Anomali Kenaikan PPH dengan Sulitnya Rakyat Mengakses Makanan



Oleh : Elly Waluyo
(Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)



Pencitraan dalam sistem kapitalis seringkali digunakan untuk mengcover kebobrokan dan ketidakmampuan negara dalam menanggulangi masalah yang timbul di masyarakat yang diakibatkan oleh kebijakan berat sebelah yang condong pada kepentingan para pemilik modal. Rakyat yang menjadi korban kepincangan kebijakan dicekoki dengan berbagai alasan indah seakan-akan membela kepentingan rakyat, namun pada kenyataannya hanya pengelabuhan semata. Oleh karenanya wajar jika menjadi aneh dan dan tidak sinkron antara ekspetasi dan realitanya.

Sebagaimana yang terjadi saat ini, dimana Badan Pangan nasional (Bapanas) menyatakan peningkatan skor Pola Pangan Harapan (PPH)pada tahun 2023. Menurut Sarwo Edhi, selaku Plt Sekretaris utama Bapanas, PPH merupakan indikator untuk melihat keberagaman konsumsi pangan dan sebagai entry point dalam memantapkan ketahanan pangan nasional. Pihaknya juga mengatakan bahwa skor PPH tahun 2023 mencapai 94,1 lebih tinggi daripada tahun sebelumnya 2022 yaitu 92,9 persen. Bapanas pun berniat meningkatkan target pada tahun 2024 mencapai angka ideal 100 dan meyakini target tersebut dapat meningkatkan keanekaragaman konsumsi pangan masyarakat serta dapat menjadi solusi dalam permasalahan pangan seperti pengentasan daerah rawan pangan, gizi, dan menurunkan angka stunting di Indonesia. Sarwo Edhy pun memastikan bahwa masyarakat memiliki akses pangan yang merata dan terjangkau melalui berbagai usaha seperti bantuan pangan, sosialisasi pangan Beragam, bergizi seimbang dan aman (B2SA). (https://www.antaranews.com : 16 Februari 2024)

 Direktur Penganekaragaman pangan masyarakat NFA (National Food Agency) Rinna Syawal  mengungkapkan hal senada bahwa PPH diterbitkan oleh NFA melalui Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 11 Tahun 2023 sebagai salah satu instrument untuk menilai mutu konsumsi pangan masyarakat. PPH mengklasifikasikan pangan menjadi 9 kelompok yakni padi-padian, umbi-umbian, pangan hewani, buah/biji berminyak, minyak dan lemak, kacang-kacangan, gula, sayur dan buah, serta aneka bumbu dan bahan minuman (https://badanpangan.go.id : 7 Juni 2023) 

Pertimbangan pada segi daya terima, ketersediaan pangan, ekonomi, budaya dan agama dilakukan PPH dalam menyusun beragam pangan berdasarkan proporsi kesimbangan energi dari bermacam macam kelompok pangan dalam memenuhi kebutuhan gizi dari segi kualitas maupun kuantitas. Data dari Direktori Perkembangan Konsumsi Pangan 2019, Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian menyebutkan bahwa PPH pada kelompok selain padi-padian seperti umbi-umbian dan kacang-kacangan memiliki persentase yang masih jauh dari persen anjuran kecukupannya (https://foodreview.co.id :6 Februari 20214) 

Kenaikan Skor PPH merupakan suatu anomali ditengah kemiskinan ekstrem yang menghimpit masyarakat karena kenaikan bahan pangan terutama bahan makanan pokok seperti beras, membumbung tinggi, sehingga rakyat kesusahan dalam mendapatkannya. Hal ini membuktikan bahwa PPH yang digadang-gadang sebagai salah satu indikator keberagaman pangan yang dikonsumsi masyarakat dan entry point dalam memantapkan ketahanan nasional besutan Bapanas tidak mampu memecahkan permasalahan pangan. 

Dikutip dari www.cnbcindonesia.com , Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan nilai garis kemiskinan mengalami kenaikan sebesar 5,95% pada September tahun 2022. Jangankan menyediakan pangan dan gizi berimbang, untuk memenuhi makan sehari-hari saja rakyat kesulitan membelinya karenanya tak mengherankan jika angka stunting dan kelaparan meningkat dari tahun ke tahun. Sistem ekonomi kapitalis yang digunakan dalam negeri ini menyerahkan pengaturannya pada pihak swasta sehingga hanya mampu menyediakan dari segi ketersediaan pangan bukan pada segi distribusinya untuk memenuhi kebutuhan per individu. 

Terwujudnya kesejahteraan pangan setiap individu dalam suatu negara baik dari mutu maupun jumlah, serta kemudahan rakyat dalam mengaksesnya hanya bisa terwujud jika menerapkan sistem Islam secara kaffah. Sistem Islam memposisikan negara sebagai penjamin dan bertanggung jawab penuh atas kebutuhan pokok warga negaranya dan haram hukumnya menyerahkan tanggung jawab tersebut pada swasta. Negara berupaya meningkatkan hasil pertanian atau agraris melalui pengelolaan lahan yang ada, melakukan perluasan lahan pertanian dan memastikan tidak ada perubahan harga khusus yang disebabkan oleh mekanisme pasar pada bahan pangan, menghapus praktik kecurangan, ritel dan mengontrol distribusi untuk mencegah terjadinya monopoli pasar oleh pihak-pihak tertentu. Dalam meningkatkan produksi pangan, negara tidak akan mengizinkan pengambilalihan fungsi lahan produktif, mengambil lahan yang tidak digarap oleh pemiliknya dan menyerahkannya pada orang yang mampu mengelolanya.

 Industri penghasil alat-alat berat, dibangun negara untuk mendukung teknologi pertanian. Sedangkan untuk meningkatkan mutu pangan, negara melakukan riset pangan dan teknologi. Segala upaya tersebut dilakukan negara dengan menggunakan anggaran yang berasal dari baitul maal yang telah diatur sesuai syariat. Demikianlah sistem Islam menjamin kesejahteraan pangan bagi warga negaranya.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak