Oleh : Nunik Hendriyani
(Ciparay Kab. Bandung)
Ramadhan tinggal menghitung hari, namun harga beras dan sembako lain justru pada naik, setahun terakhir ini harga beras terus mengalami kenaikan tinggi, bahkan kenaikan harga beras di tahun 2023 mencapai 20% dibandingkan dengan harga sebelumnya. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menemukan adanya kenaikan harga dalam inspeksi mendadak (sidak) di pasar tradisional Cihapit Bandung dan griya pahlawan Bandung, dari sidak di pasar Cihapit KPPU menemukan kenaikan harga komoditas beras premium setara rata-rata sebesar 21,58% menjadi Rp.16.900,00/kg, padahal HET beras premium sebesar Rp.13.900,00/kg sebagaimana telah ditetapkan Badan Pangan Nasional (Bapanas), sedangkan beras medium mengalami kenaikan harga sebesar 28,44% dari HET sebesar Rp.10.900,00/kg menjadi Rp.14.000,00/kg.
Mahalnya beras dan kebutuhan pokok lainnya tentu akan menyusahkan setiap orang karena beras adalah salah satu kebutuhan pokok masyarakat Indonesia, penghasilan keluarga akan banyak tersedot untuk belanja beras sehingga menyebabkan pengurangan belanja kebutuhan yang lain. Salah satu penyebab dari kenaikan harga beras ini adalah rusaknya rantai distribusi beras yang hari ini dikuasai oleh sejumlah pengusaha (ritel), termasuk adanya larangan bagi petani untuk menjual langsung ke konsumen.
Penguasaan distribusi beras oleh pengusaha ini memungkinkan terjadinya permainan harga, penahanan pasokan (monopoli) oleh pelaku usaha yang tentu merugikan petani, monopoli beras maupun komoditas strategis lainnya merupakan hal yang jamak terjadi dalam sistem kapitalisme, konsep invisible hand dan akumulasi modal dalam liberalisme ekonomi ala kapitalis telah melahirkan persaingan bebas yang pada akhirnya pasti dimenangkan para pemilik modal besar dan tidak sedikit akhirnya rakyat kecil atau petani yang gulung tikar.
Beras sebagai kebutuhan pokok merupakan salah satu komoditas strategis karena menyangkut hajat hidup orang banyak, negara wajib mengelola beras dari hulu hingga hilir yaitu sejak produksi, distribusi hingga sampai ke tangan konsumen. Negara harus memastikan rantai distribusi ini sehat, bebas dari penimbunan, monopoli, dan berbagai praktik bisnis lainnya yang merusak rantai distribusi pada sektor hulu (produksi), negara wajib memberikan bantuan pertanian kepada rakyat berupa lahan untuk ekstensifikasi, pupuk, benih, pestisida, alat pertanian, dll. Sedangkan pada sektor hilir (distribusi) negara harus bisa memastikan bahwa tidak ada hambatan distribusi yaitu sektor ritel.
Ini tidak akan terwujud kecuali dalam negara Islam, negara yang mampu mewujudkan jaminan pengelolaan komoditas pangan, tidak seperti sekarang ini sistem kapitalisme yang melakukan liberalisasi pangan yang lepas tangan dari pengelolaan pangan dan menyerahkannya pada swasta kapitalis, politik ekonomi dalam daulah Islam menjamin pemenuhan kebutuhan pokok rakyat termasuk kebutuhan pangan, daulah mewujudkan jaminan ini dengan menjadikannya sebagai kewajiban negara.
Negara dalam sistem Islam tidak akan bertindak sebagai regulator yang memberikan pihak swasta menguasai rantai produksi dan distribusi pertanian sebagaimana dalam sistem kapitalisme. Akan tetapi, negara akan hadir sebagai pelayan umat yang memastikan kebutuhan pangan dapat diakses oleh seluruh rakyat. Mekanisme ini sungguh akan menjadikan negara tidak akan bergantung pada impor dalam memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya.
Wallahu a'lam bish shawab
Tags
Opini