Kemiskinan Ekstrim Mengancam Masa Depan Generasi




Oleh : Bunda Twins



Jumlah anak di seluruh dunia yang tak memiliki akses perlindungan sosial apa pun mencapai setidaknya 1,4 miliar. Ini merupakan anak di bawah usia 16 tahun berdasarkan data dari lembaga PBB dan badan amal Inggris Save the Children.
Tak adanya akses perlinsos ini membuat anak-anak lebih rentan penyakit, gizi buruk dan terpapar kemiskinan.
Data tersebut dikumpulkan oleh Organisasi Buruh Internasional (ILO), Dana Anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) dan Save the Children.
Di negara-negara berpendapatan rendah, hanya satu dari 10 anak, bahkan kurang, yang mempunyai akses terhadap tunjangan anak. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan cakupan yang dinikmati oleh anak-anak di negara-negara berpendapatan tinggi.

Pemerintah memperkirakan kemiskinan ekstrem bisa melonjak drastis pada penghujung tahun masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, yakni tahun 2024. Ini karena basis perhitungan penduduk miskin yang digunakan secara global berbeda dengan yang digunakan pemerintah selama ini.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan selama ini pemerintah menggunakan basis perhitungan masyarakat miskin ekstrem dengan garis kemiskinan sebesar US$ 1,9 purchasing power parity (PPP) per hari. Padahal secara global sudah US$ 2,15 PPP per hari.

"Satu PR (pekerjaan rumah yang sedang kita hadapi adalah mengenai metode penghitungan kemiskinan ekstrem dan sekarang pemerintah masih menggunakan angka US$ 1,9 PPP," kata Suharso saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Gedung DPR, Jakarta, Senin (5/6/
Suharso menjelaskan, dengan basis perhitungan itu saja pemerintah harus mengentaskan 5,8 juta jiwa penduduk miskin hingga mencapai nol persen pada 2024. Ini setara dengan 2,9 juta orang per tahunnya.

Sementara itu, bila basis perhitungan orang yang bisa disebut sebagai miskin ekstrem dengan perhitungan secara global, yakni US$ 2,15 PPP per hari, maka pemerintah harus mengentaskan 6,7 juta orang penduduk miskin hingga 2024, atau 3,35 juta orang per tahunnya.

"Kalau menggunakan angka SDGs (Sustainable Development Goals) di angka US$ 2,15 PPP dan kalau ini kita gunakan maka kemiskinan ekstrim naik ke 6,7 juta sehingga setiap tahun mulai tahun ini kita harus turunkan kemiskinan 3,35 juta," ujarnya.

Kendati begitu, Suharso memastikan, pemerintah akan terus konsisten mengentaskan kemiskinan ekstrem hingga 2024, caranya dengan memperbaiki pemberian bantuan sosial secara lebih tepat sasaran untuk mengurangi beban pengeluaran, pemberdayaan sosial dan ekonomi dengan memberikan jaminan peningkatan pendapatan, serta memperluas akses pelayanan dasar.

"Memang sudah didekati cara pengurangannya dengan multi dimensi yang luar biasa dan sudah ada yang sukses dan sebagian besar masih punya persoalan di penerima manfaat yang semestinya kita telah kembangkan Regsosek," ucap Suharso.

_ _
Sistem Kapitalisme Sumber Masalahnya
_ _

Sebenarnya, jika kita cermati, ancaman kemiskinan ekstrem, gizi buruk, hingga kelaparan yang dihadapi anak-anak, bukan karena rendah atau tingginya cakupan tunjangan anak, melainkan lebih kepada penerapan sistem kapitalisme secara global.

Apakah dengan perlindungan sosial (perlinsos) dan tunjangan anak, kemiskinan akan selesai dengan tuntas? Jelas tidak! Ini karena selama kapitalisme masih menghegemoni banyak negara, jurang sosial itu akan tetap menganga. Inilah sebabnya ada istilah negara berpendapatan tinggi dan rendah. Tidak mengherankan pula ada julukan negara maju dan negara berkembang. Negara maju mengatur ekonomi global, negara berkembang mengikuti aturan main yang ditetapkan negara maju selaku pengemban ideologi kapitalisme.

