Pemangkasan Anggaran UNHRWA, Nihilnya Rasa Kemanusiaan Dunia




Oleh : Ami Ammara



Kepala badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA), Philippe Lazzarini bertemu dengan Menteri Luar Negeri Yordania, Ayman al-Safadi di Amman pada hari Kamis (1/2), ketika krisis terkait dugaan peran beberapa pegawai badan itu dalam serangan 7 Oktober terhadap Israel semakin gencar.

Pada pertemuan itu, Al-Safadi dan Lazzarini meminta negara-negara yang menangguhkan bantuan mereka kepada badan itu, untuk membatalkan keputusan mereka, menurut pernyataan Kementerian Luar Negeri Yordania.

Amerika dan lebih dari selusin negara lain mengumumkan rencana penangguhan sumbangan kepada badan yang juga dikenal sebagai UNRWA, setelah Israel menuduh bahwa 12 dari ribuan pekerjanya berperan serta dalam serangan 7 Oktober terhadap Israel yang memicu perang di Gaza.

Al-Safadi dan Lazzarini menekankan perlunya masyarakat internasional mengambil langkah segera untuk mendukung UNRWA. Ia mengatakan badan itu berperan sangat penting bagi para pengungsi Palestina dan mewakili kehidupan bagi lebih dari dua juta warga Palestina di Gaza.

Lazzarini juga memastikan, UNRWA segera memulai penyelidikan atas tuduhan itu dan memutuskan kontrak dengan pegawai yang dituduh, kata pernyataan itu.

Situasi Terkini di Gaza

UNRWA adalah satu dari sedikit lembaga bantuan internasional yang masih bisa beroperasi di kawasan itu. Sebagian besar dari 2,3 juta penduduk Gaza telah mengungsi ke selatan dan setidaknya 1,7 juta warga Palestina berlindung di fasilitas UNRWA. Sejak bantuan kepada UNRWA ditangguhkan, terjadi pengurangan bantuan kemanusiaan pada penduduk Gaza. Sebelumnya, 500 truk masuk ke Gaza setiap hari dan sekarang jumlahnya berkurang menjadi sekitar 200 truk.

Dampak dari penangguhan dana tersebut ialah anak-anak Gaza terancam kelaparan hingga kematian. Misi kemanusiaan yang menjadi tumpuan dan harapan jutaan warga Gaza akan runtuh menyusul aksi nirempati yang dilakukan negara-negara Barat. Atau barangkali mereka sengaja melakukan itu dengan dalih tuduhan Zion*s atas keterlibatan beberapa staf UNRWA dengan Ham*s?

Bagaimana tidak? Tanpa melihat tragedi kemanusiaan akibat perang, penangguhan dana kemanusiaan UNRWA yang dilakukan AS dan 10 negara lainnya, bisa saja memperpanjang derita rakyat Palestina. Secara tidak langsung, AS dan negara-negara penyokong dana UNRWA melakukan genosida kepada warga Gaza. Dana ditangguhkan, bantuan kemanusiaan terhenti, imbasnya, rakyat Palestina terancam kelaparan yang memicu kematian massal.

Bobroknya Kapitalisme

Bantuan kemanusiaan melalui UNRWA selama ini berjalan untuk Palestina. Negara pendonor terbesarnya adalah AS dan Barat. Namun, pada saat yang bersamaan, mereka membiarkan Israel hidup dan melakukan penjajahan, pembantaian, serta pengusiran atas warga Palestina. Ini ibarat memberi makan Palestina untuk bertahan hidup dalam peperangan. Yang mampu tidak mampu bertahan hidup akan meninggal, yang bertahan hidup akan hidup dalam keputusasaan dan penderitaan berkepanjangan.

Oleh AS dan Barat, Palestina seperti arena hidup dan mati. Mereka bermain-main di atas darah anak-anak Palestina. Kemanusiaan macam apa yang mereka artikan selama ini? Sedangkan hadirnya UNRWA adalah respons atas berdirinya “Negara Yah*di” di atas Palestina dengan terus memerangi muslim Palestina. UNRWA sendiri memiliki mandat khusus untuk memberikan bantuan dan perlindungan kepada populasi pengungsi Palestina.

Tersebab sumber masalahnya adalah entitas Yah*di, penyelesaian atas kejahatan kemanusiaan seharusnya adalah Barat menyetop dukungan militer untuk Zion*s. Puluhan lembaga kemanusiaan tidak akan berarti apa-apa jika entitas Zion*s ini tetap hidup di bumi Palestina. Sementara, kita semua tahu, PBB sudah tidak memiliki peran apa-apa mengingat mandulnya PBB dalam menghentikan tindakan keji Zion*s.

