Anak Perempuan Pelaku Bullying, Dunia Anak Genting.




Oleh : Bunda Twins



Aksi diduga perundungan kemabali ramai jadi bahan pembicaraan masyarakat. Dalam sebuah vidio viral memperlihatkan seorang remaja wanita terlihat cekcok dengan sejumlah teman sebayanya di Kota Batam, Kepulauan Riau. 

Kasus bullying yang terjadi di Bengkong Sadai, Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri), pada Minggu, 29 Februari 2024, menjadi luka pilu yang mendalam bagi dunia anak khususnya di Kota Batam.

Tim dari Reskrim Polresta Barelang maupun Polsek Lubuk Baja bertindak cepat dengan laporan adanya dua korban yang mengalami penganiayaan berinisial SR, 17 tahun dan EF, 14 tahun," kata Nugroho dilansir dari Antara, Minggu (3/3/2024).

Berdasarkan keterangan korban dan pelaku, mereka ternyata kerap terlibat saling menjelek-jelekan. Motif pelaku melakukan aksi perundungan, kata Nugroho, karena kesal dan sakit hati dengan korban.

"Motifnya ya di sini, pelapor dan pelaku ini saling membully-lah. Korban dari informasi dari keterangan penyidik, sering menjelek-jelekan pelaku, informasinya seperti itu," ungkap Nugroho.

Selain itu, kata Nugroho, ada juga tuduhan bahwa korban mencuri barang pelaku yang kemudian pelaku tidak terima.

"Barangnya apa ini nanti masih didalami penyidik kami, kami juga dalami tindak pidana kekerasan terhadap anak," kata Nugroho.

Atas hal tersebut, pihak kepolisian menjerat dengan dua pasal yang berbeda, mengingat tiga dari empat pelaku merupakan anak di bawah umur, dan satu pelaku lainnya sudah dinyatakan dewasa.

Nugroho menjelaskan, pelaku dijerat Pasal 80 (1) jo. Pasal 76 c UU 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak dengan ancaman pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72 juta, dan juga dijerat dengan Pasal 170 Ayat (1) KUHP tentang pengeroyokan secara bersama-sama dengan ancaman penjara 7 tahun.

"Dalam hal ini kami mengimbau kepada masyarakat Kota Batam, terutama para orang tua dan guru untuk mengawasi anak-anaknya bergaul setiap hari supaya tidak melakukan kegiatan atau tindakan melanggar hukum

_ _ 

Faktor  Penyebab Bullying Terjadi Berulang. 
_ _

1. Kurangnya Pengawasan dan Perhatian Pada Anak. 

Anak umumnya identik dengan sosok polos tanpa dosa yang lucu menyenangkan. Namun, faktanya kini banyak anak menjadi pelaku kekerasan. Mereka tega melakukan bullying pada temannya dengan tindakan yang menyebabkan luka serius. Jika umumnya yang melakukan bullying adalah anak laki-laki, kini anak perempuan pun melakukan hal yang sama. Tidak hanya melakukan perundungan secara verbal, anak perempuan juga melakukan kekerasan fisik.

Kasus perundungan telah menjadi fenomena di berbagai daerah. Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukkan bahwa ada 87 kasus perundungan pada 2023 (RRI, 9-10-2023). Ini adalah kasus yang dilaporkan ke KPAI, sedangkan kasus yang tidak terlapor tentu lebih banyak lagi.

Nina selaku Wakil Ketua Divisi Anak Berhadapan Dengan Hukum (ABH) dan Pengasuhan Komisi Pengawasan Perlindungan Anak Kota Batam menjelaskan bahwa kasus ini bisa terjadi karena kurangnya pengawasan dan perhatian kepada anak, dan tingginya angka anak yang putus sekolah. 
Secara kronologis singkat, ini bisa terjadi karena kurangnya pengawasan dan perhatian kepada anak, dan juga banyak anak yang putus sekolah, sehingga mereka membentuk sebuah kelompok atau geng dan berkumpul pada tempat yang salah dan melakukan perilaku yang menyimpang ini," ujar Nina ketika ditemui Batamnews, Sabtu, 2 Maret 2024

Faktor internet dan perkembangan teknologi menjadi salah satu pemicu adanya perundungan yang terjadi. Kurangnya pengawasan keluarga kepada anak atas penggunaan teknologi dan internet sehingga anak menjadi leluasa untuk melihat dan menonton video-video yang kurang edukatif.

Dalam hal ini faktor keluarga dalam melakukan perhatian, pengawasan dan perlindungan menjadi faktor utama untuk tumbuh kembang anak agar anak bisa berkembang menjadi anak yang baik secara pola pikir dan perilaku. Bisa membedakan perbuatan halal/ haram, baik/ buruk, sehinggan faham bahwa bullying merupakan hal yang haram dan buruk sehingga tidak boleh dilakukan. 