Terlebih lagi, perlinsos hanyalah solusi tambal sulam dari kapitalisme, tetapi sistem yang menjadi biang masalah kemiskinan itu justru tetap tegak berdiri. Ini sama saja seperti memotong ranting untuk mengurangi rimbunnya daun, tetapi akarnya tidak dicabut sehingga ranting-ranting itu akan kembali tumbuh.

Mengapa ada negara berpendapatan rendah dan berpendapatan tinggi yang memengaruhi tingkat kemiskinan di negara tersebut? Pada dasarnya, sistem kapitalisme meniscayakan hal itu terjadi. Sistem ini sifatnya eksplosif dan destruktif. Eksplosif karena eksistensi ideologi ini tidak bisa dilepaskan dari cara penyebarannya, yakni penjajahan atau imperialisme. Ditambah, nilai kebebasan yang diagungkan menjadi dalih pembenar atas eksploitasi yang mereka (negara adidaya) lakukan pada negeri-negeri yang memiliki kekayaan SDA yang melimpah ruah.

Destruktif artinya sistem ini memiliki daya rusak yang dahsyat. Atas nama kebebasan kepemilikan dan liberalisasi pasar, satu atau dua individu bisa menguasai satu negara. Inilah yang disebut oligarki kapitalis. Tidak jarang pula liberalisasi dan eksploitasi mengakibatkan rusaknya keseimbangan ekosistem alam yang berpengaruh pada perubahan iklim secara ekstrem. Berapa banyak hutan dibabat demi industrialisasi? Berapa banyak pula tambang mineral bumi dikeruk demi kesenangan materi? Berapa banyak pula bencana alam terjadi karena kerakusan dan keserakahan kapitalis juga korporasi?

Kondisi ini merupakan konsekuensi dari reinventing government, yang mana negara hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator. Reinventing government berarti mewirausahakan birokrasi, yakni mentransformasikan semangat wirausaha ke dalam sektor publik. Sesuai definisinya, negara diurus layaknya mengurus sebuah perusahaan. 

Dalam sebuah perusahaan, pasti ada unsur bisnis dan profit. Terdapat tiga prinsip dalam penerapan reinventing government yang begitu kental dengan nilai-nilai kapitalisme.

Prinsip pertama, pemerintahan katalis (catalytic government) yang berarti negara berperan sebagai pengarah, bukan pelaksana dalam melayani urusan rakyat. Adapun yang berperan sebagai pelaksana diserahkan pada swasta atau melalui privatisasi.

Kedua, pemerintahan milik rakyat (community government). Sepintas tampak bagus, tetapi makna dari prinsip ini adalah pemerintah memberdayakan atau memberi wewenang ketimbang melayani (empowering rather than serving). Artinya, pemerintah berharap agar rakyat berdaya sendiri dengan memberi wewenang kepada masyarakat agar terselenggara pelayanan efektif dan efisien. Ini dilakukan agar kelak masyarakat mengurangi ketergantungannya kepada pemerintah dengan menjadi masyarakat mandiri. Dengan kata lain, negara berlepas diri dari kewajibannya sebagai pelayan rakyat.

Ketiga, pemerintahan kompetitif (competitive government). Maksudnya ialah pemerintah menjadi pesaing bagi organisasi bisnis lainnya. Pemerintahan semacam hanya akan memberi peluang swasta bermain di banyak sektor strategis. Sebagai contoh, hari ini semakin banyak sekolah swasta dan rumah sakit swasta berdiri dalam rangka mengakomodasi pelayanan dan fasilitas publik yang masih kurang pada sekolah dan rumah sakit yang berstatus negeri. Ini contoh pelayanan dalam pendidikan dan kesehatan. Alhasil, rakyat yang hidupnya terbatas dan ekonomi pas-pasan harus merasa berpuas diri mendapat layanan publik yang ala kadarnya. Kondisi ini akan memperparah kemiskinan menjadi semakin ekstrem.

Bahkan, di Indonesia, 6,7 juta warga diperkirakan akan mengalami kemiskinan ekstrem pada 2024 jika merujuk pada standar garis kemiskinan global, yakni USD2,15 PPP (purchasing power parity) (setara Rp10.229 per orang per hari atau Rp306.870 per bulan). Sementara itu, batas garis kemiskinan di Indonesia pada Maret 2023 ditetapkan sebesar Rp550.458 per kapita per bulan. 

Inilah salah satu kecacatan kapitalisme, yakni mengukur kemiskinan dengan utak-atik angka. Sedangkan angka tersebut belum menjelaskan dengan benar kondisi rakyat yang sesungguhnya. 

Hal ini tentu membahayakan generasi pada masa mendatang. Kemiskinan memicu banyak hal pada generasi, seperti meningkatnya angka putus sekolah karena biaya pendidikan makin mahal, rentan terserang penyakit karena layanan kesehatan yang sangat minim, gizi buruk, hingga kelaparan. 

Oleh karenanya, untuk menyelamatkan generasi dari ancaman kemiskinan ekstrem, kita tidak bisa menyolusinya dengan paradigma kapitalisme. Lantas, dengan apa generasi dapat terselamatkan dari problem sistemis ini?

-- 
Mekanisme Islam Dalam Menangani Kemiskinan
_ _

Jika persoalannya adalah sistem kapitalisme, Islam sebagai sistem kehidupan telah memiliki solusi sistemis dalam mengatasi kemiskinan ekstrem sekaligus menjaga generasi dari dampak kemiskinan ini. 

1. Pembagian kepemilikan secara benar. Pembagian kepemilikan dalam ekonomi Islam itu ada tiga, yaitu kepemilikan individu, umum, dan negara. Pembagian ini sangat penting agar tidak terjadi dominasi ekonomi, yakni hegemoni pihak yang kuat menindas yang lemah. Dominasi itu terjadi karena penguasaan sektor kepemilikan umum yang tidak semestinya dimiliki perseorangan atau perusahaan swasta. Semisal, penguasaan individu atau swasta atas barang tambang, gas, minyak bumi, kehutanan, sumber daya air, jalan umum, pelabuhan, bandara, dan sebagainya yang menjadikan ekonomi mereka kuat, meluas, hingga mendominasi kekayaan.

2. Pengaturan pembangunan dan pengembangan ekonomi yang benar, yaitu bertumpu pada pembangunan sektor ekonomi riil, bukan nonriil.

3. Distribusi harta kekayaan oleh individu, masyarakat, dan negara. Sistem ekonomi Islam akan menjamin bahwa seluruh rakyat akan terpenuhi semua kebutuhan asasinya (primer). Sistem ekonomi Islam juga menjamin bagi seluruh rakyatnya untuk dapat meraih pemenuhan kebutuhan sekunder maupun tersiernya.

4. Negara (Khilafah) wajib memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Dalam hal kebutuhan sandang, pangan, dan papan, negara harus memberi kemudahan masyarakat untuk mendapatkannya. Semisal harga terjangkau, kemudahan bekerja untuk memenuhi kebutuhan, serta kemudahan mengakses kebutuhan tersebut. Adapun dalam hal pendidikan, kesehatan, dan keamanan, negara harus memenuhinya secara gratis tanpa dipungut biaya. Tidak boleh ada komersialisasi dan kapitalisasi dalam tiga kebutuhan ini. Layanan pendidikan dan kesehatan harus diberikan kepada rakyat secara cuma-cuma. Jaminan keamanan setiap warga juga menjadi tanggung jawab negara sebagai pemelihara urusan rakyat

Melalui penerapan sistem Islam secara kafah, kemiskinan dapat dicegah dan diatasi. Kalaulah dalam pemerintahan Islam ada penduduk miskin, jumlahnya sangat minim. Hal ini pun juga akan teratasi dengan baik sebab dalam sistem Islam terdapat perintah dan anjuran agar harta kekayaan tidak beredar di kalangan orang-orang kaya saja. Anjuran untuk bersedekah dan kewajiban zakat bagi orang kaya akan memberikan keharmonisan dalam mencapai kesejahteraan. 

Jika masyarakat sejahtera dengan terpenuhinya kebutuhan asasi mereka, generasi akan terbebas dari bayang-bayang penyakit, kelaparan, gizi buruk, dan kemiskinan. 

Wallahu A'lam bishshawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak