Tabrakan Kereta Berulang, Akibat Upaya Penanggulangan Keamanan yang Kurang Kencang




Oleh : Nenah N, Ciparay Kab. Bandung.



Tabrakan KA Turangga dan Kereta Commuter Line Bandung Raya terjadi di jalur tunggal antara Stasiun Haurpugur dan Stasiun Cicalengka, jumat (05/01) pagi. Isu keselamatan dan proyek pembangunan jalur ganda pun mencuat. Akan tetapi, Ketua Komite Nasional Keselamatan Trasportasi (KNKT), 
Soerjanto Tjahjono menegaskan kepatuhan menjalankan aturan dan prosedur menjalankan Keselamatan perjalanan Kereta api, menjadi faktor yang lebih penting menentukan untuk menghindari kecelakaan yang patal . "Sepanjang itu semua diikuti   dan berfungsi dengan baik, jadi gak ada masalah antara single track dan double track sepanjang prosedur yang single track diikuti" ujar Soerjanto ,
Sabtu (06/01/2024), seperti dikutip dari Kompas.com.

Kecelakaan kereta api memang kerap terjadi di Indonesia. Data Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menunjukkan, selama periode 2007—2023 terdapat 103 kasus kecelakaan kereta api di Indonesia. Frekuensi kejadiannya berkisar 1—13 kecelakaan tiap tahun (Katadata, 5-1-2024).

Berulangnya tabrakan kereta api hendaknya membuat pemerintah mengevaluasi diri, mengapa kecelakaan kereta demikian sering terjadi ? Apakah penyebabnya human error semata atau ada system error?

Hal yang dibahas media asing tersebut sangat menarik. Sistem perkeretaapian kita sudah uzur. Banyak infrastruktur dibangun pada zaman penjajahan Belanda. Artinya, infrastruktur perkeretaapian sudah sangat lawas sehingga wajar jika kerap terjadi error. Data Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menunjukkan bahwa selama lima tahun terakhir belum ada proyek pengadaan kereta rel listrik (KRL), kereta rel diesel (KRD), maupun kereta rel diesel elektrik (KRDE). Pengadaan terakhir dilakukan pada 2017 sebanyak 4 unit, sedangkan selama 2018—2022 tidak ada pengadaan sama sekali (Katadata, 1-3-2023).

Sungguh miris, ketika saat ini pemerintah jorjoran membangun proyek-proyek prestisius yang tidak terlalu urgen dengan dana puluhan triliun, infrastruktur kereta api kita masih saja uzur, padahal infrastruktur kereta api merupakan sektor yang butuh untuk diperhatikan demi keselamatan banyak pihak, baik penumpang, petugas, maupun masyarakat sekitar.

Pemerintah merupakan pihak yang paling bertanggung jawab terhadap terjadinya kecelakaan. Pemerintah bertanggung jawab untuk melakukan mitigasi, yaitu upaya untuk mengurangi risiko kecelakaan. Hal ini penting untuk memberikan jaminan keselamatan transportasi bagi warga negara. Keamanan merupakan hak dasar rakyat dan negara wajib memenuhinya. Negara tidak boleh abai terhadap urusan ini.

Mewujudkan upaya penanggulangan bencana bukan semata soal dana sehingga ketika anggaran dinaikkan seolah masalah sudah selesai. Namun, ada hal yang mendasar, yaitu perspektif kepemimpinan (mafhum riayah) pada diri penguasa. Pemerintah harus memahami dirinya adalah pemimpin yang harus bertanggung jawab terhadap rakyatnya, termasuk bertanggung jawab menjaga keselamatan rakyatnya.

Penguasa akan mempertanggungjawabkan tiap-tiap nyawa rakyat yang dipimpinnya. Oleh karenanya, sebuah kecelakaan tidak boleh hanya dilihat dari sisi angka korban meninggal dan luka-luka. Namun, tiap orang yang menjadi korban tersebut akan menuntut riayah (pengurusan) penguasa pada hari akhir kelak.

Bahkan jika kita bicara pada konteks yang lebih luas, setiap orang yang jatuh karena buruknya jalan juga akan menuntut tanggung jawab pemimpin pada hari penghisaban. Itulah sebabnya, Khalifah Umar bin Khaththab ra. khawatir dituntut di akhirat jika jalan di wilayah yang ia pimpin ada yang berlubang. Beliau berkata,

لو أنّ دابّة بسواد العراق عَثَرَتْ لَخشيتُ أن يسألني اللهُ عنها لما لم أمهِّد الطريق

“Andaikan ada seekor binatang melata di wilayah Irak yang kakinya terperosok di jalan, aku sangat takut Allah akan meminta pertanggungjawabanku karena aku tidak memperbaiki jalan tersebut.” (‘Abdul Qadim Zallum, Afkaar Siyaasiyyah).

Sayangnya, perspektif riayah ini tidak ada di dalam sistem demokrasi kapitalisme. Penguasa membuat kebijakan bukan untuk kemaslahatan rakyat, tetapi dengan perhitungan untung rugi (materi). Sementara itu, pemerintah justru all out di dalam mengurusi para pemilik modal yang telah mendanainya dalam kontestasi. Akhirnya, pendanaan negara dan pembangunan infrastruktur hanya menguntungkan segelintir pemilik modal. Sementara itu, rakyat harus mengalami keburukan demi keburukan karena kebijakan penguasa. Infrastruktur yang uzur sehingga tidak layak pakai dan rawan terjadi kecelakaan tetap digunakan. Akibatnya, kecelakaan transportasi kerap terjadi. Rakyat menjadi korban karena error-nya sistem demokrasi kapitalisme yang diterapkan penguasa.

Islam sangat menghormati nyawa manusia sehingga akan optimal dalam menjamin keselamatan penumpang dalam berbagai kondisi, termasuk dalam moda transportasi. Di dalam sistem Islam, negara bertanggung jawab menyediakan sistem dan sarana transportasi yang aman. Negara wajib mewujudkannya karena penguasa akan dimintai pertanggungjawaban baik di dunia (di hadapan rakyat dan pengadilan) maupun akhirat. Hanya sistem islamlah yang mampu memberikan keamanan dan kenyamanan bagi rakyat nya .

Wallahu a'lam bish shawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak