Oleh: Rines (pegiat literasi)
Bagian 1
Ditengah keprihatinan kita pada saudara kita di Palestina, ada sejarah menarik tentang Palestina, khususnya saat dibebaskan oleh Umar bin Khattab, dan Salahuddin Al Ayubi.
Umar bin Khattab merupakan salah satu tokoh penting dalam sejarah Islam. Ia adalah khalifah kedua dalam sejarah Islam, sekaligus pahlawan perjuangan masyarakat Islam.
Salah satu bentuk perjuangan dari Umar bin Khattab adalah misi pembebasan Palestina dan Yerusalem dari cengkeraman Romawi. Kala itu, Palestina berada dibawah tekanan bangsa Romawi selama ribuan tahun.
Sebelum Umar bin Khattab menjadi khalifah, Islam telah berkembang pesat di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad SAW dan khalifah pertama Abu Bakar. Namun, Islam masih menghadapi tantangan besar dari dua kekaisaran besar, yaitu Persia dan Romawi (Bizantium).
Kedua kekaisaran ini memiliki kekuatan militer dan politik yang sangat besar, serta memiliki pengaruh kuat di wilayah Timur Tengah, termasuk Palestina dan Yerusalem. Palestina dan Yerusalem adalah tanah suci bagi tiga agama samawi, yaitu Islam, Yahudi, dan Kristen.
Setelah Abu Bakar wafat pada tahun 634 M, Umar bin Khattab terpilih menjadi khalifah kedua Islam. Salah satu prioritas beliau adalah melanjutkan perjuangan melawan Bizantium, yang telah menyatakan permusuhan terhadap Islam sejak zaman Nabi Muhammad SAW.
Sebuah kota penting yang menjadi target mereka adalah Yerusalem, yang merupakan ibu kota provinsi Palestina di bawah Bizantium. Kota ini dikenal dengan nama Aelia Capitolina oleh Bizantium, dan al-Quds oleh Muslim.
Pasukan Muslim mulai mengepung kota ini pada tahun 637 M. Pengepungan ini berlangsung selama beberapa bulan, dengan beberapa kali terjadi pertempuran sengit antara kedua belah pihak.
Akhirnya, pada tahun 638 M, Bizantium menyerah dan bersedia menyerahkan kota itu kepada pasukan Muslim. Namun, ia menolak untuk menyerahkan kota itu kepada siapa pun selain Umar bin Khattab sendiri. Oleh karena itu, Umar bin Khattab meninggalkan Madinah dan melakukan perjalanan ke Yerusalem untuk menerima penyerahan kota itu secara langsung.
Ketika sampai di Yerusalem, Umar bin Khattab disambut dengan hormat oleh pasukan Bizantium. Umar bin Khattab kemudian membuat sebuah perjanjian yang dinamakan dengan 'Perjanjian Umar'.
Perjanjian ini mengatur hak-hak dan kewajiban penduduk kota, baik Muslim maupun non-Muslim. Perjanjian ini menjamin kebebasan beragama, perlindungan terhadap gereja-gereja dan salib-salib, serta kewajiban membayar pajak.
Pada abad ke 11 kota Yerusalem berada di bawah kontrol Kekhalifahan Fatimiyah. Pada tahun 1095, Paus Urban II memanggil para bangsawan dan rakyat Eropa untuk bersatu menaklukkan Yerusalem dari tangan kaum muslim. Banyak pangeran dan bangsawan Eropa bergabung dengan tentara salib membawa pasukan mereka untuk menaklukkan Yerusalem. Setelah mengatasi berbagai rintangan, tentara salib tiba di Yerusalem pada tahun 1099. Pengepungan berlangsung selama beberapa minggu hingga akhirnya tentara salib berhasil merebut Yerusalem pada 15 juli 1099 dan penduduknya di bantai.
Sejarah kelam islam tercatat di Yerusalem sebagai pembantaian yang mengerikan dan tanpa manusiawi setelah masuknya tentara salib yang di prakarsai oleh Paus urban II, sehingga Yerusalem jatuh ketangan kristen, Masjid al aqsha di jadikan kamar dan apartemen-apartemen kecil. Setelah 88 tahun di kuasai Crusuader , muncullah pahlawan islam yang berhasil menaklukan kembali Yerusalem untuk umat muslim seluruh dunia, Dialah Raja Shalahuddin Al ayyubi.
Penaklukan Baitul maqdis oleh Shalahuddin Al-ayyubi
Shalahuddin Al Ayyubi merupakan seorang khalifah, pemimpin, sekaligus pendiri dari Kekhalifahan Ayyubiyah. Kekhalifahan ini dibangun setelah keruntuhan Kekhalifahan Fatimiyah akibat melawan Tentara Salib.
Strategi yang di tempuh dalam membebaskan Baitul Maqdis dari pemerintahan Salib adalah dengan menyatukan wilayah-wilayah kaum Muslimin. Karena dengan adanya persatuan wilayah akan menghasilkan pertahanan dan keamanan yang sangat kuat.
Shalahuddin Al-ayyubi menyatukan barisan kaum Muslimin yang berada di selatan (Mesir) dan Utara (Syam) di bawah satu kepemimpinan Dinasti Ayyubiyah. Setelah 13 tahun berjuang menyatukan wilayah-wilayah Islam yang terpecah belah, akhirnya Salahuddin Al Ayyubi benar-benar menjadi pemimpin yang berkuasa atas Mesir, Syam, Mosul dan negeri-negeri Muslim lainnya. Di tangannya terhimpun berbagai kekuatan pasukan yang sewaktu-waktu bisa dimobilisasi untuk tujuan strategis.
Oleh karena itu, pada tahun 583 H terjadilah peperangan Hittin yang hasilnya sangat menguntungkan bagi kaum Muslimin baik secara moral maupun spiritual. Bahkan, kemenangan peperangan tersebut merupakan pintu terbukanya penaklukan-penaklukan berikutnya termasuk Baitul Maqdis. Sehingga pada beberapa bulan berikutnya Salahuddin Al Ayyubi mengajak kaum Muslimin untuk menyambut jihad akbar dalam memerdekakan kiblat pertama dan bumi Isra' nabi Muhammad SAW.
Ibnu Katsir menyebutkan ketika kaum Muslim mendengar berita-berita kemenangan jihad Salahuddin Al Ayyubi dan beliau bermaksud untuk melanjutkan jihad ke Baitul Maqdis, maka banyak dari kalangan ulama dan orang-orang saleh dari seluruh penjuru dunia berduyun-duyun ikut bergabung dalam barisan jihad tersebut dengan sukarela.
Tepat pada tanggal 2 Oktober 1187 atau setelah tiga bulan berjibaku dalam pertempuran Hattin, pasukan tentara Islam yang dipimpin Salahudin Al-Ayubi berhasil menaklukan dan membebaskan kota suci itu dari kedzaliman dan kebiadaban.
Shalahuddin Al Ayyubi masuk Palestina tanpa pertumpahan darah, dalam hal ini, beliau memperlakukan dengan baik penduduk yang ketakutan disana.