Oleh : Ummu Aimar
Hampir semua minimarket dan swalayan di Majalengka tidak menyediakan beras kemasan 5 kg. Sementara itu, pedagang beras di pasar tradisional telah menyediakan beras impor sejak lama untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Pelayan di hampir semua minimarket di Majalengka menyebutkan, sudah hampir dua pekan tidak ada kiriman beras. Padahal, biasanya kiriman beras dilakukan 2-3 kali dalam seminggu. “Sudah lebih seminggu tidak ada kiriman, sekarang semua minimarket habis. Kalau masih ada, mungkin sisa. Setahu saya, sekarang semua habis,” sebut seorang pelayan di sebuah minimarket Kelurahan Majalengka Wetan.
Hal yang sama diungkapkan pelayan di minimarket yang lebih besar. Seorang pelayannya mengatakan, stok di gudangnya kosong. “Dua hari belakangan kosong,” katanya. Beras Filipina Euis, salah seorang pedagang beras di pasar tradisional Majalengka, mengatakan, sudah cukup lama dirinya menyediakan beras impor dari Filipina untuk menyiapkan stok apabila beras lokal habis. Beras asal Filipina ini, menurut Euis dan salah salah seorang konsumen bernama Rita, kondisinya bagus. Patahannya minim, bahkan relatif tidak ada patahan. Berasnya juga pulen seperti beras lokal. “Enak, pulen, apalagi kalau menanaknya dengan cara dikukus,” kata Rita yang membeli beras di pasar tradisional setelah tidak menemukan beras di berbagai supermarket. (https://www.pikiran-rakyat.com/jawa-barat)
Bagitulah nampak kelangkaan beras dan mahalnya harga beras dirasakan banyak masyarakat diberbagai daerah. Padahal negeri kita merupakan negeri agraris yang melimpah ruah. Namun bagaimana bisa terjadi kelangkaan beras dan dan harga melambung tinggi. Dan akhirnya pemerintah memakai jalan solusinya yaitu pasti mengimpor beras.
Adapun para petani, wajar membuat petani saat ini lebih memilih untuk menyimpan berasnya atau menjualnya langsung di sawah dibandingkan dengan menjualnya ke Perum Bulog yang menawarkan harga beli yang lebih rendah. Kenaikan harga beras di pasar juga tidak lepas dari kebijakan yang kapitalistik.
Dan Bulog pun tak mampu serap beras dari panen petani adalah wujud nyata salah kelola pangan dalam kapitalisme. Idealnya penyerapan beras dari panen petani di saat musim panen untuk menambah cadangan beras pemerintah. Dan harusnya ada pengeluaran beras dari stok cadangan di saat harga tinggi guna menstabilkan harga pasar. Namun, kebijakan kapitalistik tidak bisa tidak memicu kenaikan harga pasar, mulai dari kenaikan BBM, harga pupuk melambung tinggi, termasuk naiknya harga gabah di musim tanam dan harga upah buruh tani per hari. Terlebih, kebijakan kapitalistik yang menguatkan wacana impor beras.
Bukannya Negeri ini tidak hanya memiliki Menteri perdagangan saja tetapi juga memiliki Menteri pertanian dimana tugas mereka adalah untuk menangani persoalan pertanian, para petani membutuhkan inovasi dan pembaharuan dalam bertani tidak hanya bertani secara tradisonal tetapi dengan cara modern supaya tidak tertinggal dari negara lain yang lebih dulu maju pertaniannya. Faktanya kementerian pertanian selama ini tidak mampu menunjukan keberhasilannya dalam menangani pertanian. Yang ada justru petani dibuat susah dengan mahalnya pupuk dll.
Para penguasa saat ini yang menjabat tidak mampu menangani persoalan dan tidak menguasai medan kekuasaannya. Mereka dipilih bukan karena seleksi dan kemampuan dalam bidangnya tetapi mereka dipilih karena partai maka tidak heran jika persoalan negeri ini tidak ada yang mampu mereka selesaikan dengan baik.
Mereka selalu memutuskan segala persoalan secara instan dengan impor. Padahal masalah tidak akan selesai hanya dengan impor. Pemerintah gagal memberikan kesejahteraan bagi seluruh rakyat, apalagi perlindungan keamanan ekonomi pemerintah lepas tangan disaat rakyat butuh dukungan untuk mengembangkan pertanian.
Didalam sistem Islam perekonomian dikendalikan oleh negara, negara menjaga kestabilan perekonomian dari tekanan negara lain, negara memiliki kekuatan dalam negeri dan luar negeri sehingga mampu mengontrol dari serangan negara lain.
Dampak ketidakmampuan bulog serap beras dari panen petani dan memilih impor akan sangat merugikan petani di dalam negeri. Apalagi impor beras di tengah surplus produksi beras secara nasional, bukan solusi mensejahterakan rakyat. Terlebih lagi, jangan sampai pemerintah mengulangi kerugian-kerugian di tahun sebelumnya hingga harus membuang beras kadaluarsa. Jelas ini akan merugikan pemerintah lebih besar lagi.
Apabila diketahui akar permasalahannya pada tata kelola pangan yang kapitalistik, maka perlu ada pembenahan. Sudah seharusnya pemerintah menghilangkan kebijakan kapitalistik, seperti kenaikan harga BBM yang mempengaruhi seluruh sektor produksi barang dan jasa. Jangan biarkan paradigma kapitalisme masih mencengkeram kuat tata kelola pangan di negeri ini. Termasuk juga tata kelola di sektor lainnya.
Sebagaimana di dalam Islam, ada larangan penimbunan barang dan permainan harga di pasar. Tentunya dengan larangan itu, stabilitas harga pangan di pasar akan terjaga. Begitu pula kebijakan distribusi pangan pemerintah wajib melakukannya dengan melihat kebutuhan pangan per individu. Maka, negara akan diketahui kebutuhan setiap keluarga.
Diketahui, dalam membangun kedaulatan dan ketahanan pangan, bagian yang paling penting adalah sektor pertanian. Maka, dibutuhkan perhatian pemerintah terhadap pertanian agar berpengaruh positif bagi para petani yang menjadi roda penggerak pertanian.
Ketika pemerintah memberikan perhatian yang maksimal terhadap para petani, komponen-komponen pendukung pertanian dapat diperoleh dengan harga murah dan terjangkau, bahkan pemerintah memberi fasilitas subsidi, tentunya tidak akan sulit bagi pemerintah menyerap hasil panen petani. Di saat pemerintah hadir dalam pengurusan keperluan rakyatnya, rakyat akan mudah memperoleh akses kebutuhannya dan turut menjaga kestabilitasan ketahanan pangan dalam negeri.
Islam dengan seperangkat aturannya yang sempurna memiliki sistem pengelolaan yang terbaik, yang akan menjamin ketersediaan cadangan pangan oleh negara dan melindungi petani beras sehingga dapat berproduksi optimal. Pengaturan di dalam Islam tidak akan membiarkan impor barang ketika di dalam negeri diketahui produksinya surplus.
Demikianlah peran negara dapat terwujud dengan baik, sebagaimana tugas pokok dan fungsinya sebagai raain, yaitu penanggung jawab atas seluruh urusan rakyatnya. Ketika negara ada untuk setiap kepentingan rakyatnya, tidak akan sulit bagi pemerintah mengatur penyerapan hasil produksi beras dari panen petani. Maka, terpenuhinya cadangan beras pemerintah bukan lagi sulit dan bisa terealisasi dengan penerapan politik ekonomi Islam secara kaffah.
Tags
Opini