2. Kondisi Ekonomi yang Lemah. 

Kasus perundungan yang terjadi karena kondisi ekonomi yang lemah, sehingga anak tersebut putus sekolah. Nina pun menyampaikan, ekonomi lemah membuat anak putus sekolah, keinginan anak yang tidak tercapai, sehingga anak melakukan hal - hal yang menyimpang untuk mendapatkan sesuatu yang memang di inginkan oleh anak tersebut. 

Saat ini para orang tua sibuk bekerja untuk mengejar uang. Tingginya biaya hidup memaksa para orang tua fokus pada pekerjaan dan melalaikan tugasnya dalam mendidik dan mengasuh anak agar menjadi saleh. Akibatnya, muncullah generasi minus kasih sayang yang bertindak tanpa arahan, semata demi memuaskan rasa kasih sayang yang tidak dia temukan di rumah.

3. Pendidikan yang Sekulerisme. 

Selain itu, fenomena maraknya perundungan juga menunjukkan gagalnya sistem pendidikan mencetak anak didik yang berkepribadian mulia. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat yang aman bagi anak, justru dipenuhi aksi kekerasan.

Hal ini disebabkan asas pendidikan saat ini adalah sekularisme yang menjauhkan agama dari kehidupan. Akibatnya, anak hanya menerima informasi/maklumat tentang materi pelajaran, tetapi tidak mendapatkan pendidikan terkait baik dan buruk dalam tingkah laku mereka. Anak-anak dijejali aneka materi pelajaran, tetapi mirisnya, mereka tidak dibentuk menjadi orang yang bertakwa. Akibatnya, anak berbuat sesukanya, termasuk melakukan perundungan. Toh, sanksi yang ada tidak menjerakan.

4. Model Peradilan yang Kurang Tegas. 

Model sistem peradilan yang membedakan antara pelaku kejahatan di atas 18 tahun (disebut dewasa) dengan di bawah 18 tahun (disebut anak) menjadi celah banyaknya kasus bullying yang terjadi. Pelaku tidak jera berbuat aniaya karena ancaman hukuman untuk anak lebih ringan. Padahal, sejatinya mereka sudah dewasa karena di kisaran umur mereka (14 tahun ke atas) kemungkinan besar mereka sudah balig.

--
Islam Mencegah Bullying
--

Maraknya bullying saat ini disebabkan penerapan sistem sekuler yang menuhankan kebebasan. Anak merasa bebas untuk berbuat sesukanya, tanpa ada rasa takut terhadap dosa dan azab neraka. Hal ini tidak akan terjadi di dalam sistem Islam.

Islam memiliki seperangkat sistem yang efektif mencegah bullying. Dari sisi pengasuhan, Islam mewajibkan orang tua untuk mendidik anaknya agar menjadi orang yang saleh dan dijauhkan dari azab neraka

Allah Swt. berfirman,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS At-Tahrim: 6)

Sistem ekonomi Islam akan mewujudkan kesejahteraan sehingga meringankan beban orang tua. Tidak ada istilah “kerja keras bagai kuda” hingga melalaikan pendidikan anak. Dengan demikian para orang tua akan bisa menjalankan fungsi pengasuhan dengan optimal. Tidak akan ada anak yang terabaikan karena orang tua terlalu sibuk bekerja. Setiap orang tua paham bahwa anak adalah amanah yang harus dijaga dengan baik.

Selain itu, Khilafah akan menerapkan sistem Islam kafah, termasuk sistem sanksi. Pelaku kekerasan akan dihukum dengan sanksi yang menjerakan, sesuai dengan kejahatan yang dia lakukan. Terkait dengan penganiayaan, berlaku hukum kisas, yaitu balasan yang setimpal.

Allah berfirman,

وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيْهَآ اَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ وَالْاَنْفَ بِالْاَنْفِ وَالْاُذُنَ بِالْاُذُنِ وَالسِّنَّ بِالسِّنِّۙ وَالْجُرُوْحَ قِصَاصٌۗ

“Kami telah menetapkan bagi mereka di dalamnya (Taurat) bahwa nyawa (dibalas) dengan nyawa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada qisas-nya (balasan yang sama).”(QS Al-Maidah: 45).

Setiap pelaku kekerasan yang sudah balig harus dihukum dengan saksi yang tegas, meski usianya masih di bawah 18 tahun.

Khilafah juga akan menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam dengan kurikulum sesuai syariat Islam sehingga akan menghasilkan anak didik yang berkepribadian Islam. Hal ini tampak dalam perilaku mereka yang saleh.

Penerapan sistem Islam dalam kehidupan ini adalah kunci untuk mencegah perundungan oleh anak. Sistem Islam justru menghasilkan anak-anak saleh yang taat pada Rabb-nya dan bersikap penuh kasih sayang pada sesama. 

Wallahu'alam bissawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak