Oleh : Venti Budhi Hartanti,S.Pd.I
Sampai detik ini Palestina kian membara. Dari semua permasalahan ini ada yang menarik perhatian masyarakat. Bahwa seruan boikot produk yang mendukung Zionis Israel adalah salah satu cara untuk menghentikan serangan ke Palestina. Dan ide ini muncul dari wujud kepedulian individu masyarakat untuk membela Palestina. Umat melakukan apa yang mereka bisa, terlebih disaat negara tidak mendorong seruan dari Ormas.
Namun seruan boikot akan lebih efektif ketika negara yang menyerukan. Karena negara lah yang memiliki kekuasaaan dan memiliki pengaruh kuat. Tidak cukup itu saja, harusnya negara juga mengirimkan bantuan pasukan untuk memberikan pembelaan secara nyata terhadap Palestina. Seperti baru-baru ini Pertemuan puncak gabungan (Joint Summit) KTT Liga Arab dan KTT OKI yang dilaksanakan di Riyadh pada 11-11-2023 lalu akhirnya menghasilkan beberapa kesepakatan (komunike). Kesepakatan bertajuk “Resolusi KTT Luar Biasa Negara Islam-Arab Bersama soal Agresi Israel ke Rakyat Palestina” ini berisi 31 poin “pesan kuat dan keras” yang disampaikan pada dunia untuk mengakhiri tragedi kemanusiaan yang sudah lebih dari sebulan terjadi di Gaza.
Hanya saja, sekalipun KTT Arab-Islam yang dihadiri 57 pemimpin negara ini disifati “luar biasa” dan diklaim berisi “pesan kuat dan keras” untuk dunia, nyatanya tidak ada satu pun hal yang luar biasa dan atau menampakkan kekuatan riil yang bisa menggentarkan dunia.
Alih-alih bisa memaksa Zionis untuk segera menghentikan kekejamannya atas warga Gaza Palestina, apalagi memaksa Amerika dan sekutunya untuk menghentikan segala dukungannya, yang terjadi adalah pascaresolusi negara Arab-Islam ini, aksi Zionis justru makin brutal dan terus meluas, tidak hanya terjadi di Gaza, tetapi juga di Tepi Barat. Siapa pun tahu bahwa lembaga ini tidak punya taji di hadapan Zionis Yahudi. Puluhan resolusi yang sudah dikeluarkan tentang Palestina, nyatanya tidak ada satu pun yang mempan. Bahkan, desakan atas resolusi yang memberi sanksi tegas pada Yahudi sering kali mandek karena diveto Amerika. Termasuk resolusi untuk menghentikan agresi Zionis setelah 7 Oktober lalu. Wajar jika Zionis Yahudi merasa makin jemawa dan kejahatannya pun kian merajalela melebihi kasus-kasus sebelumnya!
Ditambah, sikap mayoritas negara-negara Arab dan Islam atas agresi dan operasi militer Zionis terakhir ini memang terbilang sangat lambat. Mereka baru bersuara setelah berminggu-minggu tragedi berlangsung dan korban tidak berdosa terus berguguran di depan mata kepala.
Sudah lebih dari 11.800 warga sipil tewas dan lebih dari 27.000 jiwa luka-luka. Sebagian besar di antaranya adalah anak-anak dan wanita. Sementara itu, jutaan orang lainnya di Gaza, hidup terusir di tengah teror senjata yang membabi buta dan di tengah keterbatasan logistik, termasuk pasokan energi dan sarana prasarana kesehatan.
Dari sini sangat jelas bahwa seharus negara berperan penting dalam pembebasan penjajahan yang terjadi di Palestina. Islam memandang bahwa wilayah kaum muslim wajib dipertahankan. Islam juga menetapka. Kewajiban membela muslim yang teraniaya apalagi terjajah.
Alangkah benar yang disampaikan baginda Rasulullah saw., “Hampir saja bangsa-bangsa memangsa kalian sebagaimana orang-orang lapar menghadapi meja penuh hidangan.” Seseorang bertanya, “Apakah jumlah kami saat itu sedikit”? Beliau menjawab, “Bahkan jumlah kalian saat itu ada banyak, tetapi kalian seperti buih di lautan. Sungguh Allah akan mencabut rasa takut dari dada musuh kalian, dan sungguh Allah pun akan mencampakkan penyakit wahn ke dalam hati kalian.” Lalu seseorang bertanya, “Ya Rasulullah, apa itu wahn? Beliau menjawab, “Cinta dunia dan benci kematian.” (HR Ahmad, Al-Baihaqi, Abu Dawud dari Tsauban ra.)
Penyakit inilah yang rupanya sedang menjangkiti para pemimpin dunia Islam, hingga tidak ada satu pun dari mereka yang berani tampil memimpin perlawanan. Mereka pura-pura murka, tetapi tidak ada langkah nyata. Mereka satu sama lain hanya bisa saling mengecam atau berlomba-lomba mencari dalih dan kambing hitam. Misalnya, dalih terikat norma-norma hubungan internasional serta batas-batas kebangsaan yang sejatinya dibuat oleh negara-negara besar semata untuk melemahkan. Jadi seruan boikot tidak cukup mampu menyelesaikan permasalahan Palestina secar
a tuntas hingga ke akar. Ditambah saat ini, yang terjadi di Palestina dan respons pemimpin-pemimpin dunia Islam kian memberi pelajaran bahwa kepemimpinan yang tidak berasaskan akidah Islam hanya akan membuka banyak mudarat, bahkan membuka jalan penjajahan. Mereka lebih takut kehilangan kekuasaan dan dukungan negara besar, daripada serius menghancurkan kezaliman.
Berbeda halnya dengan sistem kepemimpinan Islam (Khilafah) yang tegak di atas ideologi Islam. Khilafah Islam akan menyatukan umat dan seluruh potensi kekuatannya di bawah satu bendera. Pemimpinnya pun akan menjalankan fungsi mengurus dan menjaga. Saat kezaliman menimpa sekelompok umat, Khilafah, rakyat, dan tentaranya akan terdepan menjadi pembela.
Sungguh, Allah dan Rasul-Nya telah mengabarkan kembalinya Khilafah Rasyidah yang kedua. Khilafah inilah yang dijanjikan akan membebaskan Palestina dan mengalahkan Yahudi sehina-hinanya.
Hanya saja, kita semua diminta berjuang menapaki jalan mewujudkannya, yakni dengan mendakwahkan Islam ideologis di tengah umat hingga muncul kesadaran akan kewajiban dan urgensi hidup dalam naungannya.
Tags
Opini