Oleh : Imroatus Sholeha
(Freelance Writer)
Sebagian wilayah di Indonesia mulai memasuki musim penghujan, hal ini membuat banyak terdapat genangan air dimana menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk yang membawa penyakit DBD bahkan beberapa daerah mengalami peningkatan kasus dibandingkan tahun sebelumnya.
Dilansir Detikjabar.com berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis, tercatat jumlah warga yang terkena DBD sampai 30 Januari 2024 sebanyak 52 kasus. Sedangkan pada Januari 2023, jumlah warga yang terkena DBD hanya 20 kasus. (Selasa, 13/02/2024)
Kasus DBD di Indonesia seolah tiada habisnya malah kian meningkat, korbannya paling banyak usia muda atau anak-anak. Di beberapa daerah rumah sakit kewalahan bahkan tidak mampu lagi menampung pasien DBD.
DBD disebabkan oleh virus dengue yang dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes akan berkembang biak pada air yang tergenang dan tidak beralaskan tanah seperti penampungan air dikamar mandi dan sejenisnya penularan tertinggi biasa terjadi di musim pancaroba. Penularannya melalui gigitan nyamuk dari orang ke orang.
Olehnya perlu pencegahan yang efektif agar penularan virus DBD dapat diminimalisir. Upaya ini bisa dilakukan dengan memutus mata rantai penularan nya dengan menerapkan PSN-DBD atau pemberantasan sarang nyamuk dan tetap waspada. Selain itu dibutuhkan lingkungan yang bersih dan perilaku hidup sehat oleh masyarakat.
Bicara DBD nyatanya bukan hanya perkara kebersihan lingkungan dan penularan virus itu sendiri. Memang DBD bisa dicegah dengan menerapkan gaya hidup sehat atau PSN-DBD akan tetapi semua itu tidaklah cukup tanpa di topang dengan kekuatan ekonomi dimana masyarakat ataupun negara menjadi garda terdepan terwujudnya semua ini.
Pasalnya lingkungan yang layak huni saat ini bukanlah hal mudah untuk di dapatkan, masyarakat hari ini masih banyak yang tinggal di lingkungan yang kurang layak huni bahkan tidak sedikit yang belum memiliki tempat tinggal yang layak atau bahkan tidak memiliki rumah.
Hal ini tentu dibutuhkan peran negara, sebab tersedianya tempat tinggal yang layak dan lingkungan yang bersih adalah wujud tanggung jawab negara. Bagaimana rakyat akan terhindar dari wabah penyakit jika rumah layak huni sebagai kebutuhan pokok saja sulit di miliki.
Tingginya biaya hidup serta kapitalisasi di segala aspek menambah buruknya kondisi hari ini. Perumahan kian mahal, rumah yang nyaman hanya bisa di akses oleh para kapitalis atau kaum elite, bahkan sebagian orang memiliki banyak rumah dengan dalih investasi namun sebagian yang lain tidur di jalanan (Homeless) .
Jangankan memiliki rumah layak huni di lingkungan yang asri, rakyat hari ini disibukkan dengan urusan bertahan hidup dari hari ke hari, himpitan ekonom kian mencekik hari ini rakyat dihadapkan dengan tingginya beban hidu akibat penerapan sistem kapitalisme, segala aspek di kapitalisasi baik pendidikan, ruang hidup, BBM dan segala kebutuhan pokok rakyat yang kian melambung tinggi.
Begitu juga dengan kesehatan yang tak lepas dari kapitalisasi. Kesehatan hanya milik mereka yang berduit, adapun BJS bukanlah jaminan sebab rakyat tetap harus membayar premi.
Inilah sistem kapitalisme, negara yang seharusnya menjadi garda terdepan menjamin kesehatan dan keselamatan rakyat, justru hari ini hanya menjadi regulator. Kebijakan yang dihasilkan hanya untuk memuluskan kepentingan para pemilik modal, rakyat dibiarkan gigit jari.
Pun semakin diperjelas dengan disahkannya UU Omnibus Law dimana isinya menguntungkan para pengusaha dan merugikan rakyat. Namun UU tersebut tetap disahkan di tengah protes dan penolakan rakyat. Selepas itu penguasa bekerja untuk para pengusaha yang telah menopangnya dibalik pesta demokrasi, alhasil penguasa yang dihasilkan hanya menjadi pelayan para kapitalis.
Memberantas DBD dibutuhkan kerja sama semua pihak terutama negara, sebab faktor-faktor pendukung seperti lingkungan yang bersih, rumah yang layak huni, dan jaminan kesehatan hanya terwujud jika negara menjamin ketersediaannya. Dan semua itu mustahil terwujud dalam penerapan sistem kapitalisme sebab sekali lagi dalam sistem kapitalisme pemilik modal yang bebas berkuasa. Sebab sistem ini di dukung dengan liberalisme (Kebebasan) termasuk bebas memiliki sumber-sumber daya milik umum. Di dukung dengan Sekularisme (memisahkan agama dari kehidupan) akibatnya para penguasa dan seluruh lapisan masyarakat bebas berbuat tanpa ada batasan halal-haram.
Dalam Islam pemimpin adalah pelindung dan pengurus rakyat yang akan dimintai pertanggung jawaban.
Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Penguasa di dalam Islam juga tidak mudah di intervensi oleh pihak mana pun terutama para pemilik modal. Sebab memilih penguasa dalam Islam tidak serumit dan berbelit-belit dalam sistem Demokrasi-Kapitalis yang menjadikan pemilu sebagai ajang perebutan jabatan bukan sebagai amanah yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT, sehingga dalam menjalankan kepemimpinan nya betul-betul meriayah umat.
Pemimpin dalam Islam pun wajib memastikan rakyat aman dan tercukupi kebutuhan nya, sehingga merasa aman dan nyaman dalam menjalankan fitrahnya baik sebagai suami dan ayah, ibu, dan anggota keluarga. Merasa tenang dalam menjalankan ketaatan kepada Tuhannya, sebab segala kebutuhannya dijamin oleh negara. Termasuk rumah dan kesehatan yang menjadi hak rakyat haram di kapitalisasi. Negara pun memudahkan rakyat mendapatkan tempat tinggal yang nyaman dan aman dari potensi wabah penyakit.
Sumber-sumber daya alam yang melimpah ruah baik tambang, minyak bumi, dan lainya di kelola negara yang hasilnya untuk menjamin kesejahteraan rakyat. Seperti BBM murah dan berkualitas, jaminan kesehatan, pendidikan, dan kebutuhan pokok rakyat dipastikan aman dan mudah di dapatkan.
Inilah gambaran penerapan sistem Islam yang lahir dari akidah yang lurus, dengan landasan takwa seorang penguasa akan menjalankan kepemimpinan nya dengan amanah, serta dengan tulus memberikan layanan terbaik untuk rakyat. Wallahualam bi shawwab.