Maraknya Kejahatan, Saatnya Kembali pada Islam



Oleh: Ita Mumtaz



Miris dan memilukan apa yang menimpa anak berusia 8 tahun, warga Desa Tutuyan Tiga, Sulawesi Utara. Bocah tak berdosa itu telah tewas mengenaskan di tangan keluarganya sendiri dalam kondisi leher terpisah dari kepala. Jasadnya ditemukan di kebun kelapa milik salah satu warga. Pelaku kini telah diamankan aparat Polisi Bolaaang Mongondow Timur (Boltim), Sulawesi Utara. Menurut pengakuannya, pelaku membunuh korban karena ingin menguasai perhiasan yang dikenakan korban untuk dijual dan dibelikan HP baru. (detiknews.com, 20/01/2024)

Seolah hilang akal dan nurani, seseorang tega membunuh kerabat sendiri hanya demi mewujudkan tuntutan gaya hidup. Padahal bocah ini adalah buah hati dari kedua orang tua yang telah lama menginginkan kehadiran seorang anak di tengah-tengah kehidupan rumah tangganya. Lalu apa yang membuat seseorang tega berbuat sadis hanya karena keinginan pada barang yang tak terjangkau harganya?

Berbagai kejahatan marak terjadi di masa sekarang ini. Entah itu pelakunya dari keluarga sendiri maupun orang lain. Bahkan mirisnya ada orang tua yang tega meghabisi nyawa darah dagingnya sendiri. Sungguh kejadian di luar nalar sekaligus berlawanan dengan nurani manusia. 

Motif terbesar tindak kejahatan termasuk pembunuhan biasanya dendam pribadi termasuk kecemburuan akibat perselingkuhan, masalah perekonomian, utang piutang, tuntutan gaya hidup, hingga egoisme pribadi yang tak mampu menahan amanah, akibat minuman keras dan lain-lain. Semakin hari kasus-kasus serupa tidak justru berkurang, malah lebih besar. Padahal para pelaku sudah dijatuhi hukuman tapi seakan-akan upaya ini percuma saja. Mereka tidak menjadikan hukuman yang diberikan oleh pelaku kejahatan sebagai bahan renungan dan pelajaran yang membuatnya takut berbuat kejahatan yang serupa.

Gaya hidup kebebasan dan hedonisme juga menjadi penyebab hilangnya nurani dan rasa kasih sayang manusia. Mereka bisa gelap mata dan tega menyakiti bahkan membunuh sesama manusia karena ambisi memiliki barang yang akan dijadikan kebanggaan tersendiri. Sebab dalam kehidupan kapitalisme kebahagiaan dan martabat seseorang dinilai dari harta benda yang dimiliki. Hal inilah yang membuat seseorang lalai akan tujuan hidupnya di dunia, yakni dalam rangka untuk beribadah dan taat kepada Sang Pencipta.

Padahal bagi seorang muslim, penghilangan nyawa manusia tanpa haq adalah merupakan dosa besar. Sebagaimana firman Allah Swt dalam surat An Nisa 93. 

وَمَنْ يَّقْتُلْ مُؤْمِنًا مُّتَعَمِّدًا فَجَزَاۤؤُهٗ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيْهَا وَغَضِبَ اللّٰهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهٗ وَاَعَدَّ لَهٗ عَذَابًا عَظِيْمًا ٩٣

Artinya: "Siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, balasannya adalah (neraka) Jahanam. Dia kekal di dalamnya. Allah murka kepadanya, melaknatnya, dan menyediakan baginya azab yang sangat besar." (QS An Nisa 93)

Dalam Islam, kasus kejahatan ini mampu diminimalisasi dengan penerapan syariat dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ada tiga pilar utama yang harus ditegakkan sebagai solusi berbagai macam kriminalitas. Pertama, ketakwaan individu. Ketakwaan kepada Allah Swt ini adalah konsekuensi dari keimanan. Semakin kuat iman seseorang maka semakin tinggi ketakwaan kepada Allah. Setiap perbuatannya pasti akan disandarkan pada halal dan haram. Ketakwaan ini bisa dihasilkan dari penanaman akidah yang kuat serta pembentuk kepribadian dari orang tua, keluarga, lingkungan masyarakat, kurikulum pendidikan sehingga suasana kehidupannya penuh dengan keimanan. 

Allah SWT berfirman, “Wahai orang orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari siksa api neraka.” (TQS. At-Tahrim:6).

Yang kedua adalah kontrol masyarakat. Dalam Islam, amar ma'ruf nahi munkar adalah kewajiban bagi setiap muslim. Sehingga dalam kehidupan bermasyarakat selalu ada sikap saling mengingatkan dan menasehati. Jika dalam dunia Barat hal ini dianggap tidak beretika sebab turut mencampuri urusan orang lain. 

Sebaliknya di dalam Islam justru merupakan kewajiban. Dan ini adalah manifestasi dari kecintaan muslim kepada sesama muslim. Karena seorang muslim akan senantiasa menyelamatkan saudaranya jika melihatnya berada dalam tepi jarang kemaksiatan. Sehingga akan senantiasa tumbuh rasa kepedulian dan suasana saling mengingatkan. Yang diingatkan pun suka dan mengucapkan terimakasih atas kepedulian dan rasa kasih sayang dari saudaranya. 

Demikianlah Rasulullah Saw memberikan teladan kepada umatnya. Rasulullah Saw bersabda, "Siapa saja yang menyaksikan kemungkaran, hendaknya ia mengubah kemungkaran itu dengan tangan ( kekuasaan )-nya. Jika tidak mampu, dengan lisannya, jika tidak mampu juga, dengan hatinya. Hal demikian adalah selemah lemahnya iman.”(HR Muslim).

Yang ketiga adalah hadirnya negara dalam menjaga masyarakat dari berbagai kejahatan yang bisa menimpa siapapun dan dengan cara apapun. Negara mengedukasi lewat pendidikan pada generasi maupun pembinaan di tengah-tengah masyarakat. Dan yang paling penting adalah menegakkan syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk ekonomi dan sistem sanksi. 

Negara pun wajib menjamin setiap warganya dalam upaya memenuhi kebutuhan pokoknya, yakni pangan, sandang, papan dan kebutuhan komunal seperti pendidikan, keamanan, dan kesehatan. Hal ini juga bisa mengurangi kasus kejahatan akibat masalah ekonomi keluarga. Karena negara adalah pengayom dan pelindung umat. 

Jika pembunuhan diberikan sanksi berupa qishas maka orang lain tidak akan berani melakukan kejahatan seperti itu. Allah telah menggambarkan dalam Alquran bahwa  sesungguhnya di dalam qishas ada kehidupan. 

Maka masih menungu apa lagi jika penegakan syariat secara sempurna telah terbukti membawa umat Islam pada peradaban yang penuh rahmat, kebahagiaan dan kemuliaan? Wallahu’alam bish-shawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak