Oleh: Lulu Nugroho
Kisah remaja J (16) pembunuh satu keluarga di Penajem paser Utara, Kalimantan Timur, masih berlanjut. Kali ini rumah keluarga J diratakan tanah oleh warga. "Betul, rumah pelaku sudah roboh, rata dengan tanah," ujar Camat Babulu Kansip.
Rumah tersebut dibongkar dengan pengerahan 1 unit ekskavator. Menurut J, rumah tersebut dirobohkan atas persetujuan keluarga pelaku. "Permintaan keluarga korban dan warga setempat,diiyakan oleh keluarga pelaku dengan surat pernyataan bersedia pindah dari RT 8 Desa Babulu Laut atau di luar PPU. Dan bersedia dirobohkan rumahnya dengan terlebih dahulu menyelamatkan barang berharga," lanjut Kansip. (Detik.com, 12-2-2024)
Meski Kansip menyatakan bahwa tidak ada pengusiran di balik aksi tersebut, namun dapat kita pahami bahwasanya masyarakat tidak menerima pelaku kejahatan berada di tengah mereka. Di awal beredar dugaan adanya asmara yang melatari kejahatan tersebut, namun kerabat korban menampik hal itu. Justru raibnya tiga unit handphone dan uang Rp 363 ribu, menjadi dalih adanya pencurian yang melatari tindak kriminal tersebut.
Aksi keji itu berawal saat pelaku J berpesta miras bersama rekan-rekannya. Setelah mabuk, J pulang ke rumahnya dan sempat diantar oleh rekan-rekannya. Kemudian ia mengambil parang dan mengeksekusi satu keluarga, tetangganya. Kemudian memperkosa jasad ibu dan anak pertama korban tersebut.
Sekularisme Merusak Kepribadian
Kasus ini merupakan salah satu potret buram pendidikan Indonesia yang gagal mewujudkan siswa berkepribadian terpuji. Bahkan sebaliknya, muncul nafsu biadab yang tega berbuat sadis dan keji dan meruntuhkan rasa berkasih sayang terhadap orang lain.
Pendidikan produk sekularisme yang menjauhkan peran agama dari kehidupan, berhasil melahirkan output yang juga tidak memegang nilai Ilahi. Kurikulum yang memangkas jam pelajaran agama, menghasilkan pribadi yang tidak takut kepada Allah. Bahkan mengemban kebebasan yang dianggapnya sebagai bentuk pribadi kekinian. Penerapan sekularisme membuat wajah pendidikan menjadi kelabu. Pupus sudah memiliki generasi penerus estafet kepemimpinan.
Beredarnya miras, semakin menambah daftar panjang persoalan negeri ini. Negara yang membiarkan miras diperjualbelikan, merusak akal dan nalar pemuda berseragam putih abu. Efek buruk minuman keras membahayakan manusia. Jalan panjang masa depan gemilang, tak lagi mampu ditempuh, karena ia akhirnya meringkuk di balik jeruji besi.
Lemahnya sistem persanksian tak lagi mencegah individu melakukan kejahatan. Maka pelaku baru pun akan muncul dengan beragam tindak kriminal. Perlu perubahan sistematis agar generasi paham tugas dan petannya dalam peradaban.
Islam Solusi Kehidupan
Islam memiliki sistem kehidupan terbaik, berasaskan akidah Islam. Negara akan mengelola kehidupan bernegara dengan menggunakan aturan Allah SWT. Sehingga segala hal yang bertentangan dengan Islam, tidak akan dibiarkan berkelindan dalam kehidupan umat.
Seluruh produksi dan peredaran miras akan diberangus. Khamr adalah induk kejahatan. Negara akan menetapkan sanksi tegas bagi individu yang terlibat di dalam pengadaan miras. Maka hasilnya, setiap individu akan fokus pada perjuangan Islam. Serta tidak mengambil pemikiran apapun yang akan mengalihkan arah pandang terhadap kehidupan.
Begitu pun halnya dengan sistem pendidikan, mampu melahirkan generasi berkualitas dan berkepribadian Islam. Kurikulum yang sarat dengan tsaqafah Islam, melahirkan generasi yang siap memimpin peradaban. Tidak hanya kurikulumnya yang berbasis akidah, para pengajarnya pun tunduk kepada aturan Allah.
Negara pun menerapkan sistem persanksian Islam yang bersifat pencegah (zawajir) dan penebus (jawabir). Menjadikan pelaku jera dan individu lain tercegah dari perbuatan mungkar. Sistem ini meniscayakan hukum Allah tegak di tengah kehidupan.
Inilah kehidupan yang penuh dengan kebaikan. Para pemuda mengisi peradaban, menjadi agen perubahan, yang siap memikul beban kebangkitan umat. Tsumma takuunu khilafatan ala minhajin nubuwwah.
Tags
Opini