Oleh: Nining Sarimanah
Bencana banjir di Kabupaten Demak, Jawa Tengah, perlahan mulai surut. Meski begitu, di jalur Pantura Demak-Kudus ketinggian air masih tinggi dan sempat merendam jalur tersebut. Pun dengan puluhan ribu warga Demak tetap bertahan di 26 lokasi pengungsian. Pasalnya, meskipun banjir sudah berangsur surut, tetapi ketinggian air mencapai 0,5-1,5 meter yang merendam 35 desa di tujuh kecamatan (15-2-2024).
Diketahui banjir di Demak, diakibatkan oleh jebolnya tanggul sungai karena tingginya curah hujan. Faktor curah hujan memang tak bisa dihindari sebagai bagian dari perubahan musim. Namun, ada hal lain yang patut menjadi perhatian pemerintah, yaitu adanya faktor penurunan permukaan tanah di kawasan Pantura Jateng. Berdasarkan catatan Badan Geologi Kementrian ESDM, bahwa kawasan Pantura Timur, Jateng memiliki karakteristik penurunan muka tanah. Ini diakibatkan oleh pengaruh karakteristik tanah lunak di kawasan pesisir dan dieksploitasinya air tanah secara berlebihan.
Karena itu, untuk mengurangi kejadian serupa, pemerintah seyogianya melakukan pengawasan lebih ketat pada pembangunan di wilayah-wilayah yang rawan. Tersebab, beban bangunan di atasnya berpengaruh lebih cepat pada proses pemadatan tanah, seperti wilayah bekas rawa-rawa. Tak hanya itu, penataan lingkungan yang baik seperti pembangunan drainase wajib dilakukan untuk mengimbangi air laut pasang dan musim hujan yang berpotensi banjir.
Di sisi lain, gencarnya pembangunan dan industri di Jateng yang dilakukan pemerintah, dengan dalih untuk memacu pertumbuhan ekonomi, justru menyebabkan petaka bagi masyarakat di kawasan tersebut, banjir misalnya. Tentu ini, tidak sebanding dengan perbaikan nasib masyarakat di sana. Bukan mustahil, kawasan yang selama ini menjadi tempat tinggal mereka akan tenggelam.
Tak dimungkiri pembangunan memang diperlukan. Namun, sejatinya pembangunan harus berpedoman untuk kemaslahatan masyarakat bukan untuk kepentingan para investor. Semestinya, penguasa menjadikan visi pembangunan atas dasar penghambaan kepada Allah sehingga tidak melanggar aturan-Nya dan tidak ada pihak yang terzalimi. Kiranya, sabda Rasulullah saw. menjadi renungan bagi pemegang kebijakan; "Barang siapa mengambil sejengkal tanah dengan zalim, maka Allah akan mengalungkannya pada hari kiamat setebal tujuh lapis bumi." (HR. Muslim)
Tags
Opini