Oleh: Asti
Gegap gempita pesta perayaan tahun baru telah terlewati. Seperti tahun-tahun sebelum-sebelumnya, suka cita tahun baru disambut dengan berbagai kemeriahan. Tahun ini, setidaknya ada 9 titik perayaan kembang api di Jakarta. Di Yogyakarta, diperkirakan jutaan orang memadati kawasan Yogyakarta untuk merayakan momen tahun baru. Sayangnya, moment suka cita tahun baru tidak merata dirasakan di semua tempat. Muslim palestina, masih merasakan kekejaman zion*s Is*ael. Muslim Rohingya pun masih menderita, terkatung-katung tanpa terpenuhi keperluan dasarnya. Kemeriahan perayaan tahun baru di tengah penderitaan sesama muslim lain ini menunjukkan adanya paradoks sikap kaum muslimin.
Saat ini kaum muslim telah terjangkiti nasionalisme. Nasionalisme adalah produk barat yang telah memecah belah kaum muslimin. Karena nasionalisme, umat menjadi abai terhadap kondisi saudara-saudara muslimnya di negeri-negeri lain. Saat ini, meskipun serangan zionis masih masif dilakukan di Palestina, umat Islam lambat laun mulai kendor dalam menyuarakan pembelaannya terhadap Palestina, sama pula halnya dengan makin melonggarnya upaya pemboikotan produk pro Israel. Hal ini diperparah pengisolasian isu-isu Palestina oleh penjajah Israel dan sekutu-sekutunya dengan menyerang para jurnalis yang mengabarkan berita Palestina dan pembungkaman pembelaan isu-isu Palestina di media sosial pro Israel. Umat islam juga terpecah dalam menyikapi isu muslim Rohingya. Seiring simpang siurnya fakta dan opini seputar muslim Rohingya, umat islam ada yang pro dan kontra dalam membantu muslim Rohingya. Padahal, penderitaan saudara-saudara kita muslim Rohingya terpampang dengan jelas. Mereka diusir dari negara asal-asalnya, hidup terkatung-katung tanpa bisa merasakan hak kehidupan dasar mereka.
Umat muslim seharusnya menggap bahwa sesama muslim adalah ibarat satu tubuh. Ketika salah satu bagian tubuh sakit, maka bagian tubuh yang lain juga ikut merasakan sakit. Kesadaran ini hanya ada dalam ikatan aqidah islamiyah yang berlandaskan keimanan. Maka saat saudara sesama muslimnya menderita, umat islam yang lain wajib menunjukkan pembelaan, pertolongan dan sikap yang nyata. Secara individu pertolongan dapat dilakukan dengan cara personal seperti memberikan bantuan kemanusiaan, menyuarakan isu-isu penderitaan saudara muslim lainnya, memboikot , serta upaya-upaya lain yang bisa dilakukan. Tapi hal itu tidaklah cukup. Diperlukan solusi tuntas untuk dapat menyelesaikan masalah umat.
Sejatinya, banyaknya masalah umat yang dialami saat ini adalah karena tidak adanya penerapan syariat islam secara sempurna dalam kehidupan. Padahal Islam telah memiliki aturan yang sempurna. Terkait masalah Palestina misalnya, umat muslim perlu bersatu untuk menolong Palestina. Dibutuhkan pengiriman tentara yang terorganisir oleh negara untuk dapat mengusir penjajah. Sedangkan untuk masalah muslim Rohingya, negara perlu memberikan perlindungan, edukasi dan suaka. Hal itu semua hanya bisa dilakukan oleh negara yang berlandaskan syariat islam, yaitu khilafah islamiyah. Rasulullah SAW bersabda: “ Sesungguhnya, seorang imam (penguasa) itu (bagaikan) perisai. Orang-orang berperang di belakangnya, dan juga berlindung dengannya. Maka jika ia memerintah (berdasarkan) takwa kepada Allah Ta’ala dan berlaku adil, maka baginya pahala. Akan tetapi jika ia tidak memerintah (dengan takwa kepada Allah Ta’ala dan berlaku adil) maka ia akan mendapatkan balasannya. (HR. Muslim). Imam an Nawawi menjelaskan bahwa perisai bermakna pelindung bagi orang-orang di belakangnya. Seorang imam menjadi perisai bagi kaum muslimin dari serangan musuh-musuh. Perlindungan tersebut dilakukan dengan mengorganisasi tentara, menjaga perbatasan, menyerukan jihad fisabilillah. Dari sini bisa terlihat bahwa hadits Rasulullah tentang kaum muslim layaknya satu tubuh hanya bisa terealisasi dalam khilafah islamiyah. Hanya dengan adanya Khilafah, umat islam dapat merasa aman dan terlindungi, dimanapun ia berada. . Wallahu 'a'lam bishshawab
Tags
Opini