayaan alam diserahkan, anak bangsa pun kehilangan kesempatan untuk mengakses pekerjaan. Inilah pengkhianatan jahat yang dilakukan penguasa terhadap rakyat.
Sistem Islam Menyejahterakan Generasi Muda.
Gambaran berbeda sistem kapitalis liberal buatan manusia yang mementingkan kepentingan sekelompok orang, dengan sistem Islam yang sempurna aturannya dibuat oleh sang pencipta alam beserta isinya yaitu Allah SWT.
1. Sistem Islam (Khilafah) menjalankan isi Al-Qur’an dan Sunah yang menempatkan kekayaan alam, seperti tambang, hutan, sungai, laut, gunung, dan sebagainya sebagai milik umum sehingga haram diswastanisasi. Semua itu milik umum yang wajib dikelola negara untuk kemaslahatan rakyat. Dalam rangka pengelolaan kekayaan alam tersebut, Negara Khilafah akan melakukan industrialisasi sehingga membuka lapangan pekerjaan dalam jumlah besar. Kebutuhan sumber daya manusia yang berkualitas akan bisa dipenuhi karena Khilafah menyelenggarakan sistem pendidikan Islam yang menghasilkan output generasi berkepribadian Islam dan sekaligus memiliki kompetensi tertentu.
2. Pendidikan di dalam Khilafah bisa diakses oleh siapa pun karena gratis. Generasi muda bisa sekolah setinggi-tingginya tanpa terkendala biaya. Tidak hanya gratis, mereka bahkan mendapatkan fasilitas berupa asrama, makan, minum, pakaian, buku pelajaran, alat tulis, layanan kesehatan, dan transportasi. Dengan demikian, generasi muda tidak akan dipusingkan dengan UKT, BKT, SPI, biaya kos, makan, transport, buku, dll. Generasi muda dalam Khilafah bisa memilih, apakah setelah lulus pendidikan dasar (ibtidaiah, mutawasithah, dan sanawiah) memutuskan bekerja sesuai kompetensinya karena sistem pendidikan sudah mendidik mereka menjadi orang yang memiliki kompetensi tertentu, atau mereka kuliah di perguruan tinggi karena negara menggratiskannya hingga level pendidikan tertinggi, yaitu doktoral (S3) yang mencetak para pakar.
Inilah gambaran negara Khilafah yang menysejahterakan para pemuda. Mereka dijamin tidak menganggur. Mereka bahkan akan membaktikan segala potensinya untuk umat sehingga menghasilkan berbagai penemuan yang bermanfaat untuk umat dan bahkan menghasilkan peradaban terdepan dalam kemajuan.
Wallahualam bishshawab.
Tags
Opini