(Sari Isna_Tulungagung)
Pergantian tahun sudah berlalu. Tahun 2023 berganti ke 2024 menandakan berjalannya waktu. Seperti tradisi yang sudah-sudah, kemeriahan pergantian tahun digelar di berbagai daerah. Jakarta salah satu kota yang menyelenggarakan pesta kembang api saat malam Tahun Baru. Bahkan, event pesta kembang api di Jakarta tidak hanya digelar di satu lokasi. Perayaan pesta kembang api di ibu kota bisa dilihat di 9 titik antara lain di Monas,Ancol, Bundaran HI, GBK, kawasan SCBD, PIK 2, TMII, kota tua, dan JIExpo.(cnnindonesia.com, 31/12/2023).
Tak hanya di Jakarta, Jogja sebagai salah satu kota pusat wisata juga menggelar perayaan pergantian tahun baru juga. Pengunjung yang akan menyaksikan malam pergantian tahun baru 2024 mulai memadati kawasan Tugu Pal Putih hingga Malioboro, Kota Jogyakarta. Kawasan tersebut masih menjadi favorit pengunjung yang datang ke DIY untuk menghabiskan malam tahun baru. (news.republika.co.id/, 31/12/2023).
Berbagai kemeriahan perayaan tahun baru di mana-mana menyisakan luka. Apakah kita lupa ada saudara-saudara kita yang sedang tersiksa, terjajah, terzolimi di Palestina? Saat seluruh dunia merayakan tahun baru, warga Gaza Palestina masih diliputi baying-bayang perang. Setidaknya 100 ribu warga Palestina masih mengungsi di pinggiran Raffah dengan mendirikan tenda-tenda darurat dari kain bekas seadanya. Mereka berharap di tahun 2024 bisa kembali ke tanah air dan menjalani kehidupan normal.
Sedangkan Israel makin beringas menyerang warga Palestina di Jalur Gaza. Laporan terbaru menyebut pasukan Israel memaksa masuk ke area tengah dan selatan Gaza pada Sabtu (30/12) waktu setempat. Menurut penuturan warga sekitar, serangan Israel dilancarkan menggunakan artileri berat. Sebelumnya, Israel menyatakan perang masih akan berlanjut hingga berbulan-bulan (cnbcindonesia.com, 31/12/2023).
Belum lagi berita tentang saudara muslim kita Rohingya. Beberapa waktu lalu terjadi pengusiran pengungsi Rohingya oleh mahasiswa di Aceh. (bbc.com, 29/12/2023). Melihat kejadian ini sangat menyakitkan, melihat para pengungsi yang didominasi para wanita dan anak-anak dengan anarkis dibubarkan, telah menyisakan trauma dan ketakutan. Sungguh sangat disayangkan, hanya karena narasi-narasi hoax yang beredar, banyak yang menjadi pembenci saudara muslim sendiri. Standar nilai kebenaran hanya berdasar fyp. Kurangnya literasi dan daya kritis menyebabkan masyarakat dan mahasiswa khususnya mudah terprovokasi. Banyak dari kita yang tidak memahami akar masalahnya. Hanya fokus pada sebab, bukan akibat.
Berbagai permasalahan yang masih melanda kaum muslimin harusnya semakin menyadarkan kita bahwa umat Islam ibarat satu tubuh. Di mana satu anggota tubuh tersakiti maka anggota tubuh lain juga merasakan hal yang sama. Namun di pergantian tahun ini nampak nyata paradoks kaum muslim dalam bersikap. Pesta kembang api di tengah berkecamuknya perang di Gaza, jumlah korban perang meningkat dan penderitaaan muslim Rohingya adalah satu bentuk abainya kaum muslim terhadap urusan umat.
Di sisi lain, seiring waktu, sikap umat mulai kendor dalam menyuarakan pembelaan terhadap palestina, juga pemboikotan produk mulai melonggar. Umat juga terpecah dalam mensikapi muslim Rohingya. Apalagi makin kuatnya pembungkaman oleh Meta pada akun yang menunjukkan pembelaan terhadap Palestina. Ini lah buah Nasionalisme yang memupus ukhuwah. Umat harus terus menyadari bahwan Umat Islam adalah satu tubuh, sehingga wajib menunjukkan pembelan, pertolongan dan sikap yang nyata.
Bukan tanpa sebab kaum Rohingya mengungsi mencari suaka. Mereka menyelamatkan kehidupan mereka yang terus mengalami kriminalisasi, dibantai, dan digenosida oleh junta militer Myanmar. Sama halnya dengan warga Palestina yang selama 75 tahun terakhir terus saja dijajah dan dengan sengaja diusir dari tanah kelahirannya sendiri. Warga Gaza dan Palestina dibunuh, dihancurkan, dan digenosida. Dan dunia hanya diam saja menyaksikannya. Berbagai kecaman dan kutukan nyatanya tidak bisa menghentikan kebiadaban Zionist yang terus saja membabi buta di bawah dukungan penuh Amerika. Umat Islam ke mana?
Jika hanya kecaman atau boikot dari negara-negara muslim tak bisa menghentikan penjajahan. Hanya karena sekat-sekat nasionalisme umat Islam dijadikan bulan-bulanan. Sudah saatnya umat Islam bersatu dalam satu kekuasaan. Umat butuh Khilafah untuk menjaga dan melindungi kehormatan umat muslim dan membela Islam. Hanya Khilafah yang mampu menyelamatkan kaum muslim yang tertindas di bumi manapun. Dengan persatuan umat Islam di seluruh dunia, musuh-musuh Islam akan ketakutan. Tidak ada lagi penjajahan, rahmat untuk seluruh alam akan terwujudkan.
Tags
Opini