Oleh : Sri Setyowati
(Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)
Seorang pelajar SMK berinisial J (17) menjadi pelaku pembunuhan satu keluarga di Desa Babulu Laut, Kecamatan Babulu, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
Korban satu keluarga yang berjumlah lima orang itu ditemukan meninggal pada Selasa (6/2/2024) pukul 00.30 Wita. Kelima korban tersebut adalah W (34), SW (34), RJ (15), VD (10), dan ZA (2). Pelaku merupakan tetangga dari korban sendiri, yang merupakan mantan kekasih dari salah satu korban yaitu RJ.
Sebelum melakukan aksinya, pelaku sempat minum minuman keras bersama temannya di lokasi yang tak jauh dari rumah korban. Tersangka sempat pulang ke rumahnya untuk mengambil parang, kemudian menuju rumah korban, untuk melakukan aksinya. Setelah membunuh, pelaku juga memperkosa jasad korban RJ dan ibunya SW. Setelah melakukan pemerkosaan terhadap jasad korban RJ pelaku juga mengambil ponsel dan uang korban sebesar Rp 363 ribu.
Motif dari peristiwa tersebut adalah dendam, dimana salah satu korban yakni RJ (15) pernah menjalin hubungan asmara dengan pelaku. Namun mereka tak direstui oleh orangtua RJ karena remaja 15 tahun itu memiliki pasangan lain. Disamping itu pelaku dan korban sering cekcok karena masalah ayam, juga pihak anak korban meminjam helm selama tiga hari tidak dikembalikan.
Akibat perbuatan tindak pidana sadisnya, pelaku ditetapkan sebagai tersangka dan diberikan sanksi berat sesuai dengan pasal 340 KUHP subs pasal 338 KUHP subs Pasal 365 KUHP Jo Pasal 80 Ayat (3) Jo Pasal 76 c UU Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman mati atau seumur hidup. (republika.co.id, 08/02/2024)
Sungguh miris, karena hal sepele seorang remaja tega menghabisi nyawa satu keluarga bahkan dua diantaranya sempat diperkosa setelah dibunuh. Terlebih pelaku adalah seorang remaja yang masih berusia 17 tahun. Usia remaja yang semestinya masih sibuk bermain dengan teman sebaya dan berbagai tugas sekolah namun justru telah melakukan tindakan kriminal, tega melakukan perbuatan sadis dan keji menghabisi nyawa satu keluarga.
Hal ini menggambarkan lemahnya pengawasan orangtua, kurangnya kontrol masyarakat dan minimnya sanksi hukum tegas yang mampu mencegah individu melakukan kejahatan. Hal ini juga menunjukkan gagalnya sistem pendidikan negeri ini untuk mewujudkan siswa didik yang berkepribadian terpuji. Efek buruk minuman keras juga menjadi faktor pemicu segala bentuk kejahatan seperti mencuri, berzina, membunuh, dan lainnya. Kasus tersebut merupakan potret buram pendidikan negeri ini yang berlandaskan sekularisme, dimana agama dipisahkan dengan kehidupan.
Tentu kasus seperti demikian akan sulit terjadi dalam negara yang berlandaskan sistem Islam, yaitu sistem kehidupan terbaik yang berasaskan akidah Islam. Sistem pendidikannya mampu melahirkan generasi berkualitas dan berkepribadian Islam. Sistem sanksi hukumnya bersifat menjerakan (jawazir) dan penebus dosa (jawabir). Selain itu sistem Islam memiliki berbagai mekanisme yang mampu mencegah tindak kejahatan, salah satunya adalah mengharamkan khamar yang merupakan induk kejahatan. Rasulullah SAW bersabda, _"Jauhilah kalian semua khamar, karena khamar itu kunci segala kejahatan._ (HR. Hakim).
Peran lembaga pendidikan juga sangat penting, karena di sekolah para remaja dididik dan ditempa dengan tidak hanya ilmu pengetahuan namun juga adab, pola pikir dan pola sikap sesuai syariat Islam. Karena itu ketika bukan sistem Islam yang menjadi landasan hidup maka sudah pasti akan menimbulkan kekacauan dan tidak ada kemaslahatan bagi umat.
Sudah saatnya kita kembali kepada hukum Allah, hukum yang paling sesuai untuk ciptaan-Nya. Allah sebagai pencipta, sudah pasti paling tahu aturan untuk makhluk yang diciptakan-Nya. Karenanya penerapan hukum-hukum Allah pasti akan membawa rahmatan lil alamiin.
Wallahu a'lam bi ash-shawab.
Tags
Opini