Pembangunan dalam Kapitalisme Membuat Sengsara

Oleh : Dahlia


Kehadiran investor di Desa Cinagara, Caringin tidak dirasakan manfaatnya oleh warga Pabangbon.
Sebagian warga Pabangbon yang telah membebaskan tanahnya untuk PT Sinde Budi Sentosa, kini hanya mampu untuk hidup di rumah kontrakan.

Salah satu warga Pabangbon, Midah (50) mengaku masih bertahan di tanah sepetak miliknya. Lantaran harga yang ditawarkan perusahaan tidak cukup untuk membeli rumah baru.

“Ibu saya yang tanahnya sudah dijual ke PT sekarang tinggal di kontrakan, uangnya gak cukup buat beli rumah,” ungkapnya kepada Radar Bogor, Minggu (18/2).

Selain keluarganya, kata dia, masih banyak dari warga lainnya yang kini tinggal di rumah kontrakan. Sebagian lainnya hidup terlunta-lunta setelah menghabiskan uang pembebasan lahan.

Dari pantauan, hanya sekitar 4 rumah warga di Kampung Pabangbon yang masih bertahan dari pembebasan lahan. Meskipun saat ini rumah tersebut telah dikelilingi tembok setinggi 3 meter yang sengaja dibangun pihak perusahaan.

Menurut Midah, semenjak kehadiran PT Sinde Budi Sentosa, kehidupan warga Kampung Pabangbon tidak menentu. Hubungan antara tetangga yang awalnya terbilang harmonis kini semakin jauh.

“Keluhan-keluhan warga juga sudah disampaikan ke PT, tapi nggak pernah didengar. Padahal mereka sudah mulai bangun pabrik dari 2017 sampai sekarang,” keluh Midah.

Warga lainnya, Tati Rahayu mengaku tidak mendapatkan kompensasi apapun semenjak ada perusahaan tersebut. Selain tidak menerima kompensasi, usaha warung kopinya pun dipersulit dengan dibangunnya tembok oleh pihak perusahaan.

“Padahal rumah sudah mulai dinding retak karena getaran. Belum debu yang setiap hari masuk ke rumah,” tuturnya.

Dia berharap, pemerintah maupun wakil rakyat dapat membantu permasalahan ini. Warga khawatir jika permasalahan ini dibiarkan, maka pihak perusahaan akan bertindak sewenang-wenang.

“Adanya pabrik bukan mensejahterakan, malah menyengsarakan warga. Kami berharap adanya bantuan,” harap Tati.

Sementara itu, pihak pelaksanaan PT Sinde Budi Sentosa, Ade Yodian mempersilahkan warga yang merasa dirugikan untuk melapor ke pihaknya. Jika rumahnya mengalami kerusakan, warga diminta untuk mendokumentasikan sebagai syarat mengganti kerugian.

“Kalau memang merasa dirugikan, ada rumah retak misalnya, silahkan foto. Baik sebelum dan sesudah ada perusahaan. Nanti perusahaan akan menganti kerugian,” jelasnya.

Ade juga menyatakan, pihaknya tidak ingin ada kesalahpahaman dengan warga di sekitar perusahaan. Sehingga pihaknya telah membangun komunikasi yang baik selama ini.

Termasuk dalam proses pembebasan lahan warga Pabangbon, yang kini hanya menyisakan sejumlah rumah.

“Kalau jual beli itu, keduanya, baik pembeli maupun penjual harus sepakat. Kalau harganya terlalu tinggi managemen tidak berani. Pihak managemen juga sudah bertemu dengan warga Pabangbon. Kami terbuka,” tukasnya.


Antara Investasi dan Kemiskinan, Sebuah Ironi

Dalam sistem Islam, tugas negara adalah memenuhi kebutuhan dasar setiap warganya, bukan kebutuhan sekunder, apalagi tersier. Pembangunan akan diarahkan pada pemenuhan kebutuhan rakyat, bukan untuk tujuan mengikuti tren atau model negara lain. 

Adapun jika membangun infrastruktur, hal itu dibangun dengan fungsi untuk memudahkan kehidupan rakyat secara keseluruhan, bukan untuk golongan tertentu. Aktivitas berjalan dengan arah sesuai dengan syariat sehingga tidak berkembang kehidupan yang mengagungkan materialisme atau hedonisme.

Berbeda dengan sistem kapitalisme, jika terjadi kerugian pada perusahaan besar (seperti perbankan), negara akan melakukan bailout. Namun, jika kerugian itu menimpa rakyat kecil, tidak ada dana untuk menanggung kerugian mereka.

Tampak jelas bahwa pembangunan dalam sistem Islam diarahkan untuk kepentingan dan kemaslahatan rakyat. Tidak ada kesempatan bagi oligarki untuk mengambil keuntungan atas kebijakan yang ditetapkan. Sudah saatnya umat Islam menyerukan untuk menerapkan Islam secara kafah agar kebahagiaan dunia akhirat dapat teraih. Wallahualam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak