Oleh: Zahrul Hayati
Kado pahit tahun baru untuk rakyat negeri ini.
Pendapatan negara terbesar adalah dari pajak. Sementara kehidupan rakyat masih dalam kubangan kemiskinan yang sangat dalam, beban rakyat semakin berat. Kesejahteraan jauh panggang dari api, masih menjadi mimpi rakyat dinegeri ini.
Memasuki Tahun Baru 2024, rakyat Indonesia dihadapkan pada persoalan besar ekonomi. Salah satunya utang negara yang semakin membengkak. Hingga 30 November 2023 , utang tersebut mencapai 8.041, 01 triliun. Sejumlah ekonomi mencatat posisi utang sektor publik, termasuk didalamnya utang pemerintah, diperkirakan bisa tembus Rp 18 ribu triliun hingga Rp 20 ribu triliun!
Jon Adams (1735 -1860)
Presiden Amerika Serikat (1860) ke 2, juga wapres pertama AS memiliki tesis yang hingga kini relevansi yang cukup akurat.
"Ada dua cara memperbudak dan menaklukkan sebuah bangsa. Pertama dengan pedang, kedua melalui utang."
Pada akhir November 2023 nilai total utang pemerintah Indonesia mencapai Rp 8.041,01 triliun.
Apakah RI terancam default?
Hal senada disampaikan peneliti Forum Analisis dan Kajian Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKKTA) Muhammad Ishak bahwa selama 10 tahun terakhir rezim Jokowi, utang negara naik drastis.
"Lonjakan utang negara naik sangat drastis. Saya mencoba menghitung dalam sepuluh tahun terakhir rezim Jokowi, utang negara meningkat 200%, ungkapnya di Kabar Petang: "Era Jokowi Utang Ugal-ugalan, setiap Warga Tanggung Rp 28 Juta?" di kanal Khilafah News, Sabtu (13-1-2024)
-
Jebakan Utang Ribawi.
-
Tidak dapat dipungkiri APBN Indonesia bercorak kapitalisme. Negara yang menganut sistem ekonomi kapitalisme memiliki postur APBN yang sulit bahkan mustahil bisa menyejahterakan rakyatnya.
Dengan pendapatan negara yang dianggarkan sebesar Rp 2.083,3 triliun dan pengeluaran membengkak yang dianggarkan Rp 3.301 triliun. Terjadi difisit sebesar Rp 522,8 triliun.
Untuk membiayai difisit anggaran pada tahun 2024 pemerintah Indonesia sudah menarik utang luar negeri baru Rp 600 triliun. Tentu ini akan menambah beban APBN Indonesia di masa yang akan datang. (m[dot]antaranews [dot]com, 18/12/2023).
Sistem ekonomi Kapitalisme menyebabkan riba merata ke seluruh negeri. Bahkan orang yang tidak bermuamalah riba pun terkena debunya sebagaimana peringatan Nabi Muhammad Saw:
Akan datang suatu zaman kepada manusia. Saat itu mereka memakan riba. Kalau pun ada orang tidak memakan riba secara langsung, dia akan terkena debunya (HR An-Nasa'i, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Al-Hakim).
Pendapatan negara terbesar adalah dari pajak. Sementara kehidupan rakyat masih dalam kubangan kemiskinan yang sangat dalam, beban rakyat semakin berat. PHK dimana-mana, belum lagi perampasan lahan rakyat oleh oligarki terjadi dibanyak tempat yang berakibat pengangguran dan kemiskinan meningkat. Kesejahteraan jauh panggang dari api, masih menjadi mimpi rakyat dinegeri ini
-
Islam Solusi
-
Islam mempunyai konsep yang khas akan menyusun APBN yang dapat menyejahterakan rakyatnya sekaligus membangun infrastruktur tanpa harus berhutang atau mengundang investor asing. Dalam APBN Islam memiliki beberapa pendapatan yakni, pertama pos pendapatan negara, kedua pos pendapatan dari kepemilikan umum dan ketiga pos sedekah.
Pertama, pendapatan dari kepemilikan negara meliputi Fai, Kharj, Jizyah, Khumus dan sebagainya. Kedua, Pos pendapatan dari kepemilikan umum meliputi seluruh kepemilikan rakyat seperti berbagai jenis tambang, listrik, hasil laut, sungai, hutan dll. Dan apa bila kepemilikan rakyat ini diakumulasi, hasilnya sudah lebih dari cukup untuk sekedar membiayai infrastruktur yang dibutuhkan rakyat.
Adapun yang ketiga, adalah pos sedekah meliputi dari sedekah wajib, seperti zakat harta, serta perdagangan berupa uang, zakat pertanian, buah-buahan, dan juga ternak.
Dan ke 3 pos pendapatan diatas negara akan mampu memberikan jaminan kesehatan, pendidikan, keamanan, kesejahteraan kepada rakyat sandang pangan dan papan, serta mampu berbagai infrastruktur yang benar-benar dibutuhkan oleh rakyat. Sehingga didalam sistem Islam tidak akan ditemukan proyek negara yang tidak bermanfaat untuk rakyat.
Dengan demikian negara yang menggunakan ekonomi Islam beserta seperangkat aturannya tidak perlu mengundang investor asing dan aseng maupun domestik. Apalagi akan berdampak bahaya bagi negara. Sehingga akan terhindar dari intervensi negara lain dalam memutuskan berbagai kebijakan dalam negeri.
Saatnya kembali menerapkan Syariat Islam Kaffah dalam naungan Khilafah.
Wallahu a'lam bish shawab.
Tags
Opini