Miris! Kaya SDA, Sultra Masih Miskin


Oleh: Yuni Damayanti
(Pemerhati Sosial)

Sulawesi Tenggara babarapa tahun ini namanya menjadi perbincangan di dunia pertambangan. Ratusan perusahaan mengantongi izin mengeruk kekayaan alam Sultra. Mulai nikel, aspal, emas, kromit, mangan, batu gamping, dan pasir kuarsa/silica. Duit lancar mengalir ke pundi pundi pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Propinsi Sultra mencatat 363 IUP dari pemilik perusahaan bercokol di Sultra. Rincianya, 203 IUP mineral logam dan batu bara di terbitkan pemerintah pusat melalui Ditjen Minerba Kementerian ESDM per Desember 2023 . Lalu, 160 IUP mineral bukan logam dan batuan yang merupakan kewenangan Propinsi Sultra sesuaidata September 2023.

Kekayaan alam di keruk namun Sultra dan masyarakatnya belum sejahtera. Bahkan sultra cenderung miskin sebagai daerah pertambangan. Padahal duit yang dihasilkan dari sektor pertambangan mencapai angka triliun rupiah. Sayangnya, Dana Bagi Hasil (DBH) sektor pertambangan yang mengalir ke sultra sangat kecil yang diberikan pemerintah pusat. Dalam beberapa tahun terakhir, DBH untuk Sultra dari sektor pertmbangan hanya seratusan miliar rupiah. Angka ini jauh lebih sedikit disbanding emasukan untuk negara sebesar Rp 4,6 triliun, (Kendari Pos, 04/01/2024).

Dana Bagi Hasil (DBH) merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang di alokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DBH di alokasikan dengan tujuan untuk memperbaiki keseimbangan vertical antara pusat dan daerah dengan meperhatikan potensi daerah penghasil. Prinsip penyaluran DBH dalam sistem kapitalisme hari ini adalah di lakukan by origin, yaitu daerah penghasil memperoleh yang lebih besar dibandingkan dengan daerah-daerah bukan penghasil.Selain itu penyaluran DBH dilakukan berdasarkan prinsip Based on Actual Revenue. Artinya, penyaluran DBH berdasarkan realisasi penerimaan tahun anggaran berjalan ( Pasal 23 UU 33/2004).

Sedangkan dalam Islam sangat teliti dalam mengatur pembagian kepemilikan negara, umum atau individu. Sehingga seluruh ragam kepemilikn umum akan digunakan maksimal untuk membiayai hajat hidup orang banyak bukan di kuasai individu tertentu atau pengusaha yang berkelindan dengan penguasa.

Jika melihat fakta yang ada dapat diketahui jens kemiskinan di Indonesia adalah kemiskinan struktural, yakni adanya golongan masyarakat tertentu yang tidak dapat mengakses sumber-sumber pendapatan yang sejatinya ada diantara mereka, akibat penerapan sistem ekonomi kapitalis dan liberalism, sumber daya yang melimpah tidak dapat di akses oleh masyarakat. Terjadi privatisasi pada sebagian sumber daya alam yang seharusnya dimiliki oleh rakyat. Privatisasi ini menyebabkan sumber daya alam yang besar justru mengalir hanyaa pada segelintir orang saja yakni swasta dalam negeri hingga asing.

Sistem ekonomi islam yang didukung politik oleh sistem politik Islam akan menjamin terpenuhinya kebutuhan primer individu-individu rakyat. Merupakan prioritas bagi negara untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya yang akan di dukung oleh penerapan sumber penerapan negara yang sesuai syariat Islam. Untuk mewujudkan tegaknya ekonomi islam memerlukan tiga pilar ekonomi islam. 

Pertama, dengan menerapkan konsep kepemilikan dalam Islam, yakni kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Kedua, tegasnya pembagian sumber daya alam konsep kepemilikaan tersebut serta pengolahan dan pengembanganya diatur dalam syariat Islam. Sebagai contoh Rasulullah SAW pernah mengambil kebijakan untuk memberikan tambang kepada Abyadh bin Hammal al-Mazini. Namun kebijakan tersebut kemudian ditarik kembali oleh Rasulullah setelah mengetahui tambang yang diberikan Abyadh bin Hammal laksana air yang mengalir.

Pada kebijakan Rasulullah tersebut, diperbolehkan individu menguasai area tambang jika luas dan depositnya sedikit. Hasil eksploitasi barang tambang yang diperoleh individu tersebut dikenakan khumus atau seperlimanya untuk dimasukkan ke dalam Baitul Mal sebagai bagian dari harta fai.

Untuk barang tambang yang jumlahnya tidak terbatas maka individu tidak boleh menguasainya sebab barang tambang tersebut termasuk harta milik umum dan hasilnya masuk dalam kas Baitul Mal. Rasulullah bersabda, “Kaum muslim bersekutu dalam tiga hal; air, padang dan api” (HR Abu Dawud). Hadis ini juga menegaskan yang termasuk harta milik umum adalah SDA yang sifat pembentukannya menghalangi individu untuk memilikinya.

Dengan demikian penguasaan SDA di tangan negara tidak hanya akan berkontribusi pada kemananan penyedian komoditas primer untuk keperluan pertahanan dan perekonomian negara, tetapi juga menjadi sumber pemasukan negara yang melimpah pada pos harta milik umum. Ketiga, penekanan pada distribusi merata baik secara ekonomis maupun non ekonomis kepada rakyat. Termasuk hasil kekayaan tambang yang akan di distribusikan ke daerah yang membutuhkan bukan berdasarkan berapa banyak penghasilan daerah tersebut, wallahu a’lam bisshowab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak