Kenaikan Harga Beras, Rakyat Semakin Susah



Oleh: Lulu Nugroho



Ribuan warga rela antre dari pagi buta demi membeli beras medium 5 kg yang digelar Pemerintah Kota Bandung, Senin (19-2-2024). Operasi Pasar Beras Medium SPHP dan Pasar Murah digelar di tiga kecamatan yaitu Bandung Wetan di Taman Film, Kecamatan Buahbatu di Komplek Mustika Hegar dan di Cibiru, Kota Bandung.


Ada ibu yang membawa bayi dan lansia di antara kerumunan, berdesakan selama 3 jam, untuk mendapatkan beras murah dengan harga Rp10.600 per kilogram, sedangkan di pasar harganya mencapai Rp16.500. Bahkan Ayi (48), ibu rumah tangga (IRT) asal Kecamatan Buahbatu, Kota Bandung, Jawa Barat, pingsan akibat kelelahan saat antre beras. (Tribunnews.com, 19-2-2024)


Ternyata tak mudah antre beras murah di Operasi Pasar Beras. Meskipun Pemerintah Daerah menyatakan bahwa stok beras aman dan meminta warga agar tidak panik, namun ternyata tak semua warga kebagian beras murah. Apalagi ada syarat lain yaitu satu warga maksimal bisa membeli dua pak beras, seharga Rp53.000/pak, dengan mencantumkan KTP warga kecamatan setempat. Maka warga yang jauh dari lokasi pasar murah tersebut, tentu tidak dapat mengakses beras murah.


Masyarakat hanya bisa pasrah, ketika harga-harga kebutuhan pokok lainnya, mulai merangkak naik, jelang Ramadhan. Mereka menganggapnya hal itu lumrah terjadi, sebagai ritual tahunan jelang hari-hari besar. Jelas hal ini menambah keprihatinan masyarakat, sebab mesti merogoh saku lebih dalam lagi.


Sungguh ironi, pasca pesta demokrasi dengan berbagai janji manis yang ditawarkan paslon dan para caleg, nyatanya kini rakyat tak jua lepas dari persoalan hidupnya. Bahkan kini beras menjadi primadona, sulit ditemukan, dan harganya mahal. Padahal itu adalah makanan pokok yang seharusnya tersedia di setiap rumah-rumah penduduk.


Sistem Kapitalis Gagal Memberi Jaminan Pangan
Kenaikan harga beras yang tidak mampu diantisipasi oleh negara, adalah bukti bahwa negara tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat, terhadap beras. Meski telah disebarkan bansos atau diadakan pasar murah, tetapi tidak semua warga dapat mengakses hal itu. Keduanya hanya bersifat insidental, membantu hanya di waktu tertentu saja. Tetapi di hari-hari berikutnya, masyarakat berjibaku memenuhi kebutuhan pangannya.


Penerapan sistem ekonomi liberal telah memberi keleluasaan dan membuka pintu lebar-lebar, kepada pada pemilik modal untuk menguasai beras, dari sejak produksi hingga distribusinya. Perusahaan inilah yang akhirnya memonopoli gabah petani, serta membelinya dengan harga yang lebih tinggi. Tak ayal banyak penggilingan kecil yang gulung tikar karena tidak mendapatkan pasokan gabah.


Tidak hanya gabah, mereka pun menguasai teknologi penggilingan padi dan menghasilkan beras berkualitas premium. Sedangkan penggilingan kecil, hanya menghasilkan kualitas medium. Mereka juga menguasai pasar dengan memproduksi beras berbagai merek, dan melarang petani menjual beras langsung ke konsumen. Sistem yang rumit dan menggunakan banyak pemain, menjadikan petani tak berkutik menghadapi perusahaan besar. Termasuk para makelar juga mempersulit alur distribusi.


Di samping itu, alih fungsi lahan pertanian menjadi area wisata, pemukiman atau industri juga mempengaruhi penurunan produksi beras. Begitu pula halnya dengan deforestasi, yang mengakibatkan anomali cuaca sehingga pertanian terancam gagal panen. Belum lagi jika kemudian terjadi bencana alam akibat eksploitasi lahan yang berlebihan. Seluruhnya terjadi berkat sistem kapitalisme yang tidak berpihak pada rakyat.


Petani kecil tak berdaya berhadapan dengan perusahaan besar. Mereka menguasai harga. Petani tidak sejahtera, bahkan beberapa dari mereka meninggalkan profesinya dan beralih menjadi buruh bangunan. Maka negara perlu memberikan perhatian serius terhadap masalah ini, dengan mengelola persoalan pangan dan memperbaiki alurnya. Bukan dengan mengupayakan budi daya tanaman sorgum, sebagaimana yang dikembangkan para petani di Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT).


Terlebih lagi, Allah SWT telah menganugerahkan negeri ini kekayaan alam berupa lahan yang sangat luas dengan limpahan cahaya matahari, membuat berbagai tanaman dapat tumbuh sumbur di negeri zamrut khatulistiwa. Maka negeri ini berpotensi melakukan swa sembada beras, yakni dengan mengerahkan tenaga ahli di bidang pertanian, untuk kemudian memberikan edukasi dan pelatihan kepada para petani. Di sampin itu, negara berfungsi sebagai support system dengan sarana dan prasarana pendukung pertanian.


Jaminan Pangan di Masa Kejayaan Islam

Rasulullah saw. telah menegaskan dalam sabdanya, “Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus hajat hidup rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR Muslim dan Ahmad)


Islam menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok, dalam hal ini pangan, sampai ke individu. Negara menerapkan sistem ekonomi Islam yang menjamin kemaslahatan bagi semua pihak. Dalam Islam, kepemilikan berada pada tempatnya masing-masing. Negara tidak memberi peluang pada para kapital menguasai hajat hidup masyarakat.


Negara mengelola pangan, dari sejak produksi hingga distribusinya. Tidak boleh ada praktik yang merusak mekanisme tersebut. Di sektor hulu, para petani mendapat bantuan negara dari mulai pengadaan bibit, pupuk, benih, pestisida, alat pertanian, dan sebagainya. Termasuk lahan bagi warga yang memiliki kemampuan menggarap tanah.


Sedangkan di sektor hilir, negara melarang monopoli, penimbunan, pematokan harga, praktik riba, tengkulak, kartel dan sebagainya. Disertai penegakan hukum secara tegas sesuai persanksian dalam Islam, dengan mengangkat sejumlah qadhi hisbah untuk melaksanakannya.


Negara membenahi sektor hulu hingga hilir sehingga harga hasil produksi, terjangkau dan stabil. Dipastikan petani pun sejahtera sebab tak perlu bersaing dengan perusahaan besar. Dan masyarakat memperoleh beras dan bahan pangan lainnya dengan harga terjangkau, padat gizi, halal dan thayyib. Allażī ja’ala lakumul-arḍa firāsyaw was-samā`a binā`aw wa anzala minas-samā`i mā`an fa akhraja bihī minaṡ-ṡamarāti rizqal lakum.








Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak