Oleh: Siska Juliana
Bandung kembali dikepung banjir. Peristiwa ini melanda warga di gang Apandi, Kelurahan Braga, Kecamatan Sumur Bandung, Kota Bandung (Kamis, 11/01/2024). Ratusan rumah terendam banjir dan warganya terpaksa mengungsi ke dua ruangan kafe dan rumah makan. Banjir ini akibat tanggul sungai Cikapundung yang jebol. Ketinggian air lebih dari sepinggang orang dewasa. Sejauh ini tidak ada korban jiwa, hanya kerugian materi saja. (ayobandung[dot]com, 11/01/2024)
Adanya kejadian banjir yang berulang merupakan bukti bahwa ada salah tata kelola lingkungan dan alam yang dilakukan manusia. Sebab, Allah menurunkan hujan sebagai anugerah bagi manusia, bukan sebagai musibah atau bencana.
Jika diamati ada empat faktor yang menentukan ketinggian air yaitu curah hujan, air limpahan dari wilayah sekitar, air yang diserap tanah dan ditampung oleh penampung air, dan air yang dapat dibuang atau dilimpahkan keluar.
Dari keempat faktor tersebut, hanya faktor curah hujan yang tidak bisa dikendalikan oleh manusia. Tiga faktor yang lain sangat dipengaruhi oleh aktivitas manusia, termasuk kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh penguasa.
Sebagaimana menurut penjelasan WALHI, kebijakan deforestasi yang telah dilakukan oleh korporasi membuat daerah resapan air semakin berkurang. Sehingga dampaknya mudah terjadi banjir saat musim hujan.
Kebijakan yang hanya menguntungkan para pemilik modal sejatinya karena sistem kapitalisme sekuler yang diterapkan di negeri ini. Dalam sistem ini, penguasa hanya berperan sebagai regulator, bukan pengurus dan pelindung rakyat.
Berbagai regulasi yang dikeluarkan seperti Undang-Undang Minerba dan Omnibus Law Cipta Kerja, telah nyata merusak lingkungan dan merampas ruang hidup masyarakat.
Allah SWT berfirman:
"Musibah apa saja yang menimpa kalian itu adalah akibat perbuatan kalian sendiri. Allah memaafkan sebagian besar (dosa-dosa kalian)." (TQS Asy-Syura(42): 30)
Oleh karena itu, kunci untuk mengakhiri segala bencana termasuk banjir adalah dengan mengganti sistem kapitalis sekuler dengan sistem yang diridai oleh Allah, yaitu Islam. Penerapan Islam secara kafah dalam seluruh aspek kehidupan hanya dapat terwujud dalam institusi Khilafah Islamiyah yang pemimpinnya disebut dengan khalifah.
Khilafah akan mengelola tanah atau sumber daya alam sesuai dengan syariat Islam. Dalam Islam, khalifah berfungsi sebagai junnah atau pelindung. Khilafah akan melakukan tindakan preventif, kuratif, dan rehabilitatif dalam mengatasi bencana banjir.
Tindakan preventif dilakukan dengan kebijakan pembangunan yang ramah lingkungan, memprioritaskan pembangunan infrastruktur dalam mencegah bencana misalnya bendungan. Pemanfaatan sumber daya alam tidak akan diserahkan pada korporasi, tetapi dikelola sendiri untuk kemaslahatan umat.
Khilafah juga menetapkan daerah-daerah tertentu sebagai cagar alam dan hutan lindung. Selain itu, adanya kegiatan reboisasi. Sistem sanksi pun tegas bagi siapa saja yang mencemari dan merusak lingkungan.
Dengan demikian, penerapan Islam secara kafah merupakan solusi terbaik mencegah terjadinya banjir. Wallahu a'lam bishshawab.
Tags
Opini