Harga Beras Melangit, Rakyat Menjerit

Oleh : Ade Nugraheni


Pasca pemilu 2024, terjadi kenaikan harga beras yang diduga sebagai kenaikan tertinggi dalam sejarah kepemimpinan era Presiden Jokowi. Muhammad Hatta, Ekonom dari Pusat Analisis Kebijakan Strategis (PAKTA), mengatakan bahwa penyebab naiknya harga beras dipengaruhi oleh multifactor, diantaranya adalah akibat luas lahan pertanian yang terus menyusut, adanya anggapan bahwa sektor pertanian sebagai usaha yang berisiko tinggi sehingga perbankan sangat enggan memberikan kucuran dana kredit / modal di sektor pertanian, infrastruktur seperti waduk yang belum bisa menyelesaikan masalah sumber daya air, petani masih didominasi dari generasi tua. 

Selain itu, keberadaan korporasi atau pedagang besar yang dengan mudah memainkan harga semakin memperparah stabilitas harga pangan. Semua permasalahan itu tidak bisa dituntaskan hanya dengan import beras saja ataupun kucuran bantuan sosial beras saja. Karena sesungguhnya urusan ketersediaan pangan bukan hanya persoalan supply and demand, tetapi lebih kepada rasa tanggung jawab negara, hadir ditengah-tengah umat dalam menyelesaikan persoalan pangan dengan dengan memperbaiki sistem tata kelola tanah-tanah pertanian, menyediakan sarana produksi padi (saprodi) seperti pupuk, benih, mesin pertanian dan yang lainnya. (MNews/2024/02/10/26962).

Hal ini berbeda dengan Islam, yang mampu melahirkan sistem politik dan ekonomi yang benar-benar berorientasi kesejahteraan rakyat. Dalam Islam kepala negara berfungsi sebagai penanggung jawab dalam pengurusan urusan rakyat dengan berlandaskan syariat Islam.

Rasulullah saw. bersabda yang artinya: “Imam (khalifah) adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas (urusan) rakyatnya”.

Negaralah yang harus menjamin pemenuhan kebutuhan pokok, termasuk pangan pada setiap individu rakyat. Dengan sistem tata kelola lahan yang khas, negara Islam tidak akan membiarkan lahan pertanian tidak produktif. Kebijakan ini diterapkan berdasar hadis Rasulullah saw., “Orang yang memagari tanah, tidak berhak lagi (atas tanah tersebut) setelah (menelantarkannya) selama tiga tahun.

Dengan demikian lahan pertanian menjadi luas dan membuat produksi pertanian menjadi besar sehingga akan mampu mencukupi kebutuhan pangan masyarakat. Jika ada tanah yang dibiarkan selama 3 tahun, maka tanah itu akan diambil alih oleh negara dan akan diserahkan kepada orang yang mampu untuk mengelola tanah pertanian. Selain itu, saat petani membutuhkan modal, negara akan hadir dengan memberikan modal nonribawi.

Hal ini sangat memungkinkan karena dalam sistem ekonomi Islam, tidak ada kesempatan bagi pemilik modal untuk mencari keuntungan, kecuali harus masuk dalam bisnis riil. Negara juga mengawasi distribusi pangan agar tidak terjadi distorsi harga. Oleh karena itu, dalam sistem peradilan Islam, ada jabatan qodli hisbah (hakim di pasar) yang selalu mengawasi proses jual beli di tengah-tengah masyarakat untuk memastikan semua proses jual beli sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Proses pengecekan dan pengawasan yang dilakukan oleh Qadhi hisbah mulai dari mengecek barang-barang yang diperjualbelikan apakah halal atau thoyyib. Memastikan proses jual beli agar tidak ada tindak kecurangan, tidak ada penimbunan, hingga memastikan kondisi pasar tetap kondusif. Dengan demikian, dengan diterapkan Islam dalam segala aspek, maka harga pangan yang stabil akan terwujud, sehingga masyarakatpun mampu untuk menjangkaunya.

Wallahualam bissawab. 




Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak