Oleh : Ummu Aqeela
Komisi XI DPR RI menyetujui rencana pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang saat ini ditetapkan sebesar 10%. Kenaikan PPN ini akan dilakukan secara bertahap mulai tahun depan.
Artinya, dengan kenaikan PPN ini maka mulai tahun depan barang yang dikonsumsi masyarakat berpotensi akan mengalami kenaikan harga.
Berdasarkan draf RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (nama baru RUU KUP) yang diterima CNBC Indonesia, Kamis (30/9/2021), dalam Bab IV Pasal 7 dijelaskan secara rinci tarif PPN terbaru.
Untuk tahun 2022, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mulai menaikkan tarif PPN menjadi 11%. Ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022.
Tarif PPN sebesar 11% ini akan berlaku sekitar dua tahun dan kemudian dinaikkan lagi menjadi 12%. Kenaikan PPN menjadi 12% ini akan mulai berlaku pada 1 Januari 2025. (CNBC Indonesia, Jumat 08 Maret 2024)
Beginilah dunia dalam cengkeraman kapitalisme, karena dalam sistem ini pajak merupakan urat nadinya. Menarik pajak merupakan cara mudah mengumpulkan dana untuk penyelenggaraan negara. Pas dengan prinsip ekonomi kapitalisme yaitu meminimalisir usaha untuk keuntungan sebesar-besarnya.
Alih-alih membawa keadilan dan kesejahteraan, pemungutan pajak pada semua komoditas hanya akan membawa kesengsaraan bagi rakyat. Harga komoditas menjadi naik, ditambah beban pembiayaan publik yang juga tidak dijamin pemerintah. Inilah kezaliman level negara.
Fungsi melayani rakyat di sistem kapitalisme memang tidak ada. Negara hanya berperan sebagai regulator yang mengeluarkan aturan. Parahnya, aturan yang dibuat hanya menguntungkan satu pihak yaitu pengusaha. Sebab ada simbiosis mutualisme antara penguasa dan pengusaha saat pemilu bahkan setelahnya. Rakyat menjadi korban dari perselingkuhan keduanya.
Berbeda dengan sistem Islam kaffah. Dalam pengelolaan keuangan negara, sistem Islam kaffah memiliki banyak sumber. Pengelolaan negara juga orang yang beriman dan amanah, karena visi akhirat telah dimiliki oleh para penguasa di sistem Islam kaffah yang diterapkan dari atas sampai bawahnya. Bahwa pemahaman akan ada pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya juga sudah melekat sehingga rasa takut untuk maksiat pasti tidak pernah tersirat. Maka dari visi ini, lahirlah penguasa yang melayani rakyatnya dengan sepenuh hati.
Sistem ekonomi Islam kaffah akuntabel dan stabil. Sebab berasas akidah islam dan menerapkan syariat yang bersumber dari Allah SWT, Sang Maha Pencipta. Pasti akan membawa kebaikan bagi manusia, bahkan bagi seluruh alam semesta.
Ada zakat yang diambil dari para wajib zakat dengan prinsip ibadah. Penyaluran dana zakat hanya untuk delapan golongan yang telah disebutkan Allah SWT dalam Al-Qur’an surah At-taubah ayat 60. Yaitu, fakir, miskin, _riqab_ (hamba sahaya), gharim (orang yang berutang), mualaf, fisabilillah, Ibnu sabil, dan amil.
Islam juga membagi tiga jenis kepemilikan, pembagian ini tak pernah dikenal di sistem ekonomi mana pun. Dengan pembagian kepemilikan ini, distribusi kekayaan pun merata dan mampu menyejahterakan seluruh rakyat. Kepemilikan umum berupa hutan, laut, SDA tak boleh dikuasai oleh individu maupun negara. Tugas negara adalah mengelola kepemilikan umum sehingga dirasakan kebermanfaatannya oleh seluruh rakyat.
Adapun negara, memiliki pos pemasukan dari jizyah, fai, kharaj, khumus, dan sebagainya. Sehingga tidak perlu ada pajak yang dipungut negara dalam sistem Islam kaffah. Jikapun ada, hanya jika kas negara yaitu baitul mal dalam keadaan kosong atau kritis. Itu pun diambil dari mereka-mereka yang kaya saja dan temporal atau tidak selamanya.
Hanya di sistem Islam, manusia akan hidup secara manusiawi. Hidup tak lagi sempit dan tercekik oleh pajak-pajak dan tarif-tarif publik yang seringkali tak bisa dinalari.
Wallahu a’lam bishohawab.