Oleh. Rus Ummu Nahla
Ramadan tinggal beberapa hari lagi, kaum muslimin penuh suka cita dalam menyambut bulan suci yang penuh rahmat ini. Bulan baik dengan lipatan pahala dari Sang Pencipta Alam. Segala daya ingin dicurahkan demi tercapainya kekhusyukan dalam beribadah. Sayangnya, kebahagiaan menyambut Ramadan ditengah rakyat yang sedang berjibaku menghadapi harga beras yang kian meninggi dan katanya sulit terkendali.
Kenaikan harga beras ini disusul dengan kenaikan harga bahan pokok lainnya. Sebagaimana diungkapkan Badan Pusat Statistik (BPS) baru-baru ini, bahwa akan terjadi kenaikan harga komoditas pangan menjelang Ramadan. Adapun komoditas yang mengalami kenaikan diantaranya daging ayam, minyak goreng, gula pasir dan juga beras. Dan menurut BPS mencatat kenaikan ini terjadi dihampir semua provinsi. CNBC News, Jumat (1/3/2024).
Seperti sudah menjadi kebiasaan, setiap menjelang Ramadan harga-harga kebutuhan pokok menjadi naik, bahkan menjelang Ramadan tahun ini harga komoditi pangan rata-rata naiknya hingga mencapai 3 persen. Khusus komoditas beras kenaikannya mencapai 6,17 persen. ( Katadata, )
Jelas hal ini semakin memberatkan rakyat. Disatu sisi masyarakat ingin fokus beribadah, namun di sisi lain mereka berada pada suatu kondisi yang semakin sulit yang ini tentu berefek kepada kekhusyukan dalam ibadah.
Menurut beberapa pakar kenaikan yang terjadi setiap menjelang Ramadan ini adalah disebabkan permintaan pasar yang meningkat dan adanya pelaku penimbunan barang, sehingga pasokan menjadi kurang. Selain itu, pola hidup masyarakat yang konsumtif terlebih bulan Ramadan yang ini dijadikan kesempatan oleh pelaku pasar untuk seenaknya menaikan harga.
Kurang Antisipasi
Semestinya hal ini tidak boleh terjadi, jika saja pemerintah sigap mengantisipasi. Bukankah hal ini fenomena berulang dan terus terjadi setiap tahunnya? Penanganan seharusnya dilakukan sejak jauh hari sebelumnya, tidak sudah terjadi, kemudian baru ditangani. Karena masalah ini tidak cukup diselesaikan dengan cara-cara parsial seperti menggelar operasi pasar, dan mensuplai beberapa komoditi, akan tetapi diperlukan upaya berkesinambungan dan terencana hingga upaya fundamental.
Sebelumnya, rakyat hanya dihibur dengan pernyataan pemerintah bahwa stok masih aman. Namun realitanya tidaklah demikian, kelangkaan komoditas bahan pokok tetap terjadi. Alhasil harga kebutuhan pokok menjelang Ramadan tetap mahal. Jika dicermati, kenaikan harga berulang disebabkan beberapa hal.
Pertama, kebijakan ekonomi saat ini meniscayakan ketidakstabilan harga.
Mekanisme pasar bebas yang hingga hari ini masih diterapkan memberikan peluang besar pada kekuatan pemilik modal besar untuk menguasai bahkan memonopoli suatu komoditas. Hal ini juga menjadi celah bagi para pemilik modal besar tersebut untuk memainkan harga dan menguasai rantai pengadaan pangan beserta seluruh aspeknya, mulai dari penguasaan produksi hingga distribusi.
Kedua, ketidakmampuan rakyat untuk swasembda, tersebab faktor humanis berupa keengganan rakyat untuk bertani. Petani menjadi profesi yang terkesan terbelakang. Selain itu, keengganan bertani juga disebabkan perhitungan ekonomis yakni modal produksi untuk bertani lebih tinggi ketimbang yang dihasilkan. Akibat mahalnya harga pupuk dan kurangnya dukungan dari pemerintah selaku pemegang kebijakan. Bukan hanya itu, semakin menyusutnya lahan pertanian akibat industrialisasi turut melemahkan rakyat untuk swasembada. Kalau sudah begitu yang terjadi adalah ketergantungan komoditas pada pasar yang meniscayakan impor dari negara lain.
Ketiga, abainya negara untuk mengontrol pasar dari pelaku curang dan penimbunan. Selama ini pelaku curang dan penimbunan minim terdeteksi. Sekalipun ditemukan pelaku penimbunan bahan pokok sanksi yang diberikan amatlah ringan dan hanya bersifat administratif. Kontrol inipun sebenarnya dapat meminimalisir bahkan meniadakan monopoli pihak tertentu.
Melihat realitas demikian, persoalan ini bukan hanya sebatas kurangnya stok barang karena banyaknya permintaan, melainkan terletak pada sistem produksi dan distribusi, lebih dari itu yakni penerapan sistem ekonomi kapitalisme oleh negara.
Perubahan ke Arah Islam
Dalam Islam kebutuhan pokok merupakan kebutuhan dasar masyarakat yang harus dijamin ketersediaannya oleh negara. Negara menjadi pihak yang bertanggung jawab terhadap seluruh urusan rakyatnya termasuk dalam menjamin kestabilan harga kebutuhan pokok. Islam akan melakukan pengaturan berbagai aspek demi terjaminnya kebutuhan pokok yakni dengan mendorong masyarakat dalam bidang produksi bahan pangan secara mandiri dengan menghidupkan tanah mati serta membangun sistem mitigasi yang mumpuni. Selain itu, negara harus menciptakan iklim pasar yang kondusif dengan memberantas para pelaku penimbunan atau mafia. Pelaku penimbunan akan disidak dan dikenai sanksi yang berat sehingga mereka jera terhadap aksinya.
Kesempurnaan ajaran Islam, meniscayakan pengaturan pada semua bidang, termasuk ketahanan pangan dan pengaturan serta kontrol terhadap mekanisme pasar. Hal ini merupakan bentuk kepengurusan rakyat oleh negara. Karena pada prinsipnya pemimpin dalam Islam merupakan rain ( pengurus) rakyat yang akan diminta pertanggungjawabannya dihadapan Allah Swt.. Oleh karena itu, semua ini membutuhkan perubahan fundamental pada sistem negara saat ini. Yang ini terkait dengan sistem sistem lainnya seperti sistem kepemilikan, sistem pendistribusian kekayaan milik umum, hingga sistem politik dan kenegaraan.
Tags
Opini