Belakangan tidak sedikit kita jumpai berita kriminal berseliweran di saluran TV maupun media sosial, khususnya kasus pembunuhan. Salah satu kasus yang sangat mengejutkan masyarakat Indonesia adalah pembunuhan yang ternyata pelakunya adalah seorang remaja. Pelaku merupakan siswa di salah satu SMK yang ada di Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur.
“(Pelaku) Remaja berusia 16 tahun berinisial J, pelaku masih di bawah umur kelas 3 SMK, 20 hari lagi baru usianya 17 tahun,” terang Kapolres PPU, AKBP Supriyanto. Pelaku dengan sadisnya membunuh satu keluarga yang terdiri dari seorang Ayah, Ibu, dan ketiga anak mereka. Anak pertama (RJS) yang juga diketahui merupakan mantan pacar dari pelaku, hubungannya tidak direstui oleh orang tua korban. Selain dendam terhadap orang tua mantan, motif pelaku sampai tega melenyapkan nyawa satu keluarga tersebut adalah karena seringnya terjadi percekcokan antara pelaku dan korban dalam perkara-perkara sederhana. (news.republika.co.id, 8/2/2024).
Berdasarkan keterangan pihak berwajib, diketahui bahwa pelaku melakukan tindakan keji tersebut seusai menenggak minuman keras (miras) beberapa jam sebelum kejadian bersama teman-temannya. Tak heran jika akal sehat pelaku sudah berada di luar batas normal hingga tanpa rasa bersalah tega menghabisi lima nyawa sekaligus. Inilah salah satu efek dari bahayanya miras yang kini bebas dijual di berbagai tempat yang mudah untuk diakses masyarakat sekalipun remaja. Keharaman dan kemudhorotannya tidak lagi menjadi standar. Kemudahan dalam distribusi dan penjualannya pun seakan mengisyaratkan bahwa miras merupakan minuman yang wajar dikonsumsi khalayak. Akibatnya, angka kriminalitas semakin meningkat dan masyarakat menjadi semakin waspada.
Kasus ini juga dapat menjadi refleksi bagi kita bahwa pembunuhan ternyata tidak mesti dilakukan oleh orang dewasa saja. Remaja belasan tahun pun berpotensi nekat melakukan tindakan serupa. Seringkali ini menjadi dilema, baik di mata hukum maupun masyarakat. Sebab, usia seseorang di bawah 18 tahun masih dianggap sebagai anak-anak di hadapan hukum dan akan berlaku Undang-Undang Perlindungan Anak terhadapnya. Apabila kasus ini tidak ditangani dengan serius dan pelaku tidak dijerat hukuman seberat-beratnya, maka bukan sebuah kemustahilan akan muncul kasus-kasus yang sama atau bahkan lebih buruk lagi karena tercabutnya rasa takut akan hukum yang berlaku.
Selain itu, faktor lain yang dapat menyebabkan remaja nekat melakukan tindak kejahatan adalah pendidikan, baik pendidikan di rumah oleh orang tua, maupun pendidikan di sekolah. Terutama bagi anak yang orang tuanya bekerja full time, maka waktunya lebih banyak dihabiskan di sekolah. Sayangnya, sistem pendidikan saat ini lebih cenderung berorientasi pada nilai dan efektifitasnya dalam dunia kerja setelah lulus. Akhlak dan adab tidak menjadi target utama, apalagi menjadi standar baik buruknya sikap dari siswa didik. Sehingga, output dari pembelajaran di sekolah hanyalah meraih angka semata, bukan dalam rangka mewujudkan kepribadian siswa didik yang terpuji dan berakhlak mulia.
Padahal, Islam telah mengajarkan bahwa prinsip akidah dalam pendidikan merupakan pondasi dasar terbentuknya pribadi yang memiliki akhlakul karimah serta ilmu yang bermanfaat. Motivasi terbesar siswa didik bukanlah mengejar angka, melainkan mengejar ridho Allah SWT dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, termasuk dengan mematuhi nasihat dari para guru. Kualitas gurunya pun tentu yang mumpuni dalam hal kecerdasan akal dan spiritual. Sistem pendidikan Islam juga mendorong para siswa untuk menuntut ilmu agar dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga mendatangkan kemaslahatan bagi dirinya, keluarga, maupun masyarakat secara luas. Tentu gambaran seperti inilah yang diidamkan oleh orang tua ketika menitipkan anaknya di lingkungan sekolah.
Kemudian, Islam tidak hanya mewadahi tindakan preventif yang dijalankan melalui sistem pendidikannya saja, tetapi juga melakukan pencegahan terhadap berbagai kemungkinan munculnya tindak kejahatan, seperti melarang beredarnya minuman keras di tengah-tengah masyarakat. Sebagaimana Firman Allah dalam Q.S. Al-Ma’idah ayat 90 yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaithan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”. Selain karena diharamkan oleh Allah, minuman keras merupakan induk dari berbagai macam tindakan kriminal. Hilangnya akal sehat membuat manusia naif dan tega melakukan kejahatan tanpa berpikir panjang.
Wallahu’alam bishshawab
Tags
Opini