Musim Hujan Datang, Amankan Masyarakat dari Banjir



Oleh: Ummu Ayla
(Pemerhati Keluarga dan Generasi)


Banjir merupakan fenomena yang acapkali datang saat musim hujan tiba. Menurut laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), ada 2.216 peristiwa bencana alam di Indonesia selama periode 1 Januari—2 Agustus 2023.

Banjir menempati posisi bencana tertinggi, yakni 758 kejadian, diikuti cuaca ekstrem (731), tanah longsor (384), karhutla (270), kekeringan (31), gelombang pasang/abrasi (22), gempa bumi (918), serta erupsi gunung api (2). Sementara itu, tidak satu pun peristiwa tsunami terjadi di Indonesia sejak awal tahun ini.[i]

Data di atas adalah data awal tahun. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperkirakan, sebagian besar wilayah Indonesia akan mengalami awal musim hujan periode Oktober—Desember 2023, yaitu sebanyak 477 zona musim (ZOM) atau sekitar 68,24%. Sementara itu, puncak musim hujan 2023/2024 di sebagian besar wilayah Indonesia diprakirakan terjadi pada Januari dan Februari 2024, yaitu sebanyak 385 ZOM (55,08%).

Prakiraan BMKG terbukti, hujan deras di awal Desember mengantarkan banjir di beberapa wilayah, terutama kota-kota besar. Namun, dalam beberapa waktu terakhir, ada tendensi penyangkalan terjadinya bencana banjir di puluhan titik di wilayah perkotaan oleh pemangku kebijakan. Menurut mereka itu bukan banjir, melainkan “genangan”(muslimah.news/14/12/23).

Seperti halnya juga di Kalimantan Selatan
Tabalong. Banjir rendam Perumahan Warga, 400 Warga Terdampak
Minggu, 17 Desember
Banjir terjadi di Desa Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, rumah warga terendam dan ratusan warga terdampak. Banjir yang melanda Desa Bintang Ara, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, bergerak ke hilir dan mengancam daerah di bawahnya. Kendati demikian masih ada sejumlah areal dan rumah warga di Bintang Ara yang masih terendam, Sabtu (16/12) sore.  

Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Bintang Ara Arliani menerangkan warga yang rumahnya kebanjiran tidak mengungsi.

“Mereka ingin jaga rumah,” katanya. Apalagi aliran listrik diputus karena membahayakan(Banjarmasinpost.co.id/17/12/23).

Banjir boleh kita sebut sebagai bencana alam langganan setiap kali memasuki musim hujan. Cakupan wilayah banjir langganan bahkan meluas, tidak hanya kawasan ibu kota dan sekitarnya, tetapi juga daerah lainnya. Namun tampaknya, hal ini tidak membuat penguasa belajar.

Perihal ini, sebagaimana kutipan dari laman resmi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) (28-10-2023), Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyatakan bahwa hingga pertengahan Oktober 2023, beberapa zona musim (ZOM) telah memasuki musim hujan, yakni meliputi sebagian besar Aceh, Sumatra Utara, Riau, Sumatra Barat, Bengkulu, serta beberapa wilayah lainnya.

Prediksi awal musim hujan 2023/2024, lanjutnya, yakni November—Desember 2023 dengan puncaknya pada Januari dan Februari 2024 sebanyak 385 ZOM. Sebagai rekomendasi, BMKG mengimbau pemerintah daerah, instansi terkait, dan masyarakat untuk lebih siap dan antisipatif terhadap kemungkinan bencana hidrometeorologis. BMKG memberikan gambaran lengkap tentang perubahan cuaca dan iklim di Indonesia dan menekankan pentingnya persiapan dan mitigasi bencana dalam menghadapi perubahan cuaca yang dinamis.

Memasuki November ini, terutama ketika banjir sudah terjadi di beberapa daerah di Indonesia, kita tentu layak mempertanyakan, tidakkah penguasa memperhatikan pengamatan dan prediksi yang telah dilakukan BMKG maupun hasil riset lembaga-lembaga internasional tadi?

Bagaimana bisa bencana langganan sebagaimana banjir ini “selalu” gagal diantisipasi—alih-alih dimitigasi—secara tuntas? Indonesia sendiri bukan baru hari ini secara geografis dan ekologis dinyatakan sebagai negara yang berpotensi tinggi terhadap bencana banjir.

Belum lagi jika bicara sejumlah infrastruktur yang mudah rusak saat didera hujan deras. Ini membuktikan bahwa kualitas bangunan yang dibuat tidak mencapai level terbaik, alias ala kadarnya, padahal infrastruktur tersebut adalah fasilitas publik.

Bagaimana mungkin bangunan dari suatu fasilitas publik tidak dibangun untuk penggunaan jangka panjang? Apakah perencanaan bangunan yang ada memang “sengaja” dibuat berumur pendek sehingga setiap tahun harus ada renovasi fisik terlebih dengan adanya ancaman perubahan musim? Bukankah yang demikian itu juga berpotensi pada pemborosan anggaran negara untuk pembiayaan renovasi?

Semestinya, pada titik ini penguasa lebih memperhatikan kualitas infrastruktur yang dibangun di negerinya. Jangan hanya karena mengejar reputasi ini dan itu, juga kebelet dengan target kilat investor, bangunan infrastruktur yang dibanggakan ternyata tidak ubahnya bangunan reyot.

Jika demikian adanya, ini jelas-jelas menunjukkan bahwa antisipasi dan mitigasi terhadap bencana, maupun pembangunan infrastruktur dan fasilitas publik terkait dengan potensi kebencanaan tersebut tidak menggunakan visi yang sahih.

Berbeda dengan Islam dalam mengatasi banjir dan genangan dengan kebijakan canggih dan efisien.

Pertama, jika kasus banjir disebabkan keterbatasan daya tampung tanah terhadap curahan air, baik akibat hujan, gletser, rob, dan lain sebagainya,aturan Islam akan menempuh upaya-upaya seperti membangun bendungan-bendungan dengan berbagai tipe, yakni yang mampu menampung curahan air dari aliran sungai, curah hujan, mencegah banjir maupun untuk keperluan irigasi.

Kedua, dalam aspek undang-undang dan kebijakan, Islam membuat kebijakan bahwa pembukaan pemukiman baru harus menyertakan variabel-variabel drainase, penyediaan daerah serapan air, serta penggunaan tanah berdasarkan karakteristik tanah dan topografinya. Hal ini bertujuan mencegah kemungkinan terjadinya banjir atau genangan.

Ketiga, dalam menangani korban-korban bencana alam, aturan Islam akan bertindak cepat sembari melibatkan seluruh warga yang dekat dengan daerah bencana. Didalam Islam juga menyediakan logistik berupa tenda, makanan, pakaian, dan pengobatan yang layak agar korban bencana alam tidak menderita sakit, kekurangan makanan, atau tempat istirahat yang tidak memadai.

Selain itu, khalifah sebagai pemimpin akan mengerahkan para alim ulama untuk memberikan tausiyah bagi para korban agar mereka mengambil pelajaran dari musibah yang menimpa mereka, sekaligus menguatkan keimanan mereka agar tetap tabah, sabar, dan tawakal sepenuhnya kepada Allah Taala. Wallahu'alam bishshawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak