Oleh: Siti Nur Hadijah
(Generasi Peduli Umat)
Bullying atau perundungan adalah tindakan agresif yang dilakukan oleh seseorang untuk mengintimidasi atau mendominasi orang lain yang dinilai lebih lemah. Perilaku penyimpangan sosial ini dapat terjadi dimana saja, mulai dari lingkungan sekolah, lingkungan kerja maupun lingkungan masyarakat.
Pelaku bullying lebih cenderung merasa paling berkuasa dan paling hebat sehingga menganggap orang lain lebih lemah dari mereka. Perundungan yang dilakukan bisa secara fisik, lisan maupun cara lain yang mengakibatkan ketidaknyamanan bagi korban. Adapun beberapa contoh kasus perundungan yang sulit dideteksi adalah intimidasi, ancaman dan pengucilan. Walaupun bullying yang dilakukan tidak meninggalkan bekas fisik, namun tetap berdampak negatif bagi kesehatan mental korban.
Menurut Smith dan Thompson, bullying adalah seperangkat tingkah laku yang sengaja dilakukan dan menyebabkan kecenderungan fisik serta psikologikal yang menerimanya sehingga dapat diartikan bahwa, perilaku bullying ini menyerang korban secara sadar dan sengaja tanpa memikirkan kondisi korban.
Pun kasus bullying yang terjadi di Bengkong Sadai, Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri), pada Minggu, 29 Februari 2024, menjadi luka pilu yang sangat mendalam bagi dunia anak khususnya di Kota Batam. Batamnwes.co.id (02 Maret 2024).
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat kasus perundungan yang semakin meningkat dengan kisaran 30 hingga 60 kasus per tahun. Kasus perundungan yang sering terjadi di lingkungan sekolah, dengan pelakunya yang mayoritas anak-anak. Pada dasarnya anak-anak adalah makhluk yang polos dan bersih, namun fenomena bullying menunjukkan fakta yang sebaliknya.
Fenomena bullying dan faktornya bisa muncul karena cara pandang kehidupan saat ini yang dipengaruhi oleh paham yang memisahkan agama dari kehidupan yakni sekularisme. Ketika sistem sekularisme yang menjadi patokan maka manusia akan menjadikan rasa ke sewenangan, kesenangan dan kenyamanan sebagai asas perbuatan.
Generasi sudah rusak ditangan sekularisme kapitalisme. Begitu pula pada sistem pendidikan saat ini yang dimana lebih mengarah pada eksistensi prestasi, seperti menang dalam perlombaan. Sehingga nilai-nilai moral dan budi luhur justru luntur, mengakibatkan generasi anak-anak semakin bebas berperilaku amoral dan tanpa rasa bersalah.
Perundungan tidak hanya dilakukan dengan cara kontak fisik langsung, namun perundungan bisa terjadi secara verbal maupun non-verbal. Adapun contoh perundungan secara verbal seperti mencela, merendahkan, mempermalukan dan lain sebagainya. Perilaku non-verbal dilakukan dengan menggunakan bahasa tubuh, seperti melihat dengan tatapan sinis dan melihat dengan ekspresi muka yang merendahkan.
Adapun contoh lainnya yaitu tindakan menyakiti perasaan orang lain melalui sosial media atau cyber bullying. Namun anehnya, tindakan tersebut dilakukan oleh orang yang tidak dikenal dengan menyebar kebohongan di sosial media dan mengomentari postingan dengan kata-kata yang tidak baik.
Firman Allah SWT;
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”. (TQS Al-Hujarat: 11)
Ayat diatas menjelaskan tentang larangan mengejek, menghina, merendahkan dan mengolok-olok. Serta menjadikan ayat tersebut sebagai peringatan dan nasihat sopan santun dalam bergaul.
Bullying sangat berdampak negatif bagi korban. Korban tidak hanya terluka secara fisik, namun juga sangat berpengaruh pada kondisi mental mereka. Akibatnya, korban mengalami depresi, setres hingga gangguan mental. Perasaan takut dan trauma membuat korban tidak memiliki semangat untuk bertemu seseorang dan memilih mengasingkan diri, sehingga hal demikian sangat berpengaruh pada akademik korban.
Adapun dampak bullying terhadap pelaku ialah memiliki rasa percaya diri yang tinggi, merasa diri paling berkuasa, bersifat agresif dan memiliki rasa toleransi yang rendah. Tetapi pada saat ini, tidak ada hukum yang memberi efek jera terhadap pelaku, dikarenakan para pelaku yang usianya masih dibawah umur.
Dalam masalah bullying, Islam memiliki solusi yang mampu menyelesaikan hingga tuntas. Pertama peran keluarga, keluarga yang harus mendidik anak-anak dengan aqidah Islam sehingga akan membentuk pemahaman serta kesadaran bahwasanya mereka hanyalah hamba Allah yang harus senantiasa tunduk dan patuh terhadap apa yang Allah perintahkan dan yang dilarang-Nya.
Kedua peran masyarakat, dalam lingkungan masyarakat anak-anak tumbuh dengan cara mengamati dan memahami cara pandang kehidupan sosial. Oleh karena itu, masyarakat dilingkungan sosial harus berbuat baik dan saling tolong menolong, sehingga yang muncul dibenak dan pikiran anak-anak adalah tentang kebaikan.
Namun, peran keluarga dan masyarakat tidak akan cukup jika tidak ada peran negara. Oleh karena itu, Islam mempunyai seperangkat aturan untuk mengatur kehidupan masyarakat. Satu-satunya solusi yang tepat adalah dengan adanya Daulah Khilafah yang menerapkan aturan Islam secara kaffah untuk menjaga generasi agar tetap dalam kemuliaan dan patuh terhadap syari’ah Islam.
Wallahu a’lam.