Inilah bobroknya sistem kehidupan kapitalisme. AS dan sekutunya yang mengemban ideologi ini menampakkan dua wajah yang berbeda dalam satu waktu. Di satu sisi, mereka menampakkan kemurahan hati sebagai donor dana UNRWA. Di sisi lain, mereka menampakkan arogansi dengan mendukung operasi militer Zion*s di Palestina dengan dalih memberantas kelompok teroris.

Sementara itu, dampak terbesar akibat dukungan militer tersebut ialah rusaknya infrastruktur publik yang mengancam keberlangsungan hidup lebih dari dua juta warga Palestina, termasuk puluhan ribu nyawa melayang akibat serangan Zion*s yang membabi buta. Ini membuktikan wajah kapitalisme jauh dari kemanusiaan.

Islam Menjunjung Tinggi Kemanusiaan

Islam sebagai agama yang sempurna dan kafah, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Bahkan, Allah Taala menegaskan dalam Al-Qur’an, derajat manusia tidak diukur dari ras dan golongannya, melainkan tingkat ketakwaannya. Adapun nilai kemanusiaan tersebut terangkum dalam beberapa poin berikut.

Pertama, larangan membunuh sesama muslim. Dalam QS An-Nisa: 93, Allah Taala berfirman, “Siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, balasannya adalah (neraka) Jahanam. Dia kekal di dalamnya. Allah murka kepadanya, melaknatnya, dan menyediakan baginya azab yang sangat besar.”

Dalam hukum Islam, tindak pembunuhan adalah satu di antara beberapa dosa besar yang konsekuensinya sangat berat di hadapan Allah Taala. Al-Qur’an telah menegaskan bahwa menghilangkan satu nyawa pada hakikatnya sama dengan membunuh seluruh umat manusia. 

Allah Taala berfirman, “Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa barang siapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Barang siapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia. Sesungguhnya Rasul Kami telah datang kepada mereka dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas. Tetapi kemudian banyak di antara mereka setelah itu melampaui batas di bumi.” (QS Al-Maidah: 32).

Kedua, Islam melarang menzalimi dan menyakiti warga zimi. Hal ini dijelaskan dalam sabda Rasulullah ﷺ, “Barang siapa menyakiti seorang zimmi (nonmuslim yang tidak memerangi umat muslim), maka sesungguhnya ia telah menyakitiku. Dan barang siapa yang telah menyakitiku, maka sesungguhnya ia telah menyakiti Allah.” (HR Thabrani).

Ketiga, Islam memiliki adab yang indah dalam peperangan, yakni larangan merusak fasilitas publik, membunuh anak-anak dan wanita, dan tidak menyerang musuh yang sudah menyerah. Dalam peperangan saja Islam begitu menjaga etika. Adakah kapitalisme menerapkan hal seperti ini?

Keempat, tidak ada paksaan dalam memeluk Islam. Maksudnya tidak boleh memaksa seseorang untuk masuk ke dalam Islam. Bukti dalam dalil tentang kebenaran Islam sangat jelas dan gamblang. Akan tetapi, siapa saja diberi petunjuk oleh Allah dan dilapangkan dadanya oleh Allah, maka ia akan memeluk dan masuk Islam dengan kesadarannya sendiri. Sebaliknya, siapa saja yang dibutakan hatinya oleh Allah dan dikunci hati, pendengaran, dan pandangannya, maka tidak ada manfaat baginya paksaan dan tekanan untuk memeluk Islam.

Kelima, Islam sangat menganjurkan membantu dan menolong orang yang kesusahan serta memudahkan urusan sesama. Rasulullah ﷺ bersabda, “Barang siapa merasa senang karena diselamatkan oleh Allah dari kesulitan hari kiamat, maka hendaklah ia menghilangkan kesusahan dari orang yang dalam kesukaran atau meninggalkan sesuatu yang ada padanya.” (HR Muslim).

Dalam riwayat lain, Rasulullah ﷺ juga bersabda, “Amalan yang paling dicintai Allah adalah engkau menyenangkan seorang muslim, atau engkau mengatasi kesulitannya, atau engkau menghilangkan laparnya, atau engkau membayarkan utangnya.”

Demikianlah, Islam dengan segenap aturan yang terperinci menjelaskan nilai-nilai kebaikan, kemanusiaan, keadilan, dan kasih sayang secara utuh. Dalam lingkaran kapitalisme, semua itu gagal diwujudkan. Hanya dengan penerapan sistem Islam secara kafah, rahmat Islam akan menaungi seluruh negeri-negeri muslim, termasuk Palestina, bahkan negeri-negeri nonmuslim yang tunduk dalam kekuasaan Islam.
Wallahu alam bi ash-shawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak