Oleh : Hj. Sopiah
Pemerintah kembali berencana mengimpor beras dari India dan Thailand sebanyak 3 juta ton pada tahun ini, keputusan tersebut telah diputuskan sejak Februari 2023. Dengan alasan untuk mengamankan cadangan pangan nasional. Tentu saja keputusan pemerintah ini mendapat penolakan dari Serikat Petani Indonesia (SPI). Menurut ketua SPI, impor beras akan memukul harga gabah saat panen raya mendatang. Dan apabila sesuai dengan prediksi maka produksi beras pada 2024 akan naik beberapa persen dari tahun sebelumnya. Dan kebijakan impor beras ini tidak sesuai data di lapangan karena menurut data kebutuhan beras di awal 2024 masih dapat dipenuhi dari sisa impor tahun lalu.
Dan menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) produksi beras pada tahun 2022 dan 2023 ketersediaan beras dalam negeri terpenuhi walaupun tanpa impor. Dan untuk 2024 pun stok beras aman. Namun kenapa pemerintah bersikukuh impor beras ? Sedangkan kebutuhan beras nasional aman ? Padahal konsekwensi impor akan merugikan petani dan hilangnya kedaulatan pangan nasional.
Stok ketersediaan beras sebenarnya berada pada angka aman. Namun faktanya, banyak warga yang kesulitan untuk mendapatkannya. Dari sini dapat disimpulkan bahwa akar persoalannya bukan pada produksi tapi pada pendistribusian dan manajemen stok. Seperti kita tahu bersama bahwa pengelolaan pendistribusian bahan pangan di Indonesia dikendalikan oleh swasta. Maka profit lah yang akan menjadi tujuan utama dari para pendistribusi. Maka sangat wajar apabila pendistribusian menjadi tidak merata dan rakyat ada yg kesulitan untuk mendapatkannya.
Sejatinya negaralah yang bertugas untuk mendistribusikan beras ke seluruh pelosok negeri karena beras merupakan bahan pangan pokok yang wajib didapatkan oleh setiap manusia. Dan inilah tugas negara, yakni menjamin bahwa setiap warga negaranya terpenuhi segala kebutuhannya. Sehingga seharusnya distribusi dikelola mandiri oleh negara tidak boleh diserahkan pada swasta. Beginilah akibatnya apabila pengelolaan SDA dikelola dengan sistem ekonomi kapitalisme,sehingga negara hanya sebagai regulator, padahal sejatinya negara adalah pengurus rakyat. Dengan demikian jelas terlihat bahwa negara abai dalam menjalankan fungsi utamanya sebagai pelayan umat.
Seharusnya dengan suburnya tanah di Indonesia, sehingga padi tumbuh dengan baik, maka tidak perlu adanya impor beras, bahkan Indonesia seharusnya mampu swasembada pangan, namun karena tata kelola negara dengan sistem kapitalistik inilah yang membuat hal tersebut menjadi mustahil. Dan swasembada pangan hanya dapat terwujud apabila tata kelola negara yang berdasarkan pada Islam. Sistem Islam memiliki mekanisme dan aturan yang lengkap mengenai tata cara pengelolaan SDA sehingga negara dapat berdaulat tanpa harus tergantung pada negara lain. Karena hanya dengan Islam kehidupan akan penuh keberkahan dan kesejahteraan rakyat akan terjamin dan semua itu akan terwujud dalam naungan daulah Khilafah Islamiyah.
Wallahu’alam.