Oleh : Hj. Sopiah
Kasus caleg dan tim sukses (timses) yang mengalami depresi bahkan hingga bunuh diri merupakan masalah yang kerap terjadi setiap Pemilu di tanah air. Meskipun saat ini KPU belum mengumumkan hasil final perhitungan kotak suara, namun banyak dari para caleg telah melakukan hal-hal di luar nalar akibat dari kekecewaan mereka karena mendapatkan sedikit suara. Seperti mengambil kembali amplop yang telah dibagikan, melempar rumah timses caleg lain, menarik kembali bantuan, bahkan ada yang membongkar kembali jalan yang telah dibangunnya. Sungguh miris perbuatan yang dilakukan para caleg dan timses ini.
Berbagai fenomena tersebut menggambarkan betapa lemahnya kondisi mental para caleg dan timses. Mereka tidak siap menerima kekalahan sehingga merasa tertekan ketika suara yang diperoleh sedikit. Hal ini diakibatkan pandangan mereka yang keliru terhadap jabatan. Karena dalam sistem kapitalisme, jabatan legislatif merupakan jalan untuk meraih keuntungan materi. Inilah alasan kenapa banyak sekali rakyat yang berambisi untuk nyaleg, meskipun biaya untuk nyaleg butuh dana yang tidak sedikit. Hal ini karena pemilu dalam sistem demokrasi berbiaya tinggi. Dan untuk mendanai hal tersebut para caleg ada yang menjual harta dan sampai berutang.
Maka tidak heran ketika mereka gagal, dunia seolah hancur dan berakhir. Karena dengan kekalahan tersebut, mereka kehilangan harta dan kehilangan kesempatan untuk mengembalikan modal yang sudah dikeluarkan. Inilah gambaran orang-orang yang gila jabatan di dalam sistem kapitalisme. Sehingga mereka menjadi depresi, gila bahkan nekat mengakhiri hidupnya. Demikian kesalahan pandangan terhadap jabatan yang telah mengakar pada diri para caleg dan timses dan prinsip sekularisme telah menancap di kalangan masyarakat. Inilah potret buram penduduk negeri ini.
Sejatinya dalam prinsip Islam, jabatan adalah amanah berat yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Maka orang yang memegang jabatan adalah orang yang sedang memikul amanat berat. Maka dalam Islam syarat mutlak untuk menjadi pejabat negara adalah wajib orang yang memiliki ketakwaaan yang tinggi. Seorang penguasa haruslah orang yang takut kepada Allah, sehingga tidak akan mencari keuntungan pribadi ketika menjabat. Profil tersebut tampak pada kepemimpinan Rasulullah SAW dan para khulafaurasidin. Dan profil tersebut tidak akan ditemukan dalam sistem demokrasi kapitalisme saat ini. Pemilihan pemimpin dalam Islam bersifat sederhana, praktis, tidak membutuhkan biaya besar dan penuh kejujuran. Dan hanya pemimpin yang bertakwa yang akan terpilih sebagai penguasa, yang hanya mengharap ridho Allah SWT. Dan hal tersebut hanya akan terwujud apabila sistem Islam diterapkan dalam kehidupan bernegara sehingga akan tercipta keberkahan untuk semesta.
Wallahu’alam.