ABK Melakukan Tindak Asusila di Sekolah? Oh no! Beginikah Konsep Pendidikan Kapitalis?




Oleh : Tjandra Sarie Astoeti, S. Kom
(Pemerhati Pendidikan)


Setiap orang tua pasti mendambakan seorang anak yang tumbuh dan berkembang normal. Hanya saja ada anak-anak yang tumbuh berbeda dengan anak pada umumnya, karena memiliki keterbatasan atau hambatan. Mereka biasa disebut anak berkebutuhan khusus (ABK).

Anak berkebutuhan khusus (ABK) merupakan anak-anak yang mengalami keterlambatan dalam perkembangan, memiliki kondisi medis, kondisi kejiwaan, atau kondisi bawaan tertentu. Sehingga Anak Berkebutuhan Khusus sangat membutuhkan perhatian dan penanganan khusus agar bisa mencapai potensinya.

Anak berkebutuhan khusus (ABK) bukan berarti tidak pintar, tidak berbakat, atau tidak mampu. Hanya saja, mereka memiliki tantangan khusus yang tidak dihadapi kebanyakan anak-anak lainnya yang normal.

Kondisi anak berkebutuhan khusus (ABK) memiliki keterbatasan yang berpengaruh pada proses pertumbuhan dan perkembangannya. Hal ini menjadikan anak ABK memerlukan pendampingan yang tepat.


Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang ditentukan oleh apa yang tidak bisa dilakukan seorang anak. Misalnya, pencapaian perkembangan fisik, mental, intelektual, maupun emosional yang belum terpenuhi.

Anak berkebutuhan khusus memiliki hak pendidikan yang sama seperti anak pada umumnya. Namun dalam pendidikan, terdapat berbagai tantangan yang menjadi hambatan dalam pelaksanaannya. Salah satunya adalah kurangnya keterampilan dan pemahaman para tenaga pendidik dalam menangani ABK, sedangkan guru atau tenaga pendidik merupakan elemen penting dalam pendidikan.

Menurut data statistik yang dipublikasikan Kemenko PMK pada Juni 2022, angka kisaran disabilitas anak usia 5-19 tahun adalah 3,3%. Sedangkan jumlah penduduk pada usia tersebut, pada tahun 2021 adalah 66,6 juta jiwa. Dengan demikian jumlah anak usia 5-19 tahun penyandang disabilitas berkisar 2.197.833 jiwa. Kemudian, data Kemendikburistek per Agustus 2021 menunjukkan jumlah peserta didik pada jalur Sekolah Luar Biasa (SLB) dan inklusif adalah 269.398 anak. Dengan data tersebut, presentase anak penyandang disabilitas yang menempuh pendidikan formal baru sejumlah 12.26%. Maka, masih sangat sedikit dari anak penyandang disabilitas atau anak berkebutuhan khusus (ABK) di Indonesia yang seharusnya mendapatkan akses pendidikan inklusif, padahal dari tahun ke tahun jumlahnya terus meningkat. Demikian halnya dengan peran orangtua, keterlibatan orangtua dalam pendidikan anak adalah faktor pendorong dan penentu dalam pengembangan pendidikan inklusi. Mulai dari pengambilan keputusan mengenai penempatan sekolah, hingga kolaborasi antara pihak sekolah dan orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus.

Hal ini terjadi, karena pengelolaan sistem pendidikan kapitalisme yang tidak mampu menyelesaikan permasalahan dari akarnya. Karena sekolah dijadikan ladang bisnis yang hanya ingin mendapatkan keuntungan, dan asas nya hanya manfaat untuk sebagian pihak.

Gagalnya pemerintah mensejahterakan rakyat, pengelolaan pendidikan dan kurikulum selama ini, disebabkan kesalahannya pembuat kebijakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan sekolah, di tambah ideologi yang terapkansaat ini, Ideologi kapitalisme yang menjadikan masyarakat memiliki karakter individualisme.

Dalam sistem kapitalis, sekuler seperti saat ini, di mana semua bidang dikapitalisasi, pendidikan jadi komoditas jasa yang bisa diperjualbelikan. Pihak swasta dan pemilik modal berlomba-lomba mendirikan sekolah-sekolah yang tujuannya sebagian besar hanya mengambil keuntungan.

Meski ada sebagian di antara mereka yang bertujuan ingin mendidik generasi Anak Berkebutuhan Khusus dengan menyediakan pendidikan yang berkualitas, namun untuk operasionalnya memerlukan biaya mahal. Hal ini menjadikan para orangtua memilih jalur pendidikan formal disekolah negeri, Karena lebih terjangkau, padahal hal tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan anak ABK.

Yang seharusnya ditempatkan ditempat yang khusus, agar mampu menangani dengan baik, namun nyatanya semua sangat jauh dari tujuan pendidikan yang semestinya. Sehingga siswa ABK, bergaul dengan anak normal yang setiap harinya mendapatkan informasi pengetahuan umum, bukan sesuai dengan disabilitasnya. Seperti maraknya aksi porno melalui iklan, game, smarphone yang digunakan siswa ABK menjadikan banyak merangsang dengan mempertontonkan aurat tanpa kontrol dari guru dan orang tua, pacaran antar kelas atau pergaulan bebas di antara temannya dan lainnya. Miris, namun seperti inilah fenomena yang terjadi saat ini, kondisi pendidikan dinegeri yang menerapkan sistem kapitalis, sekuler, liberalisme.


Berbeda dengan Islam, pendidikan termasuk hak dasar selain sandang, pangan, papan dan kesehatan. Negara menjamin terpenuhinya semua hak-hak dasar tersebut, karena dalam Islam, tugas negara adalah ri'ayatul ummah, pengurusan terhadap ummat, sebagaimana orangtua mengurus anak-anaknya, termasuk masalah pendidikan. Masyarakat tidak akan dibebankan biaya untuk mendapat pendidikan yang bagus kualitasnya. Semuanya difasilitasi oleh negara, karena negara berkewajiban mencerdaskan warganya.

Siapapun mereka, baik orang kaya atau miskin, tidak dibeda-bedakan, semuanya berhak menikmati pendidikan.
Islam mendorong siapapun untuk menuntut ilmu, karena merupakan salah satu ibadah yang akan meninggikan manusia di dunia dan akhirat.
Sebagaimana "Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman, dan orang-orang yang telah diberi ilmu...” (QS Al Mujadilah:11)
“Dan keutamaan orang yang berilmu atas orang yang beriman adalah seperti keunggulan bulan atas seluruh benda langit. 

Sungguh, para ulama adalah pewaris para Nabi, dan para Nabi tidak meninggalkan dinar atau dirham. Satu-satunya warisan para ulama adalah pengetahuan, sehingga siapapun yang mengambil hal itu, maka sungguh dia telah mengambil bagian yang paling cerdas.” (HR Qais bin Katsir). Oleh karena itulah, Sistem Islam adalah sistem yang terbaik, karena berasal dari Allah SWT. Sistem Islam menjadikan Syariah Islam sebagai dasar dalam kehidupan, termasuk dalam bidang pendidikan. Sementara sistem sekuler berasal dari akal manusia yang terbatas, dan memisahkan agama dari kehidupan.

Islam telah mampu memecahkan  bahwa masalah sekolah, adalah disandarkan pada syari'at islam